Almost Missing -16-

117 18 0
                                    

Aelke dan Morgan memasuki rumah Rafaell yang memang asli dari Garut, Jawa Barat. Pintu tidak tertutup memudahkan Aelke dan Morgan untuk masuk.

"Aduh! Jalannya pake mata ngapa!" Morgan mengaduh karena Aelke tiba-tiba berhenti.

"Astaga! Udah beda zaman aja. Lo mending gak usah liat!" ujar Aelke membalikkan badan dan mendorong tubuh Morgan untuk kembali keluar.

"Ih, ngapa, sih?" dumel Morgan.

"Gak perlu liat. Ini gak jelas banget, yuk, keluar!" Aelke terus mendorong Morgan dan Morgan menahannya.

"Gak mau! Gue musti liat. Ada apaan, sih?" tanyanya penasaran. Aelke mendelik kesal.

"Ah sipit! Gue lagi jalan juga! Lo ribet banget, sih!"

Aelke mendengus pasrah, Morgan membolakan matanya saat melihat adegan Rafaell dan Aelke yang saling mendahului melewati tangga. Mereka sudah besar, bukan Aelke yang berusia 15 tahun.

"Eh, sipit teriak sipit!" sergah Aelke yang sedang mengenakan kaus santai dan jeans belel.

"Gue jalan duluan, lo ngapa maen nyeruduk aje? Banteng aja kalah!" sungut Rafaell kesal. Mereka berdua berdesak-desakkan di tangga menuju lantai bawah.

"Ini waktu kapan?" bisik Morgan, Aelke menoleh. "Setaun lalu." singkatnya.

Morgan melangkah lebih dekat dan melihat sosok Aelke juga Rafaell setahun yang lalu.
"Ada adegan Rafaell nyatain cinta ke lo?" tanya Morgan kepo, Aelke menatap Morgan tajam.

"Apaan, sih? Gak usah diliat, deh! Mending kita keluar." ujar Aelke dengan wajah dingin.

"Ogah. Gue mau liat. Lo sama Rafaell dulu kayak gimana..." Morgan keukeuh berdiri tak jauh dari tangga yang jadi saksi dua manusia yang berhubungan saudara angkat sedang memperebutkan jalan untuk melintas. Sepele memang. Aelke terduduk lesu, pasrah akan kisah masa lalunya bersama Rafaell yang akan ditonton oleh Morgan. Mereka berdua seperti sedang melihat bioskop berjalan.

"Lo kan kakak gue, mustinya ngalah!" Aelke kesal dan melangkah menerobos badan Rafaell yang menutupi jalan tangga.

"Gue mau turun duluan, gak usah ribet!" Rafaell mencegah langkah Aelke.

"Hush! Pagi-pagi udah ribut!" mama Rafaell yang kesal dengan tingkah kedua anaknya itu muncul dari ruang makan dan menarik tangan Rafaell dengan cepat.

"Tinggal minggir aja kok repot!" kesal mama Rafaell. Rafaell menurut dan mengikuti mamanya ke ruang makan, begitu juga Aelke.

"Tau tuh, ma! Udah gede aja masih ngajak ribut!" Aelke duduk malas di atas kursi ruang makan. Rafaell menatapnya tajam.

"Lo yang nyari ribut, kok gue yang disalahin!" Rafaell memasang wajah garang.

"Berisik lo! Gak usah pake urat." Aelke membalikkan piring yang menelungkup dan siap sarapan pagi.
"Ada apa sih, ribut pagi-pagi?" tanya papa Aelke langsung duduk di samping Rafaell. Mama Rafaell membenarkan posisi dasi yang dipakai suaminya.

"Dia, pa!" ujar Aelke dan Rafaell bersamaan. Mama dan papa mereka berdua saling pandang.

"Kompak banget pagi-pagi." ujar papa Aelke tersenyum. Mereka semua akhirnya sarapan pagi bersama-sama dengan keadaan seperti biasanya. Berisik. Dan keributan antara Aelke dengan Rafaell itu sudah biasa.

"Lo sama Rafaell lucu, haha..." Morgan tertawa melihat tingkah Rafaell dan Aelke di meja makan.

"Gak usah komentar. Liatin aja. Ah, beneran, ini zona otomatis." ujar Aelke. Morgan mengangguk. Mereka tiba-tiba ada di zona berbeda padahal, beberapa menit lalu masih menyaksikan bagaimana Aelke dan Rafaell yang masih ABG.

Almost MissingWhere stories live. Discover now