6. [Pra Beautiful Nerd] - Adis si Ratu Sial

14.4K 2K 110
                                    

Kami tidak saling bicara. Aku nggak tahu apa yang membuat Radith tiba-tiba membisu. Mungkin egonya. Aku juga tidak tahu apa yang membuatku tak menegurnya, mungkin rasa kecewaku yang belum hilang. Sepagian kami tidak mengeluarkan kata sepanjang perjalanan ke sekolah. Aku meninggalkan Radith di parkiran, tetapi dia berjalan dengan cepat dan mendahuluiku melalui lobi sekolah. Pagi ini cuaca mendung, tetapi wajah Radith tampak lebih gusar daripada langit.

Aku melewatkan jam pelajaran pertamaku dengan pikiran mengambang. Kejadian kemarin masih terasa jelas olehku. Rasa takut yang meluap terbebaskan oleh kedatangan Ken. Aku harus berterima kasih kepadanya. Untuk itu, saat istirahat, aku mencari-cari Ken ke kantin, tetapi yang kutemukan justru Radith. Lagi-lagi membisu. Dia tidak menyapaku. Aku pura-pura tidak peduli. Padahal rasanya ingin kujambak rambutnya.

Aku berlari di sepanjang kantin menembus lorong pameran sekolah. Belum juga Kenio ketemu, aku berpapasan dengan Lova. Dia tersenyum kikuk melihatku, aku membalas sekadarnya. Setelahnya dia seperti tak sempat melihatku dan kembali mengobrol dengan teman-temannya. Adakah dia tahu bahwa Radith terlambat menjemputku karena mengantarnya pulang sampai ke rumah?

Ya, biar kutambahkan dan kuperjelas informasinya. Semalam Radith mengaku kalau setelah menonton bioskop, dia mengantar Lova sampai ke rumahnya karena hujan. Alasan yang sangat tidak masuk akal. Lova akan lebih aman pulang dengan taksi ketimbang naik motor bersama Radith. Sudah pasti dia tidak akan terciprat air barang setetes pun. Tangisan dan amarahku makin meledak mengetahui hal tersebut. Aku tak bisa mengehentikan diriku untuk tidak membenci Lova. Walaupun mungkin Radith yang membuat segalanya menjadi rumit. Kemungkinan dia yang mengusulkan untuk mengantar Lova pulang.

Sekarang aku tak mengerti dengan ide Radith menjodohkan Lova dengan Kenio, sementara kenyataannya mereka lebih sering bersama.

Aku memperlambat langkahku di depan area toilet pria. Ah, kutemukan ia di sana, baru keluar dari kamar mandi, sedang membetulkan ritsleting celananya. Aku buru-buru mebalikkan badan. Wajahku terasa panas karena. Aku melambai-lambaikan tanganku ke belakang.

"Kalau belum selesai tuh jangan keluar dulu!" omelku kepada Ken.

Ken berjalan melewatiku sampai akhirnya dia berdiri di depanku. "Sedang apa kamu di depan toilet pria?"

"Aku...." Aku menggaruk pelipisku salah tingkah. "Aku nyari Radith."

"Radith nggak ada di dalam. Coba saja cek sendiri kalau nggak percaya," balas Kenio dengan cueknya lalu hendak pergi meninggalkanku.

"E-eh, tunggu!" Aku menahan tangannya.

"Apa?" Alis setebal ulat bulunya terangkat penasaran. "Cuma dua ribu, nggak perlu dibalikin."

Aku melongo menatapnya. Kebingungan.

"Itu... uang yang kemarin, kan?"

"A-aah... itu... ya, hm... aku berniat menggantinya nanti, sih. Bulan depan, kalau uang jajanku sudah turun. Sekarang, aku mau berterima kasih dulu—"

"Semalam kan sudah," sela Ken yang membuatku agak jengkel. Dia selalu saja menyela perkataanku.

"Semalam aku belum berterima kasih secara formal dan khusus. Karena aku nggak mau berutang budi, ini...," aku menyerahkan kue cokelat yang kubeli di kantin ke tangan Ken. "Ini sebagai tanda terima kasih. Terima kasih karena kamu sudah menyelamatkanku kemarin dan mengantarku pulang ke rumah dengan selamat."

Ken menatap makanan di tangannya dengan sebelah alis terangkat. "Cuma kue cokelat?"

Aku tertawa salah tingkah mendengar pertanyaan Ken. Dia kembali menatapku yang membuatku semakin gelisah. "Kue coklat itu yang paling enak di kantin kita. Itu aja aku boleh ngutang ke Bu Dede karena... kamu tahu, kan, dompetku...."

Beautiful NerdOù les histoires vivent. Découvrez maintenant