#12 "tulisan dihari hujan"

4.3K 353 8
                                    

Yahh.. Yahh.. Baiklah, ku akui aku mungkin sudah mencintainya. Pacarku, Irwan Irawan, alias Awan.

**

Langkahku sengaja ku percepat untuk menemui Irwan yang tadi sempat kutinggalkan di depan parkiran asrama. Aku tadi habis meminta izin keluar sebentar kepada pak Ahmad. Sebab kalau tak minta izin keluar, bisa-bisa aku dihukum. Ahh aku tidak mau. Dulu sih sewaktu baru-baru jadi anak baru yang punya banyak fans karna cantik *heeeluh pede* aku sering membandel, bolos, kabur untuk jalan-jalan ngemall, tapi sekarang.. Uuhh tobat dedek..

Entah saat aku bertanya "kita mau kemana" Irwan tak menjawab apa-apa selain hanya tersenyum manis sekali, aku dapat dengan jelasnya melihat senyuman pacarku dari kaca spion motor.

Pemuda dengan mata nyaris sipit itu masih terus senyum, sesekali ia meledekiku dari spion motor, aku tertawa memerhatikan tingkahnya. Ahh lama kelamaan ku rasa aku sudah menjadi dirinya. Aku sudah mulai terbiasa akan segala sikapnya, dengan cinta yang terus-terusan ia berikan. Semalam aku berfikir keras sekali, kuputuskan untuk mencintainya.

Setelah seseorang berhasil membuatku jatuh cinta dan mencintainya tinggi lalu ia jatuhkan, itu sangat menyakitkan, membuatku sangat trauma akan mencintai orang lain. Inilah yang membuatku takut untuk mencintai Irwan, tapi aku juga gak bisa membohongi diriku kalau aku sudah mencintainya sekarang.

Lelaki beralis tebal, mata nyaris sipit, gigi gingsul dan tubuh kurus sedikit berisi tinggi itu memaksaku untuk memeluknya dari belakang boncengan motor penuh sayang. Aku memeluknya erat sampai mungkin membuatnya sesak. Aku telah mencintainya meski belum sebesar cintanya.

Motor Irwan berhenti berderu di depan sebuah rumah besar bercat serba putih. Di depan rumah tersebut nampak di tanami pepohonan hias dan terpajang akuarium kecil yang dibiarkan mangkrak. Aku penasaran sebenarnya ini rumah siapa.

Penasaranku hilang, saat Irwan membuatku menunggu di ruang tamu rumah itu, banyak foto-foto terpajang didinding ruang tamu itu. Foto-foto berlatar militer, milik keluarga Irwan. Heeyy, ayoolaah.. Aku sedang berada di ruang tamu rumah Irwan sekarang.

Sebuah foto kuperhatikan lekat-lekat. Foto gandeng seorang pak tentara berkumis memakai baju hijau bersanding dengan seorang wanita yang juga memakai baju seragam hijau, bedanya wanita ini memakai hijau pupus berlecana. Entah lecana apa.

"Uuhh.. Uuhh.. Mama lagi makan didorong-dorong, di paksa Irwan ke ruang tamu.. Ada siapa siih.. Ehh ternyata ada cewek.." ucap seorang wanita yang membuatku langsung menegang, walaupun kata-katanya sangat terkesan menyambut akrab. Tapi entah ini kenapa kakiku jadi sedikit bergetar. Tak lama kemudian pak tentara alias bapak Irwan ikutan nyembul kepo. Ada siapa gerangan di ruang tamunya. Aku lantas menyalami keduanya.

Kini posisiku seperti sedang kena sidang. Kemana Irwan ? Aku dibiarkan jadi kikuk di depan kedua orangtuanya. Di tambah kumis bapak Irwan yang menambah kesan mistik di obrolan pertama kami.

Banyak hal yang ditanyakan pak tentara beserta istrinya di hadapanku . Pertanyaan yang sangat kentara adalah... "Kok kamu mauan sih sama si Irwan cungkring gitu, udah mah pengangguran.." disertai tawa dari keduanya. Aku hanya tersenyum canggung. Mama Irwan yang cantik nampak memandangiku sambil tersenyum. Uuhhh uuh jadi grogi di senyumin gitu..

"Yaudah neng.. Santai aja yah sama Irwan nih.. Bapak ada urusan di koramil.."
Pamit bapak Irwan yang konon masih memiliki urusan di kantor komando rayon militer yang tak jauh dari rumahnya. Sementara mama Irwan, sudah pamit pergi duluan untuk melanjutkan makannya. Ahh jadi gak enak menggangu makan siang nyonya Istri tentara.

Dear Pak Loreng (END)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ