Entah apa yang terjadi tapi aku balas tersenyum ketika Aiden juga tersenyum ke arahku.

Ya tuhan! Aku benar-benar sudah tidak waras sekarang! Batinku.

"Sungguh memalukan!"

Dan beberapa detik itu lenyap dalam sekejap karena perkataan Mrs. Carison.

Seisi ruangan tertawa. Tapi Aiden tetap tersenyum ke arahku. Kemudian aku mengangkat bahuku kepadanya.

Setelah itu aku ikut pura-pura tertawa bersama yang lainnya.

***

Hari ini aku tidak bertemu dengan Cassie sama sekali. Ia meneleponku bahwa dia dan Mark harus menjemput orang tua mereka dibandara.

Cassie memang pernah bilang bahwa orang tuanya sedang pergi keluar kota untuk suatu urusan. Aku hanya berharap bahwa orang tua Cassie adalah orang yang baik, tidak seperti kakaknya.

Mengingat hal kemarin dengan Mark saja aku sudah kesal.

"Tidak biasanya kau sendirian," ujar seseorang yang menghalangi jalanku.

Aku yang masih terpaku dengan layar ponselku langsung mendongak dan langsung tahu bahwa orang itu adalah Aiden.

"Sungguh? Mengapa aku harus selalu bersama seseorang? Kau kira aku lemah dan cewek yang suka bergantung dengan orang lain?" Perkataan yang tidak bagus untuk memulai suatu percakapan setelah beberapa lama kami saling acuh.

"Kau tidak merindukanku?" Aiden masih menghalangi jalanku.

Sungguh, apakah mungkin aku rindu padanya? Entahlah.

Walaupun iya, aku tidak akan mengutarakannya.

"Kau tidak menanggapiku. Itu artinya kau rindu padaku namun kau sedang mencari alasan yang terdengar menyakinkan bahwa kau tidak merindukanku sama sekali." Ia tersenyum lebar.

Apakah tiba-tiba ia bisa membaca pikiran?

"Lalu apa urusanmu tuan Arkwright?" Aku tak tahu mengapa aku selalu sinis terhadap Aiden.

Dia melirik keatas—pura-pura memikirkan sesuatu. "Aku tahu. Kita harus pergi," ujarnya. "Kau dan aku harus bersenang-senang bersama."

Aku tidak merasa yakin akan hal itu. Setelah semua hal yang terjadi dan kenyataan yang ia ketahui, mengapa Aiden masih menganggapku seorang cewek normal?

Aku menyilangkan lengan di depan dadaku. "Kau yakin? Kau tidak takut padaku? Kau tahu apa kata ter–bu–nuh kan?"

"Untuk apa aku takut terbunuh oleh perempuan secantik dirimu?" Aku merasa pipiku menjadi merah padam.

"Apakah kau ingin membunuhku Lisa?"

Aku tercenung. Bahkan aku tidak pernah berpikiran untuk membunuh seseorang dalam hidupku.

"Tentu saja tidak! Aku tidak akan pernah membunuh seseorang ataupun dirimu!" Suaraku meninggi dan tanganku bergetar.

Aiden tersenyum lalu mengenggam kedua tanganku.

"Kalau begitu aku percaya padamu Lisa."

***

Kami masih saling bertatapan selama beberapa waktu.

Aku tidak mengerti mengapa aku hanya diam saja dan malah menatap Aiden terus-terusan. Di dalam matanya aku tidak melihat tanda-tanda suatu yang menakutkan atau tanda-tanda ia akan membebaskanku dari kutukan ini.

Haruskah aku memberitahunya tentang dia yang bisa mematahkan kutukanku?

Itu akan membuatnya semakin takut padamu, dasar bodoh! Jawab batinku yang paling waras.

Immortal SoulWhere stories live. Discover now