Mua : Bagian Dua Belas

127 6 0
                                    

Hari ini adalah hari kepulangan Papa dan Mama setelah tiga hari keluar kota untuk urusan bisnis. Hari ini juga tepat hari ulangtahun Papa. Setiap tahun Adrian dan Arinda akan memberikan kado spesial untuk Papa. Kado yang terkadang sering diluar dugaan. Seperti kali ini, Adrian memberi Papa alat pencukur janggut sedang Arinda membeli sepasang kaus kaki sport.

"Wah, anak-anak Papa," ucap Papa senang mendapat kado dari dua anak tersayangnya. Meskipun sederhana namun makna dan sang pemberilah yang diharapkan oleh Papa.

Kali ini ulangtahun Papa diadakan di sebuah restoran mewah di lantai delapan sebuah hotel di Bandarlampung yang bernama hotel Arcadian. Mereka memilih ruangan khusus agar privasi mereka tidak diganggu. Bukan hanya keluarga kecil Hananta yang ikut merayakan ulangtahun Papa namun Bi Ani pun diajak kemari. Mama selalu berkata jika Bi Ani juga termasuk bagian dari keluarga bukan lagi asisten rumah tangga, oleh sebab itulah Bi Ani bersedia bekerja selama belasan tahun dengan keluarga Hananta.

"Jadi gimana dua anak saya ini, Bi?" tanya Mama pada Bi Ani.

"Oh nganu, Den Aran sama Non Ririn ini ya baik, gak pecicilan," ucapnya.

"Aran sama Ririn kok gak pecicilan, Bi. Mereka itu kan udah kayak Tom sama Jerry," ledek Mama sambil menyenggol lengan Papa agar menambahkan.

"Bener. Mereka itu kan gak pernah ngelewatin satu haripun tanpa berisik."

"Iih, gak. Aku gak pecicilan, Adrian tuh," tuding Arinda pada Adrian

Adrian tentu saja tidak mau disalahkan. "Eeeh enak aja, lo juga kali."

Dan kembalilah mereka beradu mulut. Papa, Mama dan Bi Ani yang memandang itu hanya bisa geleng-geleng kepala seraya menyantap makanan pencuci mulut.

Setelah satu jam berlalu, Mama dan Papa sudah terhanyut dengan alunan musik klasik hingga keduanya hanya sibuk dengan berdansa. Sedang Bi Ani nampak kelelahan dan tertidur di salah satu sofa. Arinda yang melihat Papa dan Mamanya itu berdansa tersenyum senang, meskipun kedua orangtuanya sering kali keluar kota, karena Papa yang memiliki bisnis di Surabaya itu, tapi mereka tetap memerhatikan anak-anak mereka. Membuat jadwal pergi bersama, ntah itu ke pantai, kebun binatang ataupun keluar kota. Hal itu membuat Arinda tidak merasakan kekurangan dalam hal kasih sayang.

"Ran, wc di sini di mana ya?" tanya Arinda beberapa saat setelah dia merasakan ingin buang air kecil.

"Mana gue tau," jawab Adrian jutek. Dia kembali menatap ponselnya.

Arinda berdecak sebal lalu segera keluar dari ruangan itu dan bertanya pada salah satu pekerja restoran di mana letak toilet berada.

Arinda becermin di depan wastafel, merapikan rambut dan dandanan yang sekiranya kurang rapi. Karena hari ini adalah hari spesial maka Mama pun mendandani Arinda sedikit berbeda, kali ini dia mengenakan dress abu-abu selutut dengan lengan terbuka, wajahnya dipoles dengan make up tipis. Setelah dirasa rapi, Arinda beranjak keluar dari toilet, bersamaan dengan itu seorang cowok juga keluar dari toilet laki-laki. Cowok itu melihat Arinda dan segera menyapa.

"Arinda, ngapain di sini?"

Arinda sedikit terkejut melihat Eza. "Eh, gue lagi ada acara."

"Acara apa?" Eza berdiri di sebelah Arinda. Keduanya berjalan perlahan.

"Acara keluarga, ulangtahun Papa."

"Gitu," Eza manggut-manggut. "Lo cantik hari ini," pujinya begitu melihat penampilan Arinda yang sedikit berbeda.

"Thanks."

"Beruntung banget kan gue bisa ngeliat lo...," Eza menggerakkan satu tangannya naik turun. "tampil beda kayak gini, biasanya kan ya..."

Matahari untuk Arinda ✔️Where stories live. Discover now