[DUA BELAS]

18.5K 1.2K 108
                                    

Keheningan masih menyelimuti Adina dan Samudra. Hembusan angin yang sejuk dengan kicauan burung di atas pohon menemani kesunyian. Samudra masih menatap Adina menunggu pertanyaannya dijawab. Dengan sabar ia menunggu Adina yang nampak berpikir keras.

"Aku nggak tahu." Adina akhirnya menjawab dengan segala keraguan di dalam hatinya. Ia ingin cepat menyelesaikannya sebelum otak dan hatinya berperang hebat.

Samudra mengelus rambut Adina dengan lembut. Perlakuan yang membuat Adina merasa nyaman. Hal yang sama bisa Adina dapatkan jika ia berada bersama Angkasa.

Kembali otak dan hatinya berperang. Jadi, apakah selama ini ia bahagia bersama Angkasa?

Sudah cukup! Adina tidak ingin memikirkannya lagi.

"Aku harap, aku bisa baca seluruh pikiran kamu. Biar aku tahu apa yang harus aku lakukan. Untuk saat ini, aku tetap ngejar kamu."

Adina menatap Samudra. Matanya memancarkan keseriusan. Tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya.

"Terlalu singkat memang buat bilang kalau aku jatuh cinta sama kamu. Aku tertarik sama kamu, Din," ujar Samudra yang membuat Adina membeku di tempat.

Pernyataan cinta secara langsung. Sekarang semua sudah jelas bagi Adina. Samudra sudah tertarik dengannya. Adina tentu tidak bisa menghindar. Ia tahu kalau masalah besar akan segera menimpanya.

Samudra tersenyum mengerti. "Kamu nggak usah khawatir. Ini pernyataan dari aku doang. Aku nggak nuntut apa-apa dari kamu."

Samudra melihat ke arah arlojinya. Ia harus segera ke kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang sempat tertinggal karena ia ingin bertemu dengan Adina. Sebelum ia beranjak pergi, ia ingat pesan Luna yang meminta Adina untuk berkunjung ke rumah malam ini.

"Luna kangen banget sama kamu. Nanti malam aku jemput ya?"

Adina mengangguk. "Aku juga kangen banget sama Luna."

"Oke! Waktu ku udah habis. Aku balik ke kantor lagi, ya?" Samudra mencium kening Adina memberikan efek luar biasa di hati Adina.

"Hati-hati." Hanya itu yang bisa Adina katakan sambil menunduk menyembunyikan rona merah di wajahnya.

***

30 menit lagi sebelum Samudra menjemput dirinya untuk bertemu dengan Luna. Namun Adina belum bersiap-siap. Adina menghela napas karena Angkasa yang masih tertidur dan memeluknya dengan sangat erat membuat Adina tidak bisa bergerak tanpa membangunkan Angkasa.

Angkasa tentu tidak akan mengizinkan apabila ia tahu kalau ia akan pergi ke rumah Samudra.

Jam 3 sore, Angkasa ke rumahnya. Ia bilang ia malas kembali ke apartemen dan memilih sepulang kuliah ke rumah Adina saja. Angkasa hanya memainkan games di laptopnya. Sedangkan Adina melanjutkan tugas-tugasnya. Lalu, Angkasa terlelap tidur dan meminta Adina untuk menjadi bantal guling-nya. Tentu Adina tidak bisa menolak dan berakhir seperti ini.

Ia bahkan belum mandi sejak tadi. Padahal hari sudah malam dan Samudra mungkin saja sedang di jalan menuju rumahnya.

Adina bergerak-gerak sedikit berusaha keluar dari rengkuhan Angkasa. Ia berharap Angkasa tidak akan bangun. Namun ia salah, pemuda itu terbangun akibat pergerakan Adina. Wajahnya yang masih mengantuk, menatap Adina heran.

"Mau kemana?" tanyanya serak.

"Udah malem. Aku belum mandi."

BOYFRIENDOnde histórias criam vida. Descubra agora