[DUA PULUH LIMA]

16K 1.1K 80
                                    

Kepala Adina masih terasa sakit akibat alkohol. Angkasa pun menuntun Adina saat jalan agar gadis itu tidak tersungkur jatuh. Kini mereka berdua tengah berjalan menuju hotel Adina. Adina menolak untuk menginap di hotel Angkasa dan Angkasa menyerah meminta Adina untuk menginap di hotelnya saja. Angkasa tidak mau mengatakan yang sebenarnya lalu membuat Adina khawatir.

"Besok pagi kan bisa balik ke sini kalau kamu masih ngotot pengen pulang bareng rombongan. Emangnya kenapa sih balik ke Indonesia-nya nggak sama aku aja? Liburan kita kan masih panjang," ujar Angkasa yang masih mencoba membujuk Adina.

"Uang aku udah abis buat oleh-oleh. Aku nggak ada duit lagi buat beli tiket," ucap Adina sambil melepas rangkulan Angkasa karena sekarang mereka sudah berada tepat di depan hotel.

"Apa gunanya aku? Aku kan bisa beliin kamu tiket."

"Kamu itu pacar aku bukan ATM aku. Udah ah! Kamu balik gih sana! Aku pengen tidur. Capek banget." Adina merilekskan lehernya yang terasa begitu kaku. Ia butuh kasur empuk untuk merebahkan tubuhnya.

"Kenapa kamu nggak nawarin aku nginep aja?"

"Aku lagi mabuk. Masa mau nginep bareng kamu? Entar kalau kamu ngapa-ngapain aku terus aku terima-terima aja gimana? Aku berangkat ke Paris baik-baik aja dan aku maunya balik ke Indonesia baik-baik juga. Udah gih sono balik!"

Angkasa begitu khawatir meninggalkan Adina sendiri. Namun akan terlihat mencurigakan kalau ia memaksa Adina. Ia ingin Adina tidak mengetahui bahaya apa yang ada di belakangnya sekarang. Angkasa memutar otaknya untuk mencari ide cemerlang untuk menjaga Adina dari kejauhan.

Adina pun memeluk Angkasa sebagai pelukan perpisahan. "Kamu jangan khawatir. Besok pagi aku hubungin kamu deh." Lalu sebuah ciuman mendarat di pipi Angkasa.

Adina melambaikan tangannya. Walaupun sedikit terhuyung, ia tetap melangkah masuk ke dalam hotel. Ia sedikit mempercepat langkahnya agar bisa masuk ke dalam lift. Kepalanya masih terasa berat dan ia pun menyenderkan kepalanya di dinding lift sambil menunggu lift tiba di lantai kamar hotelnya.

Dentingan lift disusul dengan pintu lift yang terbuka menyadarkan Adina yang memejamkan matanya karena mengantuk. Adina melangkahkan kaki ke luar dari lift menuju pintu kamarnya. Ia mencari kunci kamarnya di dalam tas. Namun ia sedikit kesulitan mendapatkannya karena kepalanya terasa begitu pusing. Sedikit frustasi, Adina pun mendorong pintu kamarnya yang ternyata tidak terkunci. Ia sedikit keheranan namun ia tidak mau ambil pusing. Buru-buru ia berlari ke kasur dan membaringkan tubuhnya.

Adina menghela napas akhirnya bisa bertemu dengan kasur yang empuk. Perjalanan yang berat dan pertemuan dengan Angkasa yang tidak terduga juga cintanya dengan Angkasa yang sudah resmi membuat tubuhnya terasa begitu lelah namun bahagia. Adina tersenyum dan memejamkan matanya untuk menuju ke alam mimpi. Saat Adina sudah akan masuk ke alam mimpi, suara pintu yang tertutup dengan keras menarik pendengaran Adina. Adina langsung terduduk karena kaget. Setelah suara pintu, suara pecahan kaca terdengar menyusul.

***

Nevan tersadar dari tidurnya dan begitu khawatir karena tidak melihat keberadaan Adina di sebelahnya. Buru-buru Nevan pergi mencari keberadaan Adina. Kesana kemari ia mencari Adina dan khawatir sesuatu akan terjadi kepada gadis itu.

Sherin bisa saja beraksi malam ini dan Nevan harus menggagalkan rencana Sherin. Nevan tidak ingin sesuatu hal terjadi kepada Adina dan Nevan tidak ingin Sherin menjadi seorang pembunuh.

Nevan berlari dengan cepat dan tujuan akhirnya adalah ke hotel tempat mereka menginap. Nevan terkejut saat mendapati Angkasa yang berada di depan gedung hotel. Ia memang tidak mengenal Angkasa, namun ia tahu kalau itu Angkasa. Tidak peduli dengan hubungan mereka yang belum saling kenal, Nevan langsung menghampiri Angkasa.

BOYFRIENDUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum