#3 "Trip with mantannya mantan"

8.6K 557 6
                                    

Buk..buuk..bukk..

Aku menepuk-nepuk tas yang kurasa besar, tapi kenapa banyak perlengkapan pribadiku yang tidak bisa dimuat kedalam tas jenis carrier itu.

"Lhaa.. Emang ga muat cha.."
Sepupuku heran, "perasaan tas ini gede deh, kok bisa ga muat"

Aku rasa tak ada yang salah dari caraku ber-packing, aku masukan semuanya tapi tetap..

"Coba, buka deh.. Gue mau liat dalemnya ada apa aja"

Tanpa sungkan kubuka sletting tas besarku. Bang Irfan, sepupuku langsung tebahak-bahak melihat isi tasku yang, hmm...

"Ini rapih banget, ini carrier bakan koper.."

Aku bingung.

"Keluarin semuanya sini nih, liatin gue packing" bang Irfan nampak mengeluarkan isi tasku. Setelah tasku dikosongkan ia nampak berfikir sejenak.

"Bang Rohmet..?" bang Irfan nampak memanggil seseorang "minta plastik-plastik doong"

Tak berapa lama, orang yang panggil bang Rohmet ini datang membawa banyak plastik.

"Weeh, Ir.. Kok ga dikenalin siih.."

"Ohiya, Chacha.. Ini bang Rohmet, dia leader di pendakian ini.."
Aku menjabat tangan si bang Rohmet.

"Kita naik berapa orang bang?"

Awalnya aku berfikir paling-paling hanya 6-8 orang tapi ternyata...

"Kita nanjak 21orang"

Aku melongo mendengarnya.

"Yang lain belom pada dateng, ginilah waktu di Indonesia."

Yahh, aku faham. Jam 7 waktu Indonesia sama dengan pukul 9.

Jam 9 malam, orang-orang berkeril besar itu datang. Benar banyak juga.. Aku senang aku bukan hanya cewek satu-satunya. Bersamaku, ada lima orang perempuan dan 16 laki-laki.

Sebelum berangkat, kami melakukan breffing singkat yang diakhiri dengan doa.

Perjalanan berawal dari dua angkot yang membawa kami menuju ke Tanah Tinggi, Poris, Tangerang.
Awalnya aku sempat bingung apa yang akan dilakukan disini, tapi sesaat aku melihat pemandangan yang luar biasa. Ternyata banyak juga orang-orang berkeril yang berkumpul disini. Dan tujuan merekapun sama. Menumpang truk sayur.

Kami lumayan cepat mendapat tumpangan truk, memang ukuran truk dengan jumlah kami tak sebanding, namun mau bagaimana lagi kalau terus-menerus menunggu yang kami inginkan akan memperlambat jadwal keberangkatan kami.

"Katanya mau naik gunung??"

Tiba-tiba chatt dari si Irwan datang.

"Iyah, ini lagi dijalan kok bang.."

"Ohh gitu, yaudah semoga selamat sampai tujuan yaah"

Aku lebih tenang. Liburan kali ini tak terlalu kelam, biarpun jomblo tapi berkualitas.

Dari tanah tinggi, kami berangkat menggunakan truk. Tubuh kami harus mendadak ramping, dan aku yang awam seperti ini harus pandai-pandai beradaptasi. Dengan posisi minim seperti ini dan dilihat dari tujuan kami, Garut, ahh.. Rasanya belum naik gunung pun kaki dan raga ini sudah lelah duluan.

Ini menarik, truk yang berisi 'kami' itu di tutup lagi dengan terpal bagian atasnya, karena kami harus melewati jalur tol. Gerah dan pengap mulai terasa walaupun angin malam sudah mulai menyelimuti jalur tol Jakarta-Jawa Barat.

Perlahan, suara-suara candaan itu melenyap bersamaan dengan tubuh-tubuh yang lelah.

Aku terbangun saat hawa dingin menusuk pori-pori pada kulit sawoku. Aku mengerjap-ngerjap, kemudian mulai kuliahat langit pagi itu, saat terpal yang menjadi selimut malam kami dibuka.

"Bentar lagi kita keluar tol. Siap-siap kita turun di terminal" ucap bang Rohmet. Aku melirik bang Irfan.

"Seru kan ?"

"Kenapa ga naik bis aja bang ??"

Bang irfan tersenyum. "Kalo naik bis nggak ada adventure nya"

**

Bukan lagi di terminal yang dikatakan bang Rohmet, truk sayur berisi kami itu melaju lagi menerobos macet akhir tahun setelah beristirahat di pelataran pom bensin, kami memanfaatkan waktu istirahat tadi dengan bersih-bersih dan sarapan.

Baru kali ini aku merasakan bagaimana rasanya sarapan nasi kuning diatas truk diantara hiruk-pikuk kota Garut.

Perjalanan ini terlalu seru, sehingga tak terasa kami sudah sampai pada tempat pemberhentian tujuan kami.
Kaki gunung Guntur, 2249mdpl.

Dari tempat kami turun dari truk itu, kami harus naik pick up lagi menunju basecamp 1 untuk registrasi anggota. Di jalan tadi aku yang duduk disamping si sopir pick up sempat ngobrol-ngobrol.

"Banyak orang bilang, gunung guntur ini adalah semerunya jawa barat. Dari mulai trek, sampe suasananyapun mirip dengan semeru. Bulan lalu ada pendaki dari Jakarta, yea kira-kira sepantaran neng lah, meninggal di atas kena serangan jantung. Begitulah gagal di pendakian, kalau cape atau ada apa-apa jangan gengsi bilang sama temen-temennya. Kebanyakan orang gagal itu karna terlalu angkuh, terlalu sombong. Terus nanti kalo ketemu babi hutan bersikap biasa aja yah.. Babi hutan disini baik-baik kok sama pendaki"

Aku terpaku saat pick up itu berhenti di kaki gunung, mataku mulai menyapu sekeliling. Indah, dimana dapat kulihat manusia-manusia berkeril berlalu-lalang dengan tas besarnya.

"Cha.. Nih.."

Bang Irfan memberiku susu dalam pelastik. "Minum cha, Chacha mau ngapain lagi ? Sok puasin dulu disini, bentar lagi kita nanjak."

Aku mengangguk faham.

Setelah susu dalam plastik es perempatan yang diikat itu habis ku minum, aku lalu berhambur menuju tumpukan tas yang sengaja di tumpuk begitu. Aku membongkar tasku untuk mencari handphone.

"Haay.. Sepupu bang Ir yah??"
Sapa Satu cewek cantik yang tergabung dalam pendakian kami. Tak lama empat lainnya datang mencoba mencairkan canggungku.

"Namanya siapa ? Kamu kok diem aja sih.. Malu yah, santai aja sama kita mah.."
Ucap mbak Reni.

"Ah.. Aku Chacha..."
Aku memperkenalkan diri.

"Cacacacaca.. Chacha Annissaa.. Hey hey.. "
Celetuk mbak Dian tiba-tiba, tapi dari mana mbak Dian tau nama asliku ?

"Iyah, mbak.."

Mbak Dian sedikit tersentak. "Hah.. Beneran Chacha Annisa?"

Aku mengangguk penasaran, ada apa ? "Kenapa mbak ??"

Ekspresi mbak Dian mendadak berubah aneh, ia melirik mbak Antik. Kemudian mereka berbisik, hal ini sangat membuatku tidak nyaman.

"Ohh.. Chacha pacarnya Yudha yah.."
Tanya mbak Dian kemudian.

Aku lumayan terkejut dengan pertanyaan itu, pertanyaan simple dan mudah untuk di jawab, namun dari pertanyaan itu aku yang semula sudah tak mengingat-ingat Yudha tiba-tiba terfikir lagi.

Yudha juga seorang pendaki, Yudha pernah janji mengajakku triping bareng dan kemudian ia malah nge-trip bareng cewek barunya seminggu setelah kami resmi putusan. Yudha yang...

"Ciiye.. Sesama mantan"

Kata-kata itu membuat degup jantungku mendadak berhenti. Aku melirik si pemilik celetukan, mbak Antik yang tadi sempat berbisik-bisik dengan mbak Dian, kini aku tau apa yang mereka bicarakan tadi.

"Ohh.. Mbak Dian ini jad..."

"Ayooo ayoo... Siap-siap, breffing"
Suara teriakan itu juga membuat orang-orang pemilik tas besar ini mulai membopong tas nya masing-masing.

***

Dear Pak Loreng (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن