Chapter 32

1.7K 163 7
                                    

"People come and go, that's life."

***

Vino Lornado: lo dmn ro?

Vino Lornado: bokapnya Aura meninggal.

Zaro membaca pesan yang lima detik lalu ia terima dari sohibnya itu dengan jantung yang berdetak cepat.

Tangannya mengepal kuat begitu mengetahui kenyataan yang sedari tadi ia takuti akan terjadi. Gue emang cowok brengsek.

Zaro membuang puntung rokok yang sudah tinggal sedikit itu ke dalam tempat sampah dengan sedikit menghentakkannya. Sedari tadi ia hanya duduk melamun di balkon apartmentnya dengan satu bungkus rokok yang menemaninya.

Jujur, sudah lama sekali rasanya bagi Zaro untuk mengkonsumsi lagi barang itu. Ia hanya merokok jika perasaannya sedang kacau. Jadi, bisa dipastikan keadaannya sekarang jauh dari kata baik.

Zaro kecewa. Ia kecewa karena telah membuat perempuan yang sangat ia sayangi itu terluka karenanya. Ia kecewa karena tidak berpikir jauh terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Sesuatu yang mungkin secara tidak langsung bisa membuat seseorang tersakiti.

Bagaimana mungkin seorang Ayah tidak kaget jika putri satu-satunya tinggal bersama seorang cowok selama satu bulan? bahkan hanya berdua.

Apalagi Ayah Aura ternyata mengidap penyakit jantung sejak lama. Sungguh Zaro sangat membenci dirinya.

Niatnya hanya membantu, tetapi mengapa malah menimbulkan masalah?

Zaro kali ini tidak menerima apa yang takdir lakukan. Yang ia pikirkan hanya ia salah. Ia bodoh. Dan ia sudah melukai Aura. Padahal kalau dipikirkan lagi, ini memang sudah waktunya. Waktu dimana Ayah Aura akan pergi untuk selamanya dan hidup di alam yang berbeda di atas sana.

Zaro bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Ia berdiri di depan cermin dan mengusap wajahnya kasar.

Maafin gue, Ra. Seandainya kita ga pernah ketemu, mungkin semuanya bakal berbeda.

Zaro memutar keran dan menangkup air yang mengalir di sana dengan kedua tangannya. Ia membasuh wajahnya yang nampak kusam dengan diam. Ia nampak berpikir, apa yang akan dilakukannya untuk menebus kesalahannya, walau hanya sedikit. Setidaknya ia mau membantu Aura dalam mengurangi kesedihannya itu.

Zaro keluar dari kamar mandi dan berjalan memasuki kamarnya. Ia menduduki diri di kursi depan meja belajarnya dan menulis sesuatu di atas kertas berwarna-warni.

Zaro menatap kaleng yang berisi miniatur kecil tokoh-tokoh kartun favorit Aura dengan senyuman kecil yang timbul di bibir manisnya.

Untung gue pernah beli itu. Semoga apa yang gue kasih bisa ngurangin kesedihan lo, Ra.

Zaro menutup kedua matanya sebentar.

"Gue sayang lo, Bulan."

***

Hari ini adalah hari Kamis. Hari dimana Aura mengantarkan kepulangan Ayahnya untuk yang terakhir kalinya.

Hujan masih saja turun, walau tidak sederas seperti satu jam yang lalu. Seolah-olah bumi ikut bersedih saat melihat sosok gadis yang kini sedang berlutut menangisi makam Ayahnya tercinta.

MemoriesOù les histoires vivent. Découvrez maintenant