[LIMA BELAS]

16.9K 1.1K 67
                                    

Langit mendung menemani Adina dalam kegalauannya. Air mata sedari tadi tidak berhenti mengalir. Derasnya air mata Adina seperti derasnya hujan di luar. Meyvi takut kalau-kalau air mata Adina bisa membanjiri ibu kota.

"Angkasa brengsek! Bajingan! Benci Angkasa! Brengsek!"

Adina tidak pernah berhenti mengumpat Angkasa. Sungguh, ia ingin menampar dan memukul Angkasa berkali-kali saat ini juga. Emosinya memuncak dan ia tidak bisa mengendalikan emosi tersebut. Bantal di atas kasur menjadi sasaran. Meyvi tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa memperhatikan dari tempat ia duduk.

Bagaimana Angkasa bisa melakukan hal sejahat ini kepadanya? Menerbangkannya ke langit ketujuh dengan kata-kata sayang dan perilaku yang begitu manis. Lalu mendorongnya ke dasar bumi dan tidak peduli akan kesakitan yang Adina rasakan. Memberikan Sherin bunga dan masih berhubungan dengan Sherin? Apa yang lebih bajingan daripada itu semua?

Menjadi kekasih Angkasa selama 2 tahun ini membuat Adina benar-benar muak. Saat ini ia ingin menemui Angkasa dan berteriak putus ke arah pemuda itu. Namun Adina tahu, ia tidak akan seberani itu menghadapi Angkasa.

Ketika tangisannya sudah mulai mereda. Meyvi pun mendekat untuk menenangkan.

"Gue kurang apa Mey?" tanya Adina.

Meyvi meringis melihat penderitaan yang begitu kentara di mata Adina. Beberapa waktu yang lalu, Adina merasa kalau ia tidak membutuhkan Angkasa di hidupnya. Angkasa dengan perempuan lain toh hidup dia masih baik-baik saja. Namun sekarang semua berbeda. Meyvi tahu dan sangat tahu kalau perlahan rasa untuk Angkasa itu muncul. Adina sudah mencintai Angkasa. Tanpa Adina mengakui, Meyvi sebagai sahabat Adina sejak lama, sangat tahu apa yang dirasakan Adina kepada Angkasa.

"Angkasa sukanya sama cewek yang bisa muasin dia di ranjang. Lo nggak berhak ngeluarin air mata berharga lo buat cowok bajingan kayak Angkasa. Kemana Adina yang kebal ngeliat Angkasa dengan selir-selirnya?"

Adina masih sesenggukan. Meyvi memberikan air putih untuk Adina.

"Mey, kenapa sekarang gue lemah banget ngadepin Angkasa?" Adina menyadari kebodohannya setelah meneguk segelas air putih. Ia tidak pernah menangisi Angkasa dengan perempuan mainannya seperti ini.

Meyvi kembali meringis. "Tragis, Din. Lo jatuh cinta sama dia."

Untuk beberapa saat Adina terdiam untuk mencerna ucapan Meyvi. Selanjutnya ia mengingat obrolannya dengan Niko. Dan Adina mengangguk membenarkan ucapan Meyvi.

"Bego! Seharusnya gue nggak nyampe sejauh ini," ujar Adina menghapus jejak air mata di wajahnya. "Apa yang harus gue lakuin?" Adina menatap Meyvi.

"Hapus rasa cinta lo buat Angkasa. Lo tahu, kan, Angkasa bukan orang yang pantes ngedapetin cinta lo. Jadilah Adina yang dulu, Adina yang kebal dengan segala pesona Angkasa."

Adina mengangguk menuruti ucapan Meyvi. Benar! Angkasa tidak berhak mendapatkan cintanya. Rasa cinta harus diberikan kepada orang yang tepat. Angkasa dengan segala kebrengsekannya, tentu bukanlah orang yang tepat untuk Adina.

***

Bola basket dengan sempurna masuk ke dalam ring. Dimas mengerang kesal karena gagal menghalau Angkasa. Sementara Angkasa bertos ria bersama Niko. Two by two, Angkasa dengan Niko dan Dimas dengan Raka.

"Tumben lo nggak ajak Adina?" tanya Raka sambil melemparkan sebotol air mineral dingin ke arah Angkasa.

Angkasa tidak menjawab dan kemudian meneguk air kemasan tersebut.

"Ya! Bener banget! Biasanya lo suruh Adina dateng lihat lo main basket walaupun cuma sekedar main-main biasa kayak gini," ujar Dimas.

"Atau lo udah mulai bosen sama Adina karena udah terlalu asyik sama Sherin? Memang, sih, Adina kalah bohay sama Sherin. Tapi cewek kayak Sherin nggak pantes dapet posisi pertama," ujar Raka.

BOYFRIENDWhere stories live. Discover now