#5 awan, kabut, dan ? (2)

7.8K 497 7
                                    

Sedehana, ikan kaleng alias sarden, mie instan, nasi liwet dan tempe yang tak berbentuk itu jadi santapan malam kami. For your info nih.. Aduuh jangan lagi-lagi deh bawa bahan mentah macam tempe, tahu, sayuran ke pendakian. Serius deh.. Karena tempe itu akan membusuk. Tahu akan berair jadi asem. Dan sayuran akan mateng duluan. Gak percaya ? Buktikan !!

Setelah makanan habis ku santap, lalu apa ?

Aku gatau apa-apa lagi sampai tiba-tiba aku sudah berada di dalam SB (sleeping bad) entah milik siapa.

"Chaa sadar doong.." ucap mantan Yudha, mbak Dian mengguncang-guncang tubuhku sedangkan bang Ir panik memandangiku. Bang Rahman alias Rohmet atau bisa juga di panggil Omet masuk kedalam tenda yang terbuka sambil membawa sesuatu di dalam gelas, minuman.

Aku bangun pelan-pelan.
"Duuh.. Yudha jangan sakit doong"

Hhh.. Jadi aku sakit ?
Yup, bang Ir mengoceh saat aku baru membuka mataku. Kata bang Ir tadi sesudah makan aku tiba-tiba pinsan. Hipotermia, rasanya sesak sekali aku sampai tidak bisa merasakan apapun. Jarum, tubuhku seperti ditusuk-tusuk jarum. Dingin sekali.

"Jagoaan akhirnya hipo juga.." ledek bang Rahman. Aku tersenyum samar.

"Baaang.. Kasih minuman andalan kita dong.. Minuman khas pendaki cantik gunung Gede" kata mbak Antik semangat.

Bang Rahman langsung menyodorkanku gelas plastik itu. "Niih..."

Aku tak buru-buru minum, ku amati air berwarna kecoklatan. Kuhirup aromanya, uuhh aroma pedas.

"Ini apaan ??" tanyaku.

"Itu cuma teh anget campur madu + tolak angin kok" *jadi sebut merk*

Aneh-aneh saja makanan khas pendakian ini.. Segala tempe busuklah.. Tahu asem.. Sekarang ?
Aku mencicipi sedikit minuman itu. Uuhh pahit rasanya.

"Chaa.. Ayoo pindah ke tenda sebelah.. Tuuhh ke Consinna" hibur mbak Antik atau Kartika sambil menyebutkan lancar nama merk tenda. Aku keluar dari SB-ku yang nyaman dan hangat. Kulirik ponsel, tak ada signal. Baiklah aku lanjut tidur.

Aku terjaga sejak pukul 3 pagi karena sedari makan magrib sampai saat ini aku terus tidur, kenyang tidur aku hanya bisa mendengar dengkuran halus para pendaki itu. Kubuka tenda sedikit sambil melihat keluar tenda. Hawa diluar dingin sekali. Aku kembali mengambil posisi tidurku. Hanya posisi aku terus terjaga sampai pukul 5 pagi.

"Astagaaa... !!!"

"Bangun.. Bangun.." mbak Dian kelabakan membangunkan kami setenda. "Udah jam limaaaa... Kita gagal muncak dini hari"

"Masih bisa kok.. Yuukk siap-siap.. Kita bisa liat sunrise sambil nanjak"

Aku keluar tenda, mengulet, dan menghirup udara segar. Kembali Kulihat pemandangan indah itu, dimana banyak manusia berkeril yang sudah menyiapkan energinya untuk summit ke ketinggian 2249 meter diatas permukaan laut. Kabut tebal masih menyelimuti perjalanan mereka. Tapi rombonganku ? Bahkan bang Ir masih ngerek. Saat yang lain bersiap bangun.

"Pagi bang Yogi.." sahut satu suara serak khas bangun tidur dari belakangku, tapi aku sangat mengenal suara itu. Ali.
Aku menoleh lembut, ia nampak memadangku singkat lalu tak peduli lagi. Uuhh lagaknya sok cool sekali. Di arah lain, tepat di tenda bang Rahman yang terbuka, aku mendapati sepasang mata yang tengah memerhatikanku lembut. Aku balas memandangnya ramah sambil tersenyum, ia balas tersenyum malas khas bangun tidur.

15 menit kemudian kami sudah siap muncak. Semua barang, tas kami tinggal di tenda. Sebahaya itu kah jalurnya ??

"Pram.. Titip Chacha yah.." ucap bang Ir pada sosok yang tadi memerhatikanku, abang Pramana namanya.
"Lhaa elu gak ikut bang ?" tanyanya heran.
"Aduuh gue mah faktor U nih.. Gue jaga tenda aja lah.."

Dear Pak Loreng (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang