#4 kabut, awan dan ?

8.2K 551 3
                                    

Pendakian pertamaku di puncak setinggi 2249mdpl.

Baru beberapa ratus meter dari pos 1, aku mulai kecapean, haus, sempat heran dari Tangerang bawa banyak botol air mineral besar kosong tapi buat apa kalau sampe saat kami break untuk yang ke tiga kali ini pun masih juga tak diisi.

"Ayoo mass.. Mbak semangat.."
Kata pendaki lain yang melewati break kami. Ini yang unik di pendakian, kita harus ramah-ramah pada semua orang.

"Ayoo mas.. Mbak.. Duluan"

Awalnya aku merasa lucu, tapi kelamaan tidak heran dengan kondisi seperti itu.

"Ayoo Cha semangat Cha.."
Bang Ir menyemangatiku.

Aku tersenyum tipis di antara peluh yang mengalir perlahan. Rasanya pengap, letih, lelah, sakit. Naik beberapa langkah aku mulai tidak bisa mengatur ritme nafasku di tambah udara yang panas tapi hawanya dingin.
Aku mengeluarkan handphone.

Ckreek

Ku potret orang-orang yang break bersamaku. Tiba-tiba satu sosok nampak menjadi sorot pandanganku. Aku tersenyum sambil perhatikan gambar yang kuambil barusan sambil membandingkan dengan aslinya.

"Ali...." panggil bang Handi, si orang yang sedang kuperhatikan itu menoleh dan menyahut.

"apa..?"

Dari sana aku senang karna tahu namanya, Ali.
Kenapa semalaman aku tidak menyadari kalau aku sedang berada berasama orang seganteng itu.
Dengan tas carrier panjang besar warna hijau tua, aku tersenyum. Pendakian kali ini kurasa nggak membosankan. Aku jadi makin bersemangat.

Break kali itu cukup lama, sakingan capeknya aku sampai sempat ketiduran. Tidur yang melelahkan itu harusnya nyenyak kalau tidak di bangunkan bang Ir yang rese.
"Hayoo jalan lagi"

Rasanya aku seperti sedang berjalan mundur, pusing sekali.

"Irfan.. Kalo break sebentar itu jangan tidur, malah pusing nantinya.." bang Handi bicara keras pada bang Ir, aku tau itu sebuah sindiran.

"Niih.." bang Handi menyodoriku madu. "Kalo naik gunung makan yang manis-manis. Yang mengandung glukosa buat tambah energi" kata bang Handi saat aku mencoba membuka maduku.

"Pendakian pertama yah.." tiba-tiba bang Yoga angkat suara. Aku hanya mengangguk sambil menyedoti madu dalam kemasan itu.

"Semangat.. Kalo capek bilang aja.."
Kata bang Yoga lagi.

"Haus bang.." kataku.

"Aduh sabar yahh.."

Kalau sudah dibilang harus sabar berarti aku nggak mendapat minum. Aku hanya tersenyum menikmati rasa haus yang benar-benar sedang melandaku.

"Semangat cha.. Tuh..." bang Rahman atau lekat di panggil Rohmet menunjuk ke suatu arah, aku mengikuti arah tunjukannya.
Nampak sebuah siluet gunung yang tampak kerucut. Ku perhatikan dengan seksama.

"Dapet salam dari Puncak Cikuray. Bagus banget yah puncaknya kerucut"
Kata bang Rohmet menyemangatiku.

"Bagus bang.." kataku kemudian sambil terus berjalan dan perhatikan puncak yang terlihat dari kejauhan itu.

"Makanya semangat.. Nanti kalo udah sampe puncak, pindah kesana.."

Aku tersenyum sambil mengangguk. Entah sejak kapan aku suka pendakian, dan terobsesi dengan manusia-manusia berkeril itu.

Baru saja semangatku kembali 100% namun baru beberapa langkah saat semangat itu kembali.

"Ssshhh"

Dear Pak Loreng (END)Where stories live. Discover now