Almost Missing -19-

123 15 1
                                    

Aelke langsung menggeser pintu kaca yang mengarah ke balkon kamarnya. Ia menoleh ke kanan, dan melihat Morgan sudah berdiri mematung di balkon kamar apartemennya menatap jalanan ibu kota dengan piyama tidur yang masih melekat di tubuhnya.

"Gan..." sapa Aelke hati-hati. Morgan menoleh dan tersenyum menatap Aelke.

"Petualangan Almost Missing. Segitu perihnya. Ternyata gak lebih dari 24 jam." ucap Morgan yang membuat Aelke seketika terdiam. Jadi, dia tidak bermimpi, dan semuanya benar-benar terjadi.

"Berarti gue gak mimpi?" tanya Aelke, Morgan terkekeh mendengarnya.

"Gue cubit dulu sini, nanti lo bakalan tau ini mimpi atau enggak..." jawab Morgan bertengger di ujung pagar balkon yang mengarah ke balkon Aelke.

"Enak aja..." sungut Aelke.

"Dapet kenang-kenangan Almost Missing, gak?" tanya Morgan. Aelke menautkan kedua alisnya tak mengerti.

"Kenang-kenangan gimana? Ada juga kebahagiaan bisa liat sosok nyokap gue..." ujar Aelke tersenyum. Entah senyuman bahagia, atau senyuman pilu. Morgan tersenyum simpul mendengarnya. Apalagi mengingat adegan terakhir sebelum semuanya berakhir. Morgan teringat mamanya.

"Coba liat ke dalem kamar lo..." ucap Morgan. Aelke dengan penasaran langsung berjalan ke dalam kamar dan melihat ada apa di sekitarnya.
Aelke duduk di sisi ranjang dan meraih sebuah cinderamata unik. Itu kotak musik dengan bentuk sangkar terbuka dan di atasnya ada miniatur putri dan pangeran sedang berdiri berdampingan dengan pakaian pengantin membalut tubuh keduanya. Ada rantai kecil seperti kalung di bagian atasnya. Aelke tersenyum saat membaca ukiran kecil di bagian bawahnya. 'Almost Missing'. Selain kotak musik, Aelke juga mendapatakan sekeping CD yang entah apa isinya. Aelke berjalan kembali ke balkon kamarnya dan Morgan sudah berada disana dengan kotak musik dan kaset CD yang sama persis.

"Kenang-kenangannya sama..." ujar Aelke antusias. Morgan dan Aelke menekan tombol kecil di bagian belakang miniatur pasangan putri dan pangeran itu bersamaan. Perlahan, kotak musik itu mengalunkan nada instrumen piano yang merdu.

L, is for the way you look at me
O, is for the only one I see
V, is very-very extraordinary and
E, is even more than anyone that you adore and Love is all that I can give to you...

"Itu kan suara gue... Yang maen pianonya elo..." ucap Aelke tertawa mendengar kotak musik itu memainkan suaranya yang dulu.

"Di level satu, ya? Putri Monica... Suara lo oke..." ujar Morgan, Aelke jadi salah tingkah mendengar pujian Morgan.

"Ih Aelke merah..." Morgan menggoda Aelke. Jika dilihat, mereka berdua bersama merangkai kata A-L-M-O-S-T M-I-S-S-I-N-G saat senja sudah habis. Dan setelah itu, mereka memasuki zona demi zona penuh tantangan dengan konsekuensi yang berbeda. Di level akhir, mereka berdua harus melihat masa lalu dan masa yang sekarang tengah terjadi. Tidak ada zona yang memperlihatkan masa depan. Sepertinya, masa depan tetaplah rahasia.

"Gue gak habis pikir. Berapa hari kita di zaman yang berubah-ubah? Tapi tau-tau balik kesini gak nyampe 24 jam. Ini jam 8 pagi." Aelke berpikir dan berusaha mencerna keanehan Almost Missing. Sedangkan Morgan, menggunakan ibu jarinya untuk menghitung jam yang mereka lewati.

"Cuma 14 jam. Dari jam 6 sore sampe jam 8 pagi." tukas Morgan. Aelke mengerutkan dahinya.

"7 level, 14 jam. Mungkin disana 1 level dua jam...?" ujar Aelke ragu-ragu.

"Bisa jadi! Haha....." Morgan malah tertawa, tak mengerti mengapa semuanya bisa terjadi. Yang pasti, ternyata hidup Aelke dan dirinya berhubungan satu sama lain. Kedua ibu mereka sudah saling kenal meski tidak dekat dan jarak sudah memisahkan.

Almost MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang