#2

280 51 24
                                    

Ruang staf adalah sebuah ruangan seluas 3 kali 4 meter yang letaknya ada di sebelah meja penjaga. Tak seperti ruangan lainnya, tak ada satu pun buku di ruangan ini.

Aku melangkahkan kaki ke dalam ruangan itu dengan hati-hati, merotasi mataku dan mencari petunjuk.

"Apa benar kau bisa mengetahui Pak Jake ada di mana dengan melihat-lihat ruangan ini?" tanya Kak Rena dari ambang pintu.

Sebagai jawaban, aku hanya bisa mengangkat bahu. "Jujur, aku tak tahu, tapi aku janji tak akan melakukan hal-hal yang mencurigakan di sini."

Kak Rena terdiam sejenak. "Bila ada sesuatu, silakan tanyakan padaku."

Aku segera berbalik ke arahnya. "Apa Pak Jake benar-benar selalu memberitahu Kakak bila dia ingin pergi lama?"

"Tentu. Seringnya sih tidak secara langsung, tapi lewat surat. Dia biasanya menyimpannya di meja."

Aku menoleh pada sebuah meja panjang yang ada di tengah ruangan. Enam kursi tampak mengelilingi meja tersebut dengan rapi.

Aku memasukkan tanganku pada saku celanaku yang kosong. "Hmm... kalau begitu, mungkin saja suratnya jatuh dan terselip entah di mana."

Kak Rena dan Haina menoleh padaku.

"Ah, benar."

"Aku rasa pendapat Al harus diperhitungkan juga." Haina menundukkan kepalanya dan mengintip kolong meja. "Aku akan mencoba mencarinya."

Sementara itu, aku kembali memutar pandanganku untuk mendapatkan detail dari isi ruangan.

Sebagian besar perabot ruangan hanyalah meja. Tengah ruangan ada meja, di bawah jendela ada meja, di pojokan ada meja, dan di kedua sisi pintu juga ada meja. Selain itu, aku juga melihat dispenser, AC, kardus, tong sampah, gelas-gelas, dan... tumpukan kain.

Tumpukan kain?

Tumpukan apa ini?

Letaknya ada di kolong meja di sebelah kiri pintu. Aku mengambil jongkok dan memeriksa tumpukan kain itu.

"Apa ini?"

"Itu pakaian Pak Jake."

"Kenapa ada di sini?"

Kak Rena mengangkat bahuya. "Dia memang sering membawa pakaiannya ke sini, tapi kenapa menumpuk di kolong meja... mungkin cuma karena jatuh."

Aku menggaruk kepalaku.

"Begitu, ya? Hmm... begitu." Aku menoleh ke belakang. "Haina? Bagaimana?"

Mendengar panggilanku, Haina segera mendongak dan membuat kepalanya terantuk pada meja. "Aduh!"

A-ah... maaf. Aku tidak tahu kalau kau masih ada di kolong meja.

"Tidak ada," jawab Haina dengan tangan mengusap bagian kepalanya yang sakit. "Bagaimana dengan di sana?"

Sebenarnya, aku tak mencarinya sama sekali, tapi karena hal itu akan membuat masalah makin runyam, aku lebih memilih berbohong saja. "Tidak ada."

"Hmm... begitu, ya?"

Selesai dengan tumpukan baju itu, aku pun beralih ke meja yang ada di dekat dispenser. Di sana, aku menemukan sesuatu yang unik. Remah mie instan. Setelah memastikan kalau tak ada orang yang sedang memperhatikanku, aku pun sedikit pencicipinya.

Ah... benar! Sudah aku duga. Ini Indomie goreng.

Renyahnya.

Hmm... apa masih ada yang tersisa atau tidak, ya?

Secangkir NanahWhere stories live. Discover now