[DELAPAN BELAS]

16.8K 1.1K 81
                                    

Angkasa dan Samudra saling bertatapan. Sejak 15 menit yang lalu, belum ada satu pun yang mengeluarkan satu patah kata. Keduanya hanya saling bertatap dan membiarkan makanan yang ada di hadapan mereka menjadi dingin dan tidak lezat lagi. Biarkanlah! Lagi pula tujuan mereka ke sini bukan untuk menyantap makanan yang lezat sambil bercengkrama menanyakan kabar satu sama lain.

Samudra memutuskan untuk bertemu dengan Angkasa. Benar, kesalahpahaman ini harus segera diselesaikan. Bagaimana pun juga mereka adalah saudara. Samudra tidak berharap Angkasa akan memaafkannya setelah pertemuan ini. Ia hanya ingin meluruskan sesuatu. Ia tidak peduli dengan apa yang akan Angkasa lakukan. Ia berusaha agar Angkasa tetap berada di tempat dan tidak pergi sebelum ia selesai menyelesaikan kesalahpahaman ini.

"Gue nggak bakalan berbasa-basi nanyain kabar lo karena itu cuma buang-buang waktu doang." Samudra akhirnya membuka pembicaraan.

"Dengan lo yang sejak tadi diam dan belum membuka pembicaraan, lo udah buang-buang waktu gue yang terlalu berharga buat nemuin orang kayak lo!" Angkasa berdesis tidak suka. Ia memilih menegak air putihnya.

Samudra menghela napas. "Gue mau bahas soal Bintang."

"Oh? Gue pikir bakalan bahas tentang Adina."

"Adina juga."

Wajah Angkasa mengeras. "Apa mau lo?"

"Malam itu gue ke klub bareng sama temen-temen gue. Gue pikir dengan kesana bakalan bisa menghalau pikiran gue yang kalut karena harus berpisah dengan Bintang sebagai sepasang kekasih. Gue sayang sama Bintang. Gue cinta sama Bintang. Gue pengen mempertahankan Bintang. Tapi waktu itu gue cuma bocah 17 tahun yang belum punya kekuataan apa-apa buat ngelawan Kakek. Jadi gue memilih buat pergi meninggalkan Bintang. Terserah kalau lo mau bilang gue pengecut atau apa-"

"Dari dulu gue udah mengakui kalau lo seorang pengecut!" potong Angkasa.

Samudra mengabaikan ucapan Angkasa dan melanjutkan penjelasannya. "Gue minum alkohol di sana. Itu pertama kalinya gue cobain cairan yang ternyata bikin kecanduan dan bikin hilang akal sehat. Gue nggak tahu gimana awalnya, gue pun berakhir dengan perempuan murahan di ranjang. Saat itu gue seratus persen dipengaruhi oleh alkohol."

Angkasa memang tidak pernah mendengar cerita ini sebelumnya. Dari awal ia berasumsi kalau Samudra dengan sengaja menghancurkan hati Bintang dengan menyewa perempuan jalang dan melakukan hal yang tidak patut di hadapan Bintang. Angkasa pikir semua itu kesengajaan. Ia cukup kaget kalau ternyata selama ini ia salah paham.

"Gue pengen kasih tahu lo tentang keadaan gue malam itu. Tapi tatapan benci lo ke gue buat gue mundur. Gue sadar, Bintang orang yang paling berarti di hidup lo. Dan lo nggak akan semudah itu menerima kepergian Bintang. Apa yang bakalan gue omongin menurut lo hanya karangan gue buat membela diri. Gue berani sumpah kalau gue nggak boong. Malam itu gue benar-benar nggak sadar dengan apa yang gue lakuin."

"Oke! Jadi, mau lo apa sekarang? Dapet permintaan maaf dari gue?"

"Gue tahu nggak akan semudah itu. Gue juga nggak berharap lo maafin gue. Gue kesini cuma pengen menjelaskan apa yang harusnya gue lakuin sejak dulu. Sekali lagi gue kasih tahu ke lo, gue sayang sama Bintang. Bintang pusat kehidupan gue. Dan disaat Kakek tahu hubungan gue sama dia, gue bener-bener takut kehilangan Bintang. Dan ternyata, gue malahan kehilangan dia selama-lamanya."

"Lanjut soal Adina." Angkasa memilih untuk pengalihan topik Bintang ke Adina. Ia tidak bisa berpikir jernih sekarang. Mungkin ia akan menyimpan semua perkataan Samudra di otaknya lalu memilih memikirkannya nanti. Lagi pula semuanya sudah menjadi masa lalu. Lebih baik membahas tentang masa sekarang.

"Gue tahu lo nggak cinta sama dia."

Ucapan Samudra membuat wajah Angkasa kembali mengeras. Tangannya terkepal ingin meninju wajah pria di hadapannya ini. "Tahu apa lo tentang perasaan gue?"

BOYFRIENDWhere stories live. Discover now