Janji

8.2K 815 59
                                    

-Blu-

Kejadian mengerikan itu membuatku sulit memejamkan mata. Sesaat terpejam langsung terbuka lagi, terpejam, terbuka lagi, begitu seterusnya. Namun, akhirnya semalam aku berhasil tertidur juga setelah Lavina memutuskan untuk menemaniku tidur.

Aku membuka mataku. Lalu, menelusuri setiap sudut kamar mencari sosok Lavina. Ternyata dia sedang selonjoran di lantai kamarku. Menyadari bangunku ia pun mendongak, "Sudah bangun, Kak Blu?" Aku pun menjawab, "Sudah, kau bangun jam berapa?". Ia mengalihkan pandangannya ke langit-langit kamar, "Aku tidak pernah tidur.". "Semuanya begitu?" Tanyaku. "Ya, aku senang sekali melihatmu tidur, pulas sekali. Aku ingat dulu aku juga pernah tidur sangat pulas."

"Aku yakin, Lavina, suatu hari kau akan tertidur pulas."

"Benarkah? Di mana aku bisa tidur pulas?"

"Entah, perasaanku hanya bilang begitu."

"Wow, aku akan menantikan saat itu! Aku sangat lelah tapi tidak bisa tidur. Rasanya aku ingin sekali menutup mata dan masuk ke alam mimpi. Berpetualang dan bermain di sana!"

"Iya, dan aku akan ada di sana bermain bersamamu!"

"Yay! Janji?"

"Aku janji!"

Kami saling mengaitkan jari kelingking, simbol mengikat janji.

Suara omelan yang familiar terdengar dari bawah. Aku terperanjat dan dengan sigap melipat selimutku asal-asalan. "Aduh! Aku kan sekolah!!" Mama mencariku dan mengomel karena aku belum bangun. Aku lari menuruni tangga secepat kilat dengan Lavina di belakangku.

"Nah di situ kamu Blu, mau mandi dulu atau sarapan dulu?" Tanya Mama.

"Mandi dulu. Ma, tebak siapa ini di sebelahku?" Tanyaku penasaran apa Mama juga bisa melihat Lavina.

"Siapa?"

"Ada Lavina di sebelahku," aku menengok ke Lavina dan ia melambai-lambai ke Mama.

"Tidak ada siapa-siapa, ah," Mama lalu pergi ke dapur.

Belum puas, aku pun berjalan mendekati Papa yang tengah asyik membaca koran di kursi meja makan, "Ah, Papa! Tebak siapa ini di sebelahku?" Tanyaku dengan wajah meringis.

Papa menoleh, "Seorang gadis," jawabnya.

"Wah, benar, Papa bisa melihatnya?" Tanyaku dengan penuh semangat.

"Tidak, tadi Papa dengar kau menyebut 'Lavina' jadi, Papa kira itu nama seorang gadis."

"Jadi, Papa tidak melihat siapa-siapa?"

"Tidak."

Aku kecewa, ternyata cuma aku yang bisa lihat. Meski demikian, aku tidak mau menunjukan kekecewaanku ke Lavina. Jadi, aku tersenyum ke arahnya dan berkata, "Tidak apa, Lavina, habis ini aku akan ke sekolah, kau boleh main-main di sini. Tapi, jangan lupa syaratku semalam," ucapku bak kakak yang nenghibur adiknya yang belum sekolah. Lagipula aku juga kesepian hanya menjadi anak tunggal. Jadi, aku senang ada Lavina di rumah. "Baiklah, aku akan main di sini menunggu kau pulang," jawabnya.

Selesai mandi, sarapan, dan menyiapkan buku aku pun berangkat ke sekolah.

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

Sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan Beni. Akhirnya ketemu! Akan kujitak dia sekarang juga!

Aku mempercepat langkahku menyusulnya, ia sempat menengok dan ikut mempercepat langkahnya. Namun, aku tidak akan kalah. Aku mempercepat langkahku tiga kali lipat.

Hampir sampai! Rasanya kurang kalau hanya dijitak, aku akan menggetok kepala besarnya itu! Grr!

Merasa dalam bahaya, ia menambah kecepatannya. Sial! Ujung-ujungnya kami malah jadi kejar-kejaran.

"Beni!!!!!" Aku berlari mengejarnya.

"Mau apa kau, biru?!" Ia berlari dengan lincah sambil sesekali menengok ke belakang.

"Agh!! Kemari kau!!!" Aku mati-matian berusaha menghindari murid lain yang sedang berjalan.

"Tidak akan! Bweek!"

Ia mengejekku! Sialan! Hmm.. Kurasa aku punya ide. Saatnya melancarkan kemampuan drama queen-ku.

Aku berlari mendekati seseorang dan membuat ilusi mata seakan-akan aku menabraknya, "AW!!!!" Aku berteriak agar Beni menengok.

Dan akupun melakukan roll depan, "Aduduh, auw..." aku duduk tersungkur memegangi kakiku. Sial, rambut dan pakaianku jadi kotor.

Sukses, ia kini berlari ke arahku. Cepatlah kemari jenius.

"Aw, kakiku!" aku meringis.

Ia berjongkok dan memeriksa kakiku, "Hey, kakimu kenap--"

CTAK!
Satu pukulan mendarat di kepalanya.

"AKH!" Sekarang ia yang tersungkur.

"Kakiku baik-baik saja. Dah! Aku ke kelas duluan!" Kabur! Aku langsung melesat ke kelas.

Aku berusaha masuk kelas saat bel agar Beni tidak macam-macam denganku. Jadi, di sinilah aku sekarang-kantin-. Mengulur waktu sambil minum Figshake. Padahal masih pagi, tapi kantinnya sudah ramai.

Aku merasa diperhatikan. Mereka semua sepertinya menatap dan membicarakanku. Kenapa seperti diskriminasi warna mata ya?

Tiba-tiba seorang gadis bermata abu-abu menarik kursi di depanku dan mendudukinya. "Anak baru, hah?" Ucapnya dengan nada suara yang ditinggikan. Ia lalu meletakkan minumannya di atas meja dan menatap mataku intens. Pandangannya membuatku kikuk sehingga mataku mengalih-alihkan pandangan dari matanya yang er.. unik? Sebab matanya menyerap warna dari lingkungan sekitar.

"Ehm, iya, aku anak pindahan," jawabku dengan kikuk. Gadis itu mendekatkan kepalanya, "Kalian ini spesies langka, kah? Memangnya apa yang bisa dibanggakan dari mata biru?". Aku juga sebenarnya tidak tau mengapa banyak yang bertanya seperti itu dan juga aku tidak pernah tau keunggulan keluargaku, "Aku tidak tau," jawabku simpel. "Hha! hanya gembel biasa rupanya. Miris sekali, untung aku, Letra Tender Pirsch, lahir dengan mata abu-abu. Kau tau? Identitas keluargaku adalah konglomerat. Jadi, gembel sepertimu jangan coba-coba cari tenar di sini. Yang boleh tenar hanya aku dan teman-temanku. Gara-gara kau pindah ke sini, orang-orang jadi banyak yang membicarakanmu! Kau itu cuma orang biasa."

TENG..! TENG..! TENG..!

"Ingat itu!" Ia menunjuk diriku dengan jari telunjuknya yang lentik dan berlalu begitu saja meninggalkanku.

"Cih, siapa peduli?" Menggelikan sekali! Untung saja aku tidak sekelas dengannya. Lihatlah! Apa yang ia tempelkan di kuku-kukunya? Butiran-butiran emerald? Menggelikan! Ada ya orang yang menaruh emerald di kukunya? Dari atas sampai bawah dia memang terlihat konglomerat. Rambutnya warna perak, anting di hidung, pakaian aneh dengan warna golden, gelang-gelang kaca yang tipis, sneakers mahalan yang kuimpikan. Tapi, dia itu.. ber-le-bih-an banget! Tapi, dia keren.

Apa aku kelamaan melamun ya? Kantinnya sampai sepi begini? Eh, ada petugas kebersihan..

"Kamu kok masih di sini? Bel masuk sudah bunyi delapan menit yang lalu, cepat ke kelas!"

"Eeeh?" Aku lari secepatnya ke kelas. Pelajaran pertama hari ini kira-kira apa ya?

◇◇◇◆◆◆◇◇◇◆◆◆◇◇◇

I'm so sorry readers for the very late update.

Author lg liburan dan kadang susah dapet sinyal, mohon dimaklumi ;_;

Terimakasih buat kalian yang selalu setia membaca bahkan sampai chapter ini, ♥ you readers :'D

Ikutin terus ya cerita The Last Blue!

Jangan lupa :)

★VOTE & COMMENT★

Karena vomments dari kalian sangatlah berharga!

7 Votes dan 3 Comments Untuk Chapter Selanjutnya

Gracias
-Arasther◆



The Last BlueWhere stories live. Discover now