Almost Missing -18-

130 17 0
                                    

Suasana yang sepi dengan hembusan angin syahdu. Entah bagaimana, Aelke dan Morgan sudah berada di pemakaman yang tampak sepi tanpa seseorang pun.

Sebuah nisan bertuliskan Mey Riska membuat Aelke sesenggukan di sisi pusara. Itu adalah pusara ibu kandungnya yang berada di Jakarta.

"Mama lo udah tenang, jangan dinangisin..." Morgan mengelus lembut pundak Aelke yang tengah menangis.

"Gue seneng banget... Bisa meluk mama gue kemaren..." ucap Aelke sambil mengusap air matanya. Morgan dan Aelke terdiam dan bangun sedikit menjauh dari pusara Mey Riska, saat seorang gadis kecil berusia 6 tahun datang dengan keranjang bunga warna-warni di tangannya bersama seorang lelaki paruh baya yang menuntunnya.

"Itu bokap lo? Itu elo? Iya, kan?" bisik Morgan, Aelke mengangguk.
Gadis kecil itu lalu berjongkok dan mengusap nisan dengan telapak tangan mungilnya.

"Apa kabar, mama? Mama gak kangen sama aku?" tanyanya polos sambil mengikuti ayahnya yang mencabuti rumput nakal di atas pusara.

"Mama, aku mau ketemu mama. Papa bilang, cara ketemu mama cuma satu, selalu berbuat baik sama siapapun." ujar Aelke kecil sambil menaburkan bunga-bunga ke atas pusara mamanya.

"Riska, Aelke udah lancar baca. Semoga disana, kamu tenang dan damai nunggu kita." ucap sang ayah tersenyum miris sambil menaburkan bunga.

Aelke dan Morgan hanya terdiam melihat semua itu. Setelah beberapa saat melepas rindu dengan do'a-do'a yang terpanjat, Aelke kecil dan ayahnya pergi saling berdampingan meninggalkan pemakaman.

"Lo waktu kecil aja tegar begitu. Sekarang harus bisa kayak gitu, dong." ujar Morgan, Aelke berusaha mencerna semuanya.

Selang beberapa saat, terlihat seorang wanita dengan payung hitam menaunginya datang menuntun seorang bocah kecil. Dan ada seorang lelaki yang berjalan di belakang mereka. Ini adalah potret Morgan kecil bersama mamanya, Elizabeth.

"Ini makam bidan Mey Riska. Beliau meninggal 6 tahun lalu. Dan maaf, saya baru menemukan Anda saat ini karena banyak sekali pekerjaan saya selama ini. Terima kasih sudah jauh-jauh datang dari Singkawang." ujar seorang pria tersebut memberitahu pusara mama Aelke. Dengan sopan, pria itu memberikan sebuah kado usang kepada mama Morgan, dan mama Morgan menerimanya sambil tersenyum dengan mata yang tertutup kacamata hitam.

Aelke dan Morgan yang masih berdiri disana hanya termenung melihatnya. Bahkan, Morgan kecil pernah mengunjungi makam mama Aelke, dan ia tidak ingat semua itu saat ini.
Tak lama, tak sempat melihat adegan apapun lagi di pemakaman bidan Mey Riska. Tanah pemakaman tiba-tiba bergetar dan membawa mereka ke zona lain dengan hembusan angin yang begitu menyejukkan.

***

Aelke dan Morgan sudah memijakkan kaki mereka di sebuah halaman rumah yang lumayan besar. Ini masih nampak rumah Morgan dengan tampilan yang lebih bagus.

"Wuih, gue ganteng akut, tuh!" pekik Morgan saat melihat dirinya yang memakai seragam SMA dan baru turun dari motor sportnya.
Aelke memicingkan matanya saat melihat Morgan ABG, satu yang ada di benaknya sekarang, Morgan tampan!
Morgan dengan santai memasuki pekarangan rumahnya. Disana sudah berdiri sang ayah dengan tangan yang menyila di depan dadanya.

"Dari mana saja? Kita harus bicara!" ujar sang ayah, Morgan mendelik dan memerhatikan ayahnya dengan seksama.

"Mau ngomong apa, pa?" tanya Morgan. Sang ayah tidak menjawab, ia langsung memasuki rumah dan Morgan mengekor di belakangnya. Aelke dan Morgan langsung ikut ke dalam dengan mudah karena pintu tidak ditutup.

"Jadi, kamu mau kuliah dimana? Papa sudah ada opsi jurusan menejemen yang bagus." ujar sang papa, Morgan mendengus kesal.

"Morgan mau ambil jurusan arsitek, pa. Bukan menejemen!" jawab Morgan, ini kesekian kalinya Morgan beradu argumen dengan ayahnya dan tetap membicarakan hal yang sama.

Almost MissingWhere stories live. Discover now