Bab 4 I Can we talk?

38.3K 2.3K 19
                                    

Aku suka makan di kantin kampus. Pertama karena tempatnya terbuka, jadi cukup angin. Kedua karena tempatnya seperti food court, meja dan kursi di bagian tengah, stand makanan berada disekelilingnya.

Makanannya juga beragam, ada makanan berat dan ringan. Mejanya panjang terbuat dari kayu, kursinya seperti stool, jadi enak untuk di pindah-pindahin.

"Aku mau bicara, bisa?" Al tiba-tiba muncul dan duduk dihadapanku.

Aku menatapnya heran, tidak ada angin, tidak ada hujan, kenapa dia tiba-tiba bersikap serius padaku?

"Bisa." Jawabku singkat.

"Di sini?" tanyanya seolah tidak yakin.

"Iya." Aku sedang sarapan, menunggu waktu masuk kuliah. Sengaja datang pagi karena aku belum mengerjakan tugas dari dosen.

"Kamu ada hubungan apa sama Da Sidiq?" tanyanya datar.

"Hubungan apa? Baik-baik aja kok." Aku berusaha santai.

Duh mana sih Sinta, dari tadi belum muncul, padahal aku sudah bilang untuk datang pagi.

"Aku serius Mai." Dia menatapku lurus.

"Mau kamu apa sih Al?"

"Aku cuma perlu kejelasan. Apa kamu sedang punya hubungan dengan Da Sidiq atau tidak." Tegasnya.

Apa urusannya sih? Tapi aku malas meladeni orang yang sedang tidak bisa berpikir jernih.

"Aku tidak pacaran dengan Kak Sidiq, kalau itu yang kamu mau tahu. Puas?" Jelasku

"Maiii, sorry aku telattt. Bangun kesiangan tadi." Sinta menyapa seolah tidak terjadi apa-apa, "Hai Al, tumben pagi-pagi udah ngapelin Mai, biasanya sore pas habis kuliah." Godanya.

Haduhh, Sinta kalo ngomong nggak pake saringan.

Al bangkit dari duduknya.

"Aku duluan ya, nanti kita bicara lagi Mai, aku belum selesai. Assalamualaykum." Suaranya terdengar serius, tidak bercanda seperti biasanya.

"Kenapa si Al, salah minum obat ya?" Sinta heran melihat kelakuan Al yang tidak biasanya.

"Entar aku ceritain, sekarang mana tugasnya, aku mau ngerjain nih." Urusan Al bisa menunggu, tapi tugas kuliah ini, kalau tidak selesai, bisa ngulang aku nanti.

=============

Baru saja aku selesai mengerjakan tugas dan menutup buku, Sinta sudah menagih janjiku untuk memberi penjelasan. Aku menceritakan kejadian kemarin sore di sekre padanya.

"Al belum tahu kalo Da Sidiq itu sepupu kamu Mai?" Tanya Sinta.

"Nggak penting Sin." Jawabku.

Memang tidak penting. Buat apa juga dia tahu? Aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapapun, hanya Sinta aja. Itupun karena dia pernah melihat Kak Sidiq ada di rumah maktuo, sewaktu dia sedang main ke sana.

Aku juga wanti-wanti sama kak Sidiq untuk tidak mengatakan kepada teman-temannya. Mungkin ada beberapa yang tahu, mungkin tidak. Entahlah, bukan urusanku, yang penting hidupku tenang di kampus.

"Temui dia Mai." Tiba-tiba Sinta memberi saran

"Buat apa?" Tanyaku.

"Buat kalian berdua."

"Maksudnya? Apa manfaatnya buatku?"

"Menurutku, sudah waktunya kalian berdamai. Kamu jelasin sama dia kalau kamu nggak suka dengan sikapnya ke kamu selama ini. Bilang sama dia kalau kamu nggak mau pacaran, maunya langsung nikah."

Dearest Mai (Insya Allah akan dinovelkan, beberapa bab Unpublished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang