[DELAPAN]

19.8K 1.4K 110
                                    

Semalam Adina sangat ingat kalau ia tertidur di atas sofa di depan TV. Namun pagi ini, ia terbangun di sebelah Angkasa dengan Angkasa yang melingkarkan tangannya di perut Adina. Memeluk Adina dengan begitu erat seolah tidak ingin Adina bergerak jauh satu sentimeter pun.

Adina mengumpulkan nyawanya sambil menghela napas. Ia tidak bergerak sedikit pun karena ia tidak mau Angkasa terbangun. Kini, ia memperhatikan wajah Angkasa yang tengah tertidur.

Wajahnya tenang. Aura kegalakannya tidak terlihat sama sekali. Sedikit rambut-rambut gondrongnya menutupi wajah sebelah kanannya. Dengkurannya terdengar halus. Angkasa nampak kelelahan.

Adina lebih menyukai Angkasa yang tertidur daripada Angkasa yang bangun dan sering memperlakukannya dengan kasar. Semoga saja hari ini Angkasa tidak memperlakukannya dengan kasar. Kalau tidak ingin Angkasa menjadi kasar, yang Adina harus lakukan adalah menurut seperti anak anjing.

Hari-harinya yang kemarin sudah cukup berat untuk dijalani. Angkasa membuatnya sangat kecewa walaupun itu juga kesalahannya karena terlalu berharap lebih kepada Angkasa.

Kemudian perkataan kasarnya yang mengatakan kalau ia adalah perempuan murahan, membuat Adina sangat marah dan ingin membentak Angkasa. Namun semua kekuatannya mendadak hilang saat Angkasa memberikan tatapan tajam yang menusuk.

"Kamu udah bangun?" Suara serak Angkasa mencapai telinga Adina. Adina menoleh untuk menatap Angkasa yang sedang berkedip-kedip menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

"Baru bangun."

Angkasa menguap besar lalu mengeratkan kembali pelukannya. Kini posisi tubuh Adina sangat dekat dengan tubuh Angkasa.

Satu kecupan mendarat di bibir Adina. Mata coklat terangnya menatap mata hitam Adina dengan sebuah keseriusan di dalamnya.

"Aku nggak bakalan minta maaf soal tadi malam. Karena kamu dengan mudahnya pulang sama cowok lain. Aku peringatin ke kamu jangan pernah ngulangin hal yang sama lagi!" Kemudian Angkasa mengakhiri peringatannya dengan melumat bibir Adina beberapa menit tanpa balasan dari Adina.

Adina hanya bisa bungkam dan menuruti apa yang diinginkan Angkasa. Angkasa tidak akan pernah meminta maaf. Untuk yang satu itu mungkin perlu dicatat. Bisa dihitung berapa kali Angkasa mau meminta maaf atas kesalahannya.

Dan untuk kejadian semalam, tidak ada permintaan maaf yang bisa masuk ke dalam hitungan.

***

Niko memperhatikan Adina dan Meyvi yang tengah mengobrol di bawah pohon beringin tepat di depan kelas kedua perempuan itu. Lalu Niko berjalan mendekat dan menyapa keduanya.

"Hey!"

"Ngapain lo kesini?" tanya Meyvi.

"Yaelah sensi amat sih lo Mey tiap ketemu gue. Ya gue pengen ngobrol-ngobrol lah sama kalian berdua." Lalu Niko duduk di sebelah Adina.

"Sepupu lo itu mana?" tanya Meyvi dan yang dimaksud adalah Angkasa.

"Masih ada kelas," jawab Niko lalu ia berdehem dan melirik Adina yang duduk di sebelahnya. "Lo abis ngapain Angkasa, Din?"

"Hah?" Adina menatap Niko tidak mengerti.

"Dari pagi tadi gue lihat dia murung banget nggak banyak omong. Anak-anak udah pada manas-manasin dia buat ngelawan anak fakultas sebelah tapi reaksinya datar-datar aja. Gue yakin penyebabnya pasti lo."

Adina menghela napas. Mengapa jadi Angkasa yang murung? Seharusnya kan dirinya yang murung karena ucapan Angkasa yang begitu menyakitkan semalam.

BOYFRIENDजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें