[Beautiful Nerd] - Epilog

4.1K 364 8
                                    

Aku menyingkirkan tangan Ken yang memeluk tubuhku dengan susah payah. Matanya masih terpejam, tidur dengan tenang seperti bayi. Waktu aku pelan-pelan merangkak turun dari tempat tidur pukul 5 pagi, Ken mengerang protes.

Matanya mengerjap hanya untuk melihat jam di layar ponselnya.

"Sayang, ini baru jam 5 pagi. Ini hari libur, kita bisa bangun lebih siang. Please, come back here," katanya sambil menepuk sisi kasur di sebelahnya yang kosong kutinggalkan.

Aku lekas memakai kembali kausku yag tergeletak di lantai dan buru-buru berlari ke kamar mandi. "Aku perlu memeriksa sesuatu yang penting, Ken."

Setelah dua bulan menikah dengan Ken, aku jadi lebih banyak tahu tentang kebiasaan suamiku. Dia nggak akan bisa tidur dengan tenang tanpa memelukku sebagai gulingnya. Sama seperti kebiasaanku yang mulai berubah, aku akan selalu menunggu Ken pulang ke rumah dan makan malam bersama sambil berbagi keseharian kami sepanjang hari. Oh, sebagai informasi tambahan, aku sudah nggak lagi bekerja sebagai sekretaris Radith dan saat ini sedang sibuk belajar memasak dan mengatur urusan rumah tangga. Sesekali Ken tetap akan membantu pekerjaan di rumah sebelum atau setelah ia bekerja.

Aku mengambil testpack yang sudah kubeli kemarin di apotek dan menggunakannya sesuai instruksi. Kubeli 3 jenis testpack sekaligus untuk memastikan hasilnya lebih akurat.

Selagi aku menunggu hasil dari ketiga testpack tersebut, Ken sudah berdiri di ambang pintu kamar mandi--bertelanjang dada dan hanya mengenakan boxer--kalau perlu kutambahkan. Meski sudah sering melihatnya tanpa busana, rasanya jantungku tetap nggak akan pernah siap melihat tubuh atletis Ken tanpa sehelai benang pun.

Ken mengusap wajahnya yang masih mencoba menyesuaikan pandangannya dengan terang cahaya di kamar mandi.

"Kamu lagi ngapain, sih?" tanyanya penasaran.

Aku menunjukkan ketiga testpack di tanganku kepadanya. "Rasanya ada yang aneh sama perutku belakangan ini dan aku yakin itu bukan karena aku salah makan. Lalu kemarin aku sadar, stok pembalutku belum berkurang bulan ini."

Saat itu juga mata Ken terbuka lebar. Ia masuk ke kamar mandi tanpa ragu-ragu dan dengan antusias memperhatikan 3 testpack di tanganku.

"Kenapa ada 3?" tanyanya bingung.

"Untuk jaga-jaga aja, siapa tahu salah satunya nggak berfungsi dengan benar."

Ken berjongkok di sampingku, sama-sama menanti hasil tes kehamilanku dengan sabar.

"Gimana kalau ternyata benar hamil?" tanyaku.

"Ya bagus dong?" tanya Ken bingung. Sambil berjongkok, dia memeluk pinggangku dan menyerukkan kepalanya di sana dan memejamkan mata. "You'll be a great mother dan aku akan berusaha jadi ayah terbaik buat anak-anak."

Aku menarik napas sebelum melihat dua garis perlahan timbul di ketiga testpack tersebut. Aku nggak bisa menahan senyum di wajahku.

"Selamat Ken, sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah," kataku.

Ken langsung menarik kepalanya untuk melihat hasil testpack di tanganku. Detik selanjutnya, ia hanya bisa memandangku terkesima, lalu tanpa kusangka-sangka ia menggendongku ke luar kamar mandi, memutar-mutar tubuhku di udara sebelum akhirnya menghujani seluruh permukaan wajahku dengan kecupan.

Aku tertawa geli dan memohon Ken untuk menurunkanku. Ken menuruti permintaanku, tetapi selanjutnya ia menarikku untuk kembali berbaring di kasur dan memelukku erat sambil mengusap-usap perutku.

"Lusa kita periksa ke dokter," katanya sebelum mengecup leherku.

"Apa kamu berharap punya anak perempuan atau laki-laki atau mungkin... kembar sepertiku atau Radith?"

"Apapun. Kembar juga nggak masalah asal jangan seperti Radith," Ken terkekeh.

"Setuju," tambahku ikut tertawa bersama Ken.

Kami tertawa-tawa sendiri hingga mendadak aku merasakan perutku bergolak dan muncul rasa mual yang tak tertahankan.

"HUEEKKK..." Aku berlari lagi ke kamar mandi sementara Ken berseru panik di atas kasur sambil menyusulku.

"Sayang? Kamu baik-baik aja?"

Ken berdiri di belakangku dan membantu mengusap-usap punggungku. Oh Tuhan, kayaknya masa-masa penuh cobaan yang dibicarakan para ibu hamil ini sudah tiba.

Aku baru saja berdiri dengan wajah sempoyongan dan memandang Ken.

"Ken boleh tolong-- HUEEKKK..."

Dan Ken hanya bisa memandangku prihatin campur cemas.

****

Beautiful NerdWhere stories live. Discover now