[EMPAT]

18.8K 1.4K 33
                                    

Pertandingan basket yang cukup ramai penonton. Padahal ini bukan ajang nasional. Hanya pertandingan basket iseng-isengan yang dilakukan oleh anak-anak fakultas teknik.

Ramai karena anak-anak fakultas teknik terkenal dengan banyaknya cowok-cowok ganteng. Jadi, para mahasiswi yang memiliki gebetan atau pacar atau sedang menarik perhatian para mahasiswa teknik itu mulai memenuhi lapangan basket indoor kampus yang kebetulan berada di fakultas teknik itu sendiri.

Kepala Adina terasa sakit. Seseorang seperti meletakkan benda yang berat di atas kepalanya. Suara teriakan histeris semakin memperburuk keadaan sakit kepalanya. Ya... Adina memutuskan untuk menonton pertandingan basket tersebut. Setelah ia harus berjuang mencari angkutan umum di tengah derasnya hujan di luar sana.

Angkasa memang sangat jago basket. Entah sejak kapan, mungkin sejak pemuda itu berada di bangku SMP. Adina tidak tahu pasti karena Angkasa tidak pernah bercerita soal dirinya.

Adina memilih untuk duduk daripada mengikuti penonton lainnya yang berdiri sambil lompat-lompat dan berteriak mendukung tim favorit mereka.

Tubuh Adina sudah terasa lemas. Ia bahkan sudah tidak sanggup lagi untuk duduk. Saat ini ia ingin membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Dunia terasa berputar. Kepalanya sangat sakit.

"Din! Lo kenapa?" tanya Gala anak jurusan psikologi juga yang kebetulan duduk di sebelah Adina.

Adina menggeleng walaupun ia tidak sanggup untuk menoleh sedikit ke arah Gala.

"Nggak gue nggak pa-pa!" Jawab Adina sok tegar padahal saat ini ia ingin pingsan.

"Lo pucet banget! Gue anterin balik ya!" Gala tanpa meminta persetujuan Adina sudah langsung merangkul Adina untuk keluar dari lapangan indoor.

Untung saja apa yang dilakukan Gala tidak menarik perhatian orang banyak. Mereka terlalu bersemangat menonton pertandingan basket yang seru. Angkasa juga tidak menyadari kepergian Adina.

Sampai kemudian, saat waktu berhenti dan menyatakan jika tim Angkasa menang, Angkasa menoleh ke kursi yang sudah ia pilihkan untuk Adina. Kursi itu kosong. Adina tidak ada di sana.

***

"Gila! Gue nggak nyangka kalau penontonnya bakalan sebanyak ini. Cewek-cewek pada histeris liat lo main, Sa!" Dimas menepuk bahu Angkasa yang tengah meneguk air kemasan yang disediakan di pinggir lapangan.

"Angkasa kentut terus aromanya bikin pingsan satu lapangan juga pun cewek-cewek bakalan masih tetep ngejer-ngejer dia. Memang ya! Fisik itu segalanya!" ucap Raka yang kini sudah duduk selonjoran sambil menyeka keringat di wajahnya.

Angkasa tidak menanggapi ucapan teman-temannya. Ia kini tengah sibuk menghubungi Adina yang tiba-tiba ponselnya tidak aktif. Angkasa berdecak lalu kembali menghubungi Adina tanpa menyerah.

"Kalian pada liat Adina nggak, sih? Gue hubungin dia nggak aktif-aktif hapenya," ucap Angkasa.

"Lah, bukannya tadi dia nonton ya di barisan paling depan?" tanya Niko keheranan. Pemuda itu mengalihkan tatapannya ke kursi yang sudah Angkasa sediakan untuk Adina.

Angkasa mengangguk. "Waktu awal pertandingan dia dateng. Terus tengah-tengah pertandingan dia masih ada. Waktu udah kelar dia malah ngilang gitu aja."

"Diculik penunggu gedung ini kali," celetuk Dimas.

Niko memukul kepala bagian belakang Dimas. "Bego! Percaya yang begituan!"

Angkasa masih berusaha untuk menghubungi Adina yang tiba-tiba menghilang. Ia juga sempat bertanya kepada para penonton pertandingan yang kebetulan lewat di hadapannya.

BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang