[DUA PULUH TIGA]

15.8K 1K 123
                                    

"Mami? Mami bakalan tinggal di sini kan? Soalnya Luna sayang banget sama Mami. Mama Adina pasti nggak bakalan mau kalau tinggal di sini. Om Angkasa marah kalau Mama Adina tinggal di sini. Luna maunya Mami."

Ucapan polos yang keluar dari mulut Luna hampir saja membuat Kia menangis tersedu-sedu. Ia merindukan putri yang ia tinggalkan akibat keegoisannya di masa lalu. Jujur saja, ia ingin setiap hari seperti ini. Bertemu dengan putri cantiknya dan melihatnya berkembang menjadi anak yang pintar. Namun ia tahu kalau Samudra tidak akan memberikannya kesempatan untuk menikmati kebahagiaan itu.

Hanya elusan penuh kasih sayang ia berikan untuk Luna sambil memeluk gadis mungil itu. Demi apa pun, ia sangat menyayangi Luna. Bukan rencana awalnya untuk meninggalkan Luna seperti ini dan kehilangan kasih sayang dari seorang ibu. Namun mau bagaimana lagi. Penyesalan tidak akan merubah apa pun. Penjelasan yang akan ia buat pun akan terdengar seperti bualan. Bagaimana pun cap besar sudah menempel di tubuhnya kalau ia adalah wanita tukang selingkuh yang meninggalkan suami dan anaknya demi pria lain. Sudah terlambat untuk menyesali semuanya.

Luna pun terlelap saat Kia sudah menyelesaikan senandung nina bobonya untuk mengantarkan Luna ke alam mimpi. Sudah cukup larut dan ia harus kembali ke kontrakannya. Kia melangkah keluar dari kamar Luna dan menutup pintunya dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara yang dapat membangunkan Luna. Saat Kia menuruni tangga, Samudra duduk di atas sofa tengah menatapnya yang langsung membuat Kia gugup. Tatapan Samudra begitu ia sukai sejak dulu. Tapi sekarang sudah berbeda. Rasanya sudah tidak sama lagi.

"Mau balik ke kontrakan?" tanya Samudra masih tetap dalam posisinya. Duduk dengan santai sambil melipat kedua tangannya di dada.

Kia mengangguk. "Besok aku shift pagi."

"Biar aku antar."

Kia tidak menolak karena Samudra sudah melangkah terlebih dahulu ke luar rumahnya. Samudra masuk ke dalam mobil dan Kia pun terpaksa ikut masuk ke dalamnya. Memang beberapa waktu ini mereka sering semobil bersama. Tapi biasanya akan ada Luna yang mencairkan suasana. Jika berdua seperti ini, rasanya sangat canggung.

Keheningan yang membosankan. Hanya terdengar sayup-sayup suara penyiar radio yang sedang membacakan tweets kiriman dari pendengar radio setia mereka. Sesekali Kia melirik ke arah Samudra. Tidak banyak berubah dari Samudra. Hanya ketampanannya yang semakin terlihat setiap harinya dan juga tentu sifatnya yang berubah drastis kepada dirinya. Tidak ada perlakuan romantis lagi untuk Kia. Kia menunduk dan menghela napas. Sebenarnya, apa yang sedang ia harapkan? Meminta si bisu untuk berbicara? Atau meminta si buta untuk melihat?

"Udah berapa lama kamu kerja di restoran itu?" Pertanyaan Samudra menyelamatkan situasi yang hening mulai sedikit bersuara.

"Belum genap satu tahun. Aku pelayan yang pindah-pindah dari satu restoran ke restoran yang lain," jawab Kia.

"Kenapa harus pelayan? Kenapa nggak jadi model lagi seperti dulu?" tanya Samudra.

"Orang-orang bakalan lebih mudah cari aku kalau aku masih di dunia model. Sebenarnya aku lagi nggak berminat untuk bertemu dengan orang-orang di masa lalu. Makanya aku sembunyi dan mencari pekerjaan yang aman sebagai pelayan. Beberapa dari mereka nggak ada yang mengenali aku," jawab Kia jujur.

"Termasuk tidak berminat untuk bertemu Luna dan aku?" Samudra tidak menatapnya. Tatapan Samudra masih lurus ke jalanan yang ada di depannya. Tapi efek besar di bagian dada Kia terlalu berlebihan. Ia akan nyaris pingsan jika Samudra benar-benar menatapnya dan menanyakan hal tersebut.

Jujur saja, Kia memang bersembunyi dari Samudra. Namun tidak dengan Luna. Ia berharap akan bertemu dengan Luna. Tidak peduli jika Luna tidak mengenalinya sebagai seorang ibu. Tapi takdir berkata lain. Kia dipertemukan dengan Samudra yang memberikannya jalan dan akhirnya bertemu dengan Luna yang ia rindukan.

BOYFRIENDWhere stories live. Discover now