Roh Jahat

9.3K 773 138
                                    

-Blu-

Mataku sayuku tertahan oleh pemandangan sekolah. Hari ini lebih suram dari biasanya. Langitnya mendung dan kelabu. Aku bahkan tidak bisa melihat warna bayanganku sendiri di tanah.

Sekolah sangat gelap, benar-benar seperti bangunan yang ditinggalkan. Papaku sedang diburu waktu dan tak bisa mengantarku memasuki sekolah. Jujur, ini terlalu mencekam. Aku takut berjalan sendirian ke kelas. Terlebih lagi, penjaga sekolah tidak menghidupkan semua lampu. Ini membuatku ngeri, hanya jalur yang kulalui inilah lampu-lampu dihidupkan-teras-teras kelas-.

Aku melewati pintu demi pintu dengan kaki gemetaran dan rasa takut mulai menyelimuti hatiku. Badanku sangat lelah dan lunglai, namun aku memaksakan kesadaranku agar aku tidak pingsan, "Hoaahm, s-hia-hl," suaraku terhalang tutupan tanganku. Semalam aku begadang dengan Lavina. Dan demi sneakers aku tidak mau jatuh ketiduran di jalan ini! Bisa saja aku diculik hantu! Terus berjalan, Blu!

Aku takkan selemas ini jika semalam kami tak menceritakan banyak lelucon dan menjadi sok bijak. Salah satu kalimat mengena dari Lavina yang masih berputar di kepalaku adalah 'There always be another way' begitulah bunyinya. Aku suka sekali kalimat itu.

Aku mencoba menghibur diriku yang ketakutan dengan mengingat-ingat lelucon dan kata-kata Lavina.

Waktu seakan berjalan lambat. Langkah-langkah kakiku bak adegan slow motion. Ini gelap. Seram. Kapan aku sampai ke kelas? Bunyi daun-daun yang bergesekan itu sungguh menggangguku. Tidak ada suara lain kecuali daun-daun kering yang bertabrakan dan deru angin di udara. Senyap langkahku diredam oleh sneakers karet yang kubeli dua minggu lalu dari Rubber Company. Hari ini aku memilih sneakers kuning supaya mataku fokus ke langkahku. "Akhirnya.." dengan ragu kuputar kenop pintu kelas dan memasukinya.

Sepi dan seperti ada yang janggal. Sekarang hanya suara samar gemerusuk daun-daun dan angin yang semakin menderu-deru kencang. Sangat jelas karena diriku sendirian di kelas... atau mungkin tidak, "Ng.." aku memperhatikan kursi kosong di pojok kiri itu, takut kalau-kalau ada yang muncul tiba-tiba. Setiap kilat menyambar, kelas menjadi terang dan aku selalu berbalik badan memperhatikan isi kelas. Aku yakin di belakang ada yang duduk di kelas ini selain diriku. Aku langsung bereaksi tiap ada pergerakan ataupun suara-suara aneh yang mungkin hanya diciptakan oleh kepalaku sendiri. Reaksiku bak orang sinting yang tak bisa berhenti celingukan.

Lambat laun, aku pun capek sendiri, dan sayangnya, tidak ada waktu bagiku untuk terus-terusan waspada, rasa lelah dan kantukku ini tidak bisa ditandingi, "Mungkin aku mhee..mang sendhi..ri.." gumamku yang terus-terusan menguap dan semakin menunjukkan ketidaksadaran. "Hoaahm!" Mendung hujan yang menaungi Ghostana Lent sangat mendukung rasa kantukku. Sejuk semilir anginnya memaksaku untuk memasuki alam bawah sadar. Aku pun tertidur.

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

...Terang sekali.

"....."

"Apa?.." ucapku.

"..ngun..."

"Hah?.." dia bicara apa?

"Ba..ngun.."

Aku terbangun dengan kaget karena suara gemercik deras hujan yang begitu keras.

Hujan.

Gelap.

Aku tidak bisa melihat apa-apa.

Oh tidak! Kenapa belum ada yang datang?!

Jantungku mulai berdegup cepat. Ini terlalu gelap! Aku takut! Aku panik dan berusaha mencari saklar lampu hanya dengan satu-satunya sumber cahaya yang terpendar dari pintu kelasku yang terbuka.

The Last BlueOn viuen les histories. Descobreix ara