Istri

15.8K 680 7
                                    

Sudah tiga bulan aku kembali menyandang status sebagai istri Airlangga Dirgantara, ia sangat menyayangi Satria dan mau menerima kedua anakku yang lainnya. Aku masih terus melanjutkan terapiku dengan Isyana.

Ayah memang mengizinkan kita untuk rujuk dengan syarat aku tetap tinggal bersama Ayah. Kak Angga tetap bekerja di Bogor dan pulang setiap akhir pekan. Dan sekarang aku sedang menunggu kepulangan suamiku itu.

Mungkin kita sama-sama bodoh karena tak menyadari perasaan sendiri, karena itulah kita berpisah. Tapi aku bersyukur karena hal itu aku bisa bertemu Cakra dan Riana. Tak ada waktu untuk menyesali masa lalu, sekarang aku sibuk menyembuhkan traumaku dan menumbuhkan cinta antara kita.

Sebuah mobil masuk ke area pekarangan rumah, anak-anak sudah berlarian keluar melompat ke Ayahnya minta digendong.

"jangan gitu dong sama Ayah dia kan baru pulang, Ayah pasti cape!"

"kalo gitu kita pijitin" ucap anak-anakku serentak

Kak Angga memang sering meminta dipijiti anak-anak, tapi kalo Ayah lihat dia akan langsung dimarahi, eksploitasi anak katanya. Ayah memang masih bersikap culas pada Kak Angga, tapi Kak Angga selalu mencoba meraih hati Ayah. Entah telah menghilang ke mana monster es itu, sekarang Kak Angga menjadi orang yang lebih hangat.

Kak Angga duduk menselonjorkan kakinya di karpet sambil bersandar pada sofa depan tv. Aku membuatkan kopi untuknya. Anak-anak memijiti badan Kak Angga, padahal seharusnya itu menjadi tugasku sebagi istri. Aku juga tidak pernah mencium tangan Kak Angga ketika ia tiba di rumah, seperti istri lainnya. Bahkan ada dua tempat tidur di kamarku, aku masih belum bisa satu ranjang dengan kak Angga. Aku jadi teringat perkataan Oki, jika orang yang menikah denganku adalah lelaki yang naas.

Menjelang malam kedua orang tuaku tiba di rumah, Ibu mengurus coffeshopnya yang tentu ramai di akhir pekan kemudian dijemput oleh Ayah yang tetap bertugas di rumah sakit.

Kita makan malam bersama, Riana belajar makan sendiri, kasihan juga ia yang sering dimarahi kakak-kakaknya jika minta disuapi. Kak Angga menuangkan air ke gelas Ayah dan Ibu.

"gak usah cari perhatian kamu" Ayahku tetap saja keras, walau bagaimanapun usaha Kak Angga untuk meluluhkannya.

Aku salut dengan Kak Angga yang sangat bersungguh-sungguh berusaha di depan Ayah, dia tak pernah menyerah juga begitu sabar menungguku.

Sebelum tidur aku mendapat pesan dari Oki

'selamat malam Istri Pak Direktur

dah sembuh lom nih?

kapan gue punya ponakan?' begitulah isi chatnya

'ponakan? sembarangan aja lu

kapan lu jadi adik gue?' aku tertidur setelah membalas pesan Oki.

***

Hari sudah pagi dan kita sarapan bersama

"Ibu sama Ayah kerja biarpun weekend. Cuma aku doang deh yang diem di rumah"

"kamu manfaatin dong waktu ini buat ngurus anak-anak, waktu masih kerja kan Indri yang sering ngurusin mereka. Nanti mereka lebih deket ke Indri loh" jawab Ibuku

"Kalo kamu mau kerja, kamu cuma boleh jadi sekretaris aku" Kak Angga bicara sambil menaik turunkan alisnya

"gak akan pernah saya izinin" sudah bisa ditebak jawaban Ayah akan seperti apa, padahalkan Kak Angga hanya bercanda. Dari mana Kak Angga belajar candaan macam begini, pasti Pak Aldo.

"ya gak mungkin Yah, mana ada sekretaris lulusan sekolah teknik"

"mm, Yah aku mau izin buat ajak Lina jalan-jalan ke Puncak bareng sepupu-sepupuku minggu depan" Ayah hanya mengangguk

"Ayah ngizinin?" Kak Angga bertanya lagi tak yakin

"hn.. Bu, ayo kita berangkat. Kamu hati-hati bersama dia" wajah Ayah menunjuk Kak Angga


SkinshipWhere stories live. Discover now