Part_2

241 43 14
                                    

#2

Ketika 'Bapak Guru Yang Hanya Ramah Pada Kaum Hawa' mulai membereskan barang bawaanya, nyawaku sudah berada di pangkal tenggorokan. Setengah mati, seperempat hidup, seperempat gila. Huh... akhirnya selesai juga. Neraka. Neraka dunia!

Aku menghela napas, menyandarkan punggungku ke kursi. Tampak Haina yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, bersiap untuk kembali ke alamnya.

"Ngomong-ngomong, pelajaran selanjutnya apa, ya? Bahasa Inggris? Fisika?"

Sudahlah cepat pergi! Kenapa pake tanya-tanya segala?! Bukankah kau punya ingatan yang mirip gajah? "Fisika."

"Kalau begitu, Pak Robin. Benar, kan?"

"Mmm."

"Robin. Hehe, namanya unik. Mirip karakter fiksi dalam suatu cerita barat. Robin Hood."

Jangan mulai bergosip di bangku-ku! "Ah, benar. Hehe."

"Apa Al suka pada pelajaran fisika?"

Kenapa tidak langsung pindah saja, seh! "Suka, suka."

"Haina juga suka... terutama pada gurunya. Bagaimana harus bilangnya, ya? Emm... Pak Robin itu punya aura yang mirip-mirip Profesor Lupin*, gitu."

*Salah satu tokoh dalam novel Harry Potter. Seorang profesor miskin (jubahnya banyak tambalan) namun bijak dan memiliki sifat keguruan.

"Ah, benar. Dan kau mirip Chitanda Eru*."

*Salah satu tokoh dalam seri novel Klub Sastra Klasik (judul adaptasi anime: Hyouka). Dia adalah seorang gadis cantik yang punya rasa ingin tahu tinggi terhadap hal-hal ganjil.

"Chi-Chi apa?"

"Tidak. Bukan apa-apa." Syukurlah. Tampaknya dia memang jenis orang yang lebih berkiblat ke kultur barat daripada kultur Jepang... hmm? Benarkah? Atau mungkinkah dia itu sejenis dengan ibuku? Penggila drama Korea?

"Haina tidak tahu tokoh dalam novel atau film apa itu, tapi sepertinya itu nama Jepang. Apa Al itu jenis orang yang menyukai budaya Jepang?"

"Yah, cuma suka gaya cerita mereka. Literatur di sana sudah sangat bergembang dan menghasilkan banyak variasi..." kenapa aku malah mengobrol dengannya?! "A-ah... Haina. Aku kira sudah saatnya kau pindah. Ingin aku bantu angkat bangkumu?"

"Heh? Eh? Ah, benar! Haina lupa."

Haina baru saja mengangkat pinggulnya dari kursi ketika pintu kelas tiba-tiba saja menggebrak terbuka. Seorang pria berumur 30 tahun berjalan rusuh ke arah meja guru yang sudah kosong. Dia adalah guru fisika kami. Robin Hood... bukan! Aduh. Sepertinya aku terpengaruh perkataan Haina tadi.

Dia adalah guru fisika kami. Pak Robin. Mungkin namanya mirip orang barat, tapi dia tulen turunan Asia Tenggara.

Kulihat semua orang terdiam atas kedatangan Pak Robin yang cukup mendadak ini. Beliau sudah pernah masuk ke kelas ini, dan aku yakin dia bukanlah jenis orang temperamental.

Jadi kenapa?

Kenapa dia terlihat begitu buru-buru?

Barulah saat itu kusadari penampilan Pak Robin yang agak berantakan. Dia mengenakan kemeja abu yang agak kusut. Kerah bagian belakangnya terlipat ke atas sedikit. Kumis dan jenggotnya memang tercukur rapi, tapi bibirnya tampak kering dan pecah-pecah.

Masih dalam posisi berdiri, Pak Robin mengeluarkan buku paket fisika-nya, memilah halamannya dengan cepat, lalu kembali memasukannya ke dalam tas. Hal yang sama juga terjadi pada buku LKS-nya, hanya saja, buku itu tak dimasukkan kembali ke dalam tas.

Secangkir NanahNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ