Almost Missing -1-

516 34 1
                                    

Jakarta, Indonesia pukul 17.25 WIB.

"Ah capek!" keluh seseorang lelaki tampan dengan tubuh tegap yang bernama Morgan Winata. Ia baru saja menyelesaikan sebuah misi pekerjaan dengan proyek besar.

"Makan, yuk! Gue lapernya udah tingkat Dewa Moela!" celetuk rekan kerja Morgan.

"Tsah! Alay! Mentang-mentang nama lo Rangga Dewa Moela yang alay-nya gak ketulungan dunia akhirat sepanjang masa....." Morgan memasang wajah anehnya.

"Cakep pan nama gue?" tanya Rangga sambil menaik-turunkan alisnya.

"Cakep dari ujung kulon ke ujung barat! Ayo ah, makan. Terserah deh dimana, gue ngikut aja!" sergah Morgan langsung memakai jaket kulit hitamnya.

"Gue tau tempat makan terenak. Traktiran yak!" Rangga menutup laptopnya dan langsung mengikuti Morgan.

"Muka bule, makan minta ditraktir, dasar! Bunes!!!" Morgan.

"Apaan tuh, bunes?" tanya Rangga.

"Bule Ngenes!" jawab Morgan sekenanya.

"Ngenes apanye? Ganteng begini..." Rangga memasang wajah sok gantengnya.

"Bukan Bunes, sih. Burit!" Morgan.

"Apaan lagi tuh?" tanya Rangga penasaran.

"Bule Irit! Haha!" Morgan malah tertawa sampai suaranya menggema di lorong perusahaan.

Setelah sampai di tempat parkir kendaraan, Morgan langsung menaiki motor Harley abu-abu kesayangannya sejak SMA dulu. Dan Rangga, ia sudah nangkring di atas motor Ninja merahnya sambil memakai helm, dan mereka akhirnya langsung melaju mencari tempat makan di sekitar Jakarta.

***

Hujan menjelang malam. Rangga dan Morgan mengepak baju mereka masing-masing karena kehujanan di jalanan tadi. Tidak terlalu basah, tapi cukup membuat tubuh mereka terasa dingin.

"Ini tempatnya? Dijamin enak? Perut gue langsung cuap-cuap kalo makanannya kagak enak..." ujar Morgan menatap restoran di hadapannya.

"Sekali lo makan disini, dijamin ketagihan. Gue berani jamin!" ujar Rangga membuka jaketnya yang sudah setengah basah, lalu membenarkan poni mangkuknya yang juga sedikit basah.

"Artistic Food." gumam Morgan membaca plang nama restoran di hadapannya yang unik dengan gaya modern dan lampu cahaya LED  membuat nama 'Artistic Food'-nya menjadi terlihat lebih menarik.

"Udah puas liatin depannya? Yok, masuk! Dingin bre..." ujar Rangga yang langsung menarik tangan Morgan, lalu tangan kirinya mendorong pintu kaca yang jelas terpampang kata 'Dorong' di bagian gagangnya.

Morgan mengedarkan pandangannya menatap interior restoran dengan desain elegan, terlihat mewah, tapi menu-menu yang terpampang di dinding-dindingnya sudah dibanderol harga sangat ekonomis dan tidak mungkin menguras isi kantong.

"Keren!" decak kagum keluar dari mulut Morgan yang langsung menarik sebuah kursi di samping Rangga yang sudah duduk terlebih dahulu.

"Keren, pan? Apalagi makanannya..." ujar Rangga.

"Itu apaan? Rame kayaknya?" tanya Morgan sambil menunjuk sebuah ruangan terbuka, terlihat asri dengan berbagai pepohonan yang desainnya memang outdoor, tapi tepat duduknya tetap aman karena beratap, dan tempat duduknya juga sangat unik. Ada yang berbentuk akar pohon, ada yang lesehan biasa dengan motif bilik-bilik bambu, ada yang melingkar seperti cangkir, dsb.

"Taman baca, jadi, disini tuh restorannya unik. Bisa sambil baca-baca koleksi buku disana. Mau nyoba?" tanya Rangga, tanpa berpikir apapun lagi, Morgan mengangguk antusias dan akhirnya mereka berdua berjalan menuju taman baca yang berada di pojok kiri restoran, disana lumayan ramai pengunjung.

Almost MissingWhere stories live. Discover now