Chapter 5

210 45 2
                                    

Sudah aku duga memang ada yang aneh dengan si Alfan itu. Pertama, dia datang ke ruang ekskul dengan pakaian dan wajah yang lebih ringsek daripada biasanya. Akan masuk akal bila hal itu disebabkan karena dia tidur menggunakan seragamnya.

Kedua, Pak Robin bilang si Alfan membolos di jam pelajaran pertama dan kedua. Tentu saja dia membolos. Ketika itu dia masih terkurung di ruang arsip, dan saat Haina datang waktu istirahat, barulah dia bisa keluar.

Ketiga, Norin yang membawa makanan. Aku tak tahu apakah gadis itu satu komplotan atau cuma korban tipu, yang jelas, pasti si Alfan yang menyuruhnya membawa makanan. Entah itu lewat SMS atau telepon. Aku duga, si Alfan berniat untuk segera makan setelah keluar dari ruang arsip, tapi sialnya, dia malah tertangkap Pak Robin dan dipaksa menunggu sampai sekolah selesai. Makanya dia kelihatan lemas sekali ketika datang ke ruang ekskul.

"Tapi buat apa?" tanya Haina. Matanya yang lebar berkedip dengan cepat. "Kenapa Kak Alfan berbuat seperti itu?"

"Ah... kau tak akan percaya, tapi dia itu memang agak sinting." Aku menghela napas, lalu memijit keningku yang pusing. "Seharusnya aku sudah sadar sejak awal. Lagi pula kenapa dia bisa tahu kabar ini dengan cepat?"

Tampak Haina yang memasang wajah khawatir. Dia mencoba ikut memijit kepalaku, tapi segera kutepis. Apa-apaan dia ini?! Hati-hati kalau mau menyentuh kepala orang! Ada otaknya, nih!

"Ahahahahaha...!"

Dan ketika itulah aku mendengar seseorang tergelak. Ketika aku memeriksanya, rupanya sumbernya berasal dari mulut Kak Riska. Gadis itu tertawa dengan keras, hampir menjerit, terpingkal-pingkal sampai memegang perutnya yang kesakitan.

Aku memasang wajah bingung, heran dengan kelakuan wanita yang satu ini. Mungkinkah dia semacam tertular virus gila Alfan Esmand? Aku harap tidak.

"Eeeh..."

"Ah... ah... ah... maaf." Kak Riska berhenti tertawa. Napasnya begitu terengah-engah ketika dia mengusap air matanya. "Kau tahu? Alfan itu begitu terkenal di angkatannya. Aku seangkatan dengan dia... mungkin juga bisa dibilang teman sejak kecil. Dia adalah orang liar dan eksentrik yang sulit diatur."

"..."

"Sejak dulu dia amat pandai untuk menemukan hal-hal aneh. Koran sekolah bahkan pernah beberapa kali menerbitkan artikel tentangnya. Tapi sungguh... aku tak mengira... tipuannya akan dipecahkan oleh juniornya sendiri. Aduh... anak itu."

"Eng... jadi... Kakak sebenarnya sudah tahu kalau ini adalah ulahnya? Begitu?"

Kak Riska menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tidak tahu. Kau adalah orang pertama yang memecahkan teka-teki Alfan Esmand. Aku kira Ketua OSIS akan sangat menyukaimu."

Untuk kesekian kalinya, aku menghela napas kembali. Kudengar Haina yang menasihatiku untuk tidak terlalu sering menghela, tapi aku abaikan karena amat tidak penting. Rasa lelah yang aku dapatkan mengganda menjadi dua kali lipat karena fakta ini. Dengan punggung bersandar pada kursi, aku mencoba mengistirahatkan tubuhku sejenak.

"Jadi?" tanya Kak Riska, kembali berbicara. "Apa yang akan kau lakukan pada mereka?"

"Ah? Bolehkah aku mengunci mereka di dalam sana semalam lagi?"

"Tentu saja tidak boleh, bukan?!" timpal Haina, ikut masuk ke dalam pembicaraan meskipun tak diajak. "Haina tak tahu Al bisa jadi sejahat itu. Iiiiih!" gadis itu berdesis, jari-jarinya yang lentik mencoba mencolok mataku.

"Ck. Apa yang kau lakukan? Hentikan!"

Pada akhirnya, aku hanya diperbolehkan untuk mengurung Kak Alfan sampai dia mengakui semua kesalahannya. Norin masih dalam keadaan shock. Sepertinya dia sangat percaya akan kata-kata sesat Kak Alfan soal pengusiran setan itu. Saat ini dia sedang dirawat oleh Haina.

Secangkir NanahNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ