1. Akhir untuk sebuah awal

4.1K 214 31
                                    

A/n bagian ini sudah saya revisi yah.
Hope you enjoy :)

.
.
.
.
.

"Jika kita tidak menjadi saudara satu iman, maka kita adalah saudara satu bangsa, pun jikapun tidak; kita disatukan menjadi sesama manusia. Ich Bin Ein Muslim."

***

Berlin, 5 Februari 2010.

Namanya Alqyra Syenan Vaughn, gadis yang netranya terpaku menatap bangunan di depannya ini sedang diam mendengar berisik yang terus bersuara di pikirannya. Kepalanya riuh oleh pertanyaan-pertanyaan yang akan dia hadapi setelah ini. Meskipun dia selalu yakin, jika sayap-sayap malaikat akan terus terbentang untuk menaungi langkahnya.

Berlin Islamic Center hari ini ramai oleh komunitas Muslim Jerman. Mereka akan menyaksikan salah satu saudara sebangsa mereka bergabung dalam ukhuwah satu agama. Hal ini membuat perasaan gadis itu bergetar, ada haru yang bergumul, ada rasa penerimaan juga persahabatan. Alqyra tidak menyangka jika Allah telah menyiapkan semua kejutan ini untuknya.

Hari ini dia akan ber-Islam. Dia sendiri. Hanya ada Aisye, saudara barunya yang mengenalkan Islam kepadanya. Sedangkan keluarga? Dia hanya memiliki Mutter, Sahabatnya-Caroline-dan juga keluarga Lewis. Alqyra sangsi, Mutter sudah jelas-jelas menentang keputusannya. Sementara Caroline? Alqyra juga tidak yakin, bahkan sahabatnya menganggap dirinya sudah gila. Lalu keluarga Lewis? Keluarga yang sudah menemaninya sejak dia kecil, keluarga yang juga mengenalkannya dengan tunangannya-putra sulung mereka-mana mungkin mereka akan datang? Alqyra bahkan belum mengatakan keputusannya kepada mereka.

"Kamu yakin? Jika belum maka sebaiknya pikirkan lagi." Mendengar pertanyaan Aisye, Alqyra menggeleng tegas .

"Aku sudah mempersiapkannya dari jauh-jauh hari Aisye, jika aku berhenti sekarang, harus menunggu berapa lama lagi? Aku sudah rindu kepada Sang Pencipta. Aku ingin diakui sebagai hamba-Nya." Air matanya mendesak keluar, hatinya benar-benar penuh rasa haru. Bukan sebuah kebohongan. Rindunya kepada Allah yang Esa sudah meluap dan tidak dapat dibendung.

"Apa lagi yang lebih indah selain diakui sebagai hamba-Nya? Aku tidak tahu kapan tanggal kematianku. Dan sebelum hari itu datang, aku juga ingin sepertimu. Mengumpulkan bekal agar bisa melihat Allah tanpa hijab. Seperti yang Syekh Abdullah katakan."

"Maasyaa Allah, aku yakin Allah akan memudahakan setiap langkahmu menuju cinta-Nya Alqyra. In syaa Allah"

Menjadi seorang Mualaf adalah keputusan terbesar dalam hidupnya, lahir disebuah keluarga yang tak lagi utuh, dengan bebasnya kehidupan di sekitarnya membuat hatinya hampa dan kosong, namun semua berubah saat Aisye; seorang gadis asal Turki mengenalkannya pada agama Rahmatan Lil alamin. Hatinya yang kosong perlahan terisi, dia merasakan sebuah ketenangan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Perjalanannya mengenal Islam tentu bukan waktu yang singkat. Selama satu tahun dia banyak belajar. Mengenal apa itu Islam, siapa Tuhannya, bagaimana cara menyembah-Nya, bagaimana kehidupan umat Islam dengan Sang Pencipta dan bagaimana kehidupan mereka dengan sesama manusia. Di Islamic Center ini, dia juga belajar membaca Al-Quran. Memahami isi bacaanya bersama syekh Abdullah. Perjalanannya sudah begitu jauh, dan sejauh langkahnya, sejauh itu dia jatuh hati dengan Islam. Setiap hari rasa cintanya terus bertambah. Membuat keyakinan itu terpupuk semakin subur. Semakin kuat.

"Asyhaduanlaa illaha illallah wa Asyhaduanna muhammadan rasulullah." Mata hijau Alqyra sudah benar-benar basah oleh air mata saat kebahagiaan tak dapat lagi ia bendung. Setelah dua kalimat indah itu terucap, bahagia, terharu, semua bercampur menjadi satu.

Ja, ich bin ein MuslimWhere stories live. Discover now