#7 "obrolan pukul 11 malam"

6.4K 423 4
                                    

11 malam waktu Garut.

Aku masih lapar, padahal dua bungkus roti dan susu kotak beserta es krim coklat strawberry sudah habis kulahap. Aku harus mencari sasaran untuk mengisi perutku. Beruntung bang Ari tadi datang menghampiriku.

"Cha.. Disana ada tukang Kwetiau, mau ?" tawar bang Ari. Aku memandangi sekelilingku. Sebagian dari rombonganku sudah terlelap dan bergelut dalam mimpi masing-masing. Ali ? ia nampaknya sudah sampai puncak Jaya Wijaya. Ku cari-cari bang Ir yang ternyata tak ada disana.

"bang Irfan juga disana.. ayoolah" ajak bang Ari. sasaran lirikku kemudian tertuju pada bang Pramana. Bang Pramana mengangguk.

Selanjutnya bang Ari, aku, dan bang Pramana berjalan berjejer di pinggiran jalan menuju tempat makan kwetiau yang dimaksud. Tapi sebelum sampai penjual kwetaiu, bang Pramana menyeretku masuk ke rumah makan Padang 24 jam. Bang Ari yang berjalan paling depan tak tahu kalau aku dan bang Pramana masuk ke rumah makan tersebut.

"belum makan nasi kan ? makan disini aja yah.." kata bang Pramana sambil memesan makan. Aku setuju saja asal gratisan. Aku duduk santai menunggu pesanan kami datang. Bang Pramana mencoba mencairkan suasana dengan ngobrol-ngobrol ringan membahas pendakian siang tadi.

"ohiya.. katanya mantannya Yudha yah ??"

"emang kenal ?" tanyaku balik. Ia mengangguk pelan. "pendaki bagian logistik di grup sebelah, sering trip bareng sama grup kita dulu. Makanya rata-rata kenal Yudha.. ganteng yah.."

"iyah ganteng banget. Sakingan gantengnya sampe lupa move on"

"yakin.. ga bisa move on ??"

" yah gimana yah.. perasaanku bilang gitu, gak bisa nyoba buat cari pengganti dia. Tapi kayaknya udah ga bisa jatuh cinta deh.. kosong banget rasanya hati ini bang. Susah jatuh cinta" kataku curhat.

"sampe sekarang ??"

Aku hanya mengangkat bahuku. Ia menatapku nanar, apakah itu usahanya ?? "udah bisa buka hati belum ??" katanya, aku bahkan baru ingin bertanya maksud dari perkataannya itu sebelum sesaat kemudian makanan pesanan kami datang.

Baru saja tiga suapan nasi masuk ke mulutku, sampai bang Praman mengatakan kata-kata yang membuatku langsung tak enak makan.

"I Love You.."

Hah ?? apa ??

"I Love You, dek.." ucapnya lagi. Aku sungguh tak mengerti, coba ada yang bisa menjelaskan kah ??

"yah dek, mungkin terlalu cepet buat bilang I love you. Tapi kenyataannya hati abang bilang gitu.."

"sumpah gak ngerti bang.." kataku sok polos, itu merupakan usahaku untuk tak setuju menerima I love you-nya. Please, jangan.. udah kapok sama pendaki. Batinku teriak-teriak. Aku hanya mengaduk-aduk nasiku. Selera makanku mendadak tak bagus. Bang Pramana mengotak-atik handphonenya baru kemudian ia menunjukan sesuatu dari ponselnya itu.

"nih.."

Sebuah foto dirinya di puncak siang tadi memegang kertas bertuliskan "pingin yang setia" alamaak, usaha apa lagi yang harus ku lakukan. Gak mungkin belagak sok polos dengan menanyai arti setia. Ahh aku kacau malam itu. Ku kondisikan agar wajahku tetap tenang tapi hati dan otakku bekerja keras mencari usaha yang harus kulakukan.

Ting !!

Bola lampu diatas kepalaku menyala.

"emm.. setia aduh..gimana yah bang, ohiya abang tau kan aku masih sekolah di Boarding, kalau ngomongin setia siapa sih yang bisa jamin kata setia diantara jarak. Siapa..??" tanyaku renyah, ia malah tersenyum tenang.

Dear Pak Loreng (END)Where stories live. Discover now