Nickname For a Genius Girl

789 12 9
                                    

Kaki itu terus mengetuk lantai ruangan perpustakaan, membuat irama melodi dalam kesepian ruangan yang dianggap keramat oleh siswa yang malas. Matanya sibuk melirik setiap kalimat yang tertulis di novel yang tengah ia baca. Menikmati bacaan sambil melayangkan jauh khayalannya kedalam alur novel tersebut. Gadis itu tak bergeming saat sahabatnya berbisik-bisik memanggil nama aneh yang menjadi julukan permanen dalam kamus pemberian si sahabat. Karena kehabisan akal, akhirnya si gadis mencubit lengan sahabatnya. Gadis itu hanya menoleh, bertanya dengan ekspresi wajah yang membuat sahabatnya itu semakin jengkel.

"Green tea. Loe dipanggil bu Leza." Gadis itu menutup novel yang ia baca.

"Bu Leza. Gue?"

"Iya loe. Loe buat masalah lagi?" Gadis itu tak menjawab, melainkan langsung berlari ke kantor guru.

Setiap pasang mata yang melihat keseharian yang sudah menjadi rutinitasnya itu hanya geleng-geleng kepala.

Yaca Ayusa Paramitha, gadis dengan julukan sejuta talenta. Berlari tergesa-gesa untuk menemui bu Leza. Seperti terhantam batu besar, ia menyaksikan keseraman ruangan itu. Ia bergidik ngeri saat melihat guru-guru berlalu lalang di hadapannya. Ia menelan ludah dalam. Menyiapkan mental baja untuk menghadapi ocehan seribu nasehat dari bu Leza.

"Yaca, kamu tidak mengumpul tugasmu lagi? Berapa kali ibu menyuruh kamu untuk tidak malas mengumpulkan tugas. Apa hanya tugas ibu saja yang tidak kamu kerjakan? Yaca, tolong berubah. Papa kamu meminta ibu agar ibu mengubah kamu agar lebih rajin. Apa kamu tidak mengerti tentang apa yang papa kamu inginkan?"

Ocehan bu Liza tepat mengenai sasaran. Sangat tajam dan menusuk batin yang membuat Yaca hanya mampu menundukkan kepala.

"Ibu nggak mau tahu, besok pagi semua tugas dari ibu harus kamu kumpulkan. Nggak ada lagi alasan. Ok, kamu boleh keluar."

Yaca menggigit bibir bawahnya. Tangannya sibuk mengacak rambut sebahu itu. Ia tak menyangka selama ini papa telah memantau semua kegiatannya. Gadis itu kembali melangkahkan kakinya ke perpustakaan. Semua pasang mata yang menyaksikan langkah kaki yang lunglai itu mulai menebak-nebak apa yang telah terjadi pada gadis populer karena jenius tapi malas itu.

"Hei... Green tea. Ada apa? Kok muka loe kagak cerah gitu?"

"Jangan panggil gue green tea, Epit. Reseh banget sih loe."

"Yei, loe aja panggil gue Epit. Kuno amat sih."

"Emang siapa yang mulai duluan. Nama gue itu Yaca."

Mereka sedikit mempermasalahkan tentang panggilan itu. Sehingga penghuni perpustakaan memberi peringatan kepada kedua gadis itu.

Mereka terdiam seribu bahasa saat penghuni perpustakaan melayangkan tatapan tajam yang begitu menukik. Yaca segera berdiri kembali lalu meraih novel yang menarik perhatiannya. Gadis itu berjalan ke kelas. Mulai mengerjakan tugas yang menumpuk seperti gunung itu.

Lama sudah ia berkutat dengan tumpukan buku di hadapannya. Mencoba tak mengindahkan novel yang tergeletak diatas tas hitamnya yang sejak tadi menggoda Yaca untuk membaca dan memasuki kembali dunia khayalan.

"Udah selesai belum? Mau gue bantuin?" Tawar pria tampan yang selama ini ia sebut sahabat.

"Adit... Loe emang sahabat gue. Nggak kayak Lika. Dia sibuk ama bukunya."

"Makanya kalau ada tugas itu loe harus cepet-cepet kerjain. Jadi numpuk ginikan?"

"Mending cepet bantuin gue. Dari pada loe ngoceh melulu. Ntar nggak kelar-kelar lagi."

Pria itu memilih diam, dan mulai membantu gadis itu.

Setelah beberapa jam akhirnya tugas itu selesai. Hari yang sibuk dan penuh dengan tugas. Padahal besok sekolah akan mengadakan pensi. Namun ia tetap berkutat dengan tugas dan tugas. Semua orang tengah sibuk, terutama ia yang paling sibuk dengan segudang tugas yang menumpuk. Bu Leza memang tak kenal hari sibuk seperti ini, ia lebih memilih mengisi jam kosong di kelasnya. Dan alhasil, ya mampu membuat semua muridnya mengeluh.

Love StoryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant