Chapter 37 "Dapatkah Aku Mengubah Perasaan yang Kumiliki?"

2.6K 155 66
                                    


"Bellaaaa ...!"

Kuteriakan namanya hingga suaraku dapat memecah langit.

Seorang gadis yang selalu berada di dekatku, tersenyum untukku, memperhatikanku sosoknya kini semakin menjauh sesenti demi sesenti.

Jangkauan tanganku tidak dapat meraihnya. Aku dapat melihat wajahnya. Dia tak berekspresi apa pun. Hanya melihatku dengan pandangan yang kosong.

Tubuhnya semakin lama semakin mendekati sisi lereng yang curam.

Jika ia terjatuh dari ketinggian seperti ini, dia pasti tidak akan selamat.

Tidak. Aku tidak ingin melihatnya terluka.

Kupusatkan kekuatanku pada kedua tungkai dan melepaskannya sekuat tenaga agar aku dapat meraihnya.

Sembari melompat ke arahnya, kuulurkan tangan agar aku dapat memperluas jangkauanku.

Waktu terasa berjalan lebih lambat. Kendati demikian, itu masih belum cukup bagiku untuk meraihnya.

Andai saja bisa, akan kuserahkan semua kenangan, kebahagiaan, atau apa pun yang aku miliki untuk menggapainya.

"Bella ...!"

"Sena ...!"

Akhirnya tangannya pun menyambut tanganku. Namun sepertinya ini sudah terlambat. Kami berdua akan terjatuh ke dasar lereng. Tidak ada jaminan bagi kami akan selamat.

Meskipun begitu ... aku harus tetap melindungi Bella sebagai seorang laki-laki juga suaminya.

Aku menarik tubuhnya ke arahku dan mendekapnya dengan erat.

Tuhan, biarkanlah aku terluka!

Biarkan aku menanggung semuanya!

Asalkan Engkau ... memberikan keselamatan baginya!

***

Di kali berikutnya aku tersadar, aku melihat cahaya yang sangat terang hingga mampu membutakan mataku.

Intensitas cahayanya sangat besar sampai harus membuatku menyipitkan mataku.

"Apa aku sudah sampai di surga?"

Sepertinya begitu. Dan cahaya itu sudah pasti cahaya ilahi yang akan membawaku ke alam selanjutnya.

Tapi ada yang aneh, aku dapat mendengar suara tangisan yang samar di dunia putih ini.

"Siapa ... siapa itu?"

Aku menolehkan kepalaku, namun tidak ada sesuatu yang tertangkap oleh mataku.

Suara itu semakin lama semakin jelas hingga membuatku mengenali pemilik suara ini.

"Bella ...!?"

"Sena ...! Kau sudah bangun?"

Ketika membuka kelopak mataku, aku mendapati Bella tengah memandangiku dengan mata merahnya. Pipinya basah karena air matanya.

Aku terbaring sembari menatap matahari yang berada di atasku.

Dengan kekuatanku yang tersisa, aku membangunkan bagian atas tubuhku dengan susah payah.

Aku dapat melihat Bella memandangku dengan penuh kecemasan dalam matanya. Aku melihat ke sekitar. Walau hanya sekilas, aku menyadari kalau ini adalah dasar lereng.

Kutengadahkan kepalaku ke atas. Menatap tepi lereng tempat kami terjatuh yang terlihat begitu jauh dari bawah sini.

Aku benar-benar bersyukur kami masih bisa selamat setelah terjatuh dari ketinggian seperti itu. Untungnya saja tepi lereng tidak terlalu curam.

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang