Chapter 27 "Kegelisahan Nia"

2.8K 153 66
                                    


Akhirnya Bella kembali ke sedia kala. Meski sebelumnya ia terlihat murung dan sedikit pendiam yang tampak tak seperti dirinya sama sekali.

Kupikir aku memang lebih menyukai Bella yang seperti ini. Senyumnya lebih indah dari aurora di angkasa. Keindahan matahari pagi seolah tampak tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan wajah cerianya.

Bahkan murid-murid yang lain pun tampak menaruh perhatian pada Bella lebih dari pada biasanya. Mungkin mereka secara tidak sadar mereka terpikat oleh daya tarik yang Bella pancarkan.

Aku pun hanya bisa tersenyum melihatnya tertawa lagi. Mungkin gadis itu sadar terkena anak panah pandanganku, ia pun membalas dengan meleletkan lidahnya.

Kalau dulu aku sudah pasti akan kesal. Tapi anehnya saat ini aku malah tertawa kecil melihatnya. Entah mengapa aku sempat berpikir kalau senyum itu memang cocok untuk wajah manisnya.

"Kelihatanya ada yang berbeda dari Bella."

Nia mendekat ke arahku. Lalu duduk di bangku sebelahku yang seharusnya menjadi tempat duduk Zidan. Tapi karena dia belum datang, jadi tak masalah.

"Kau juga berpikiran seperti itu?"

Nia mengangguk kecil.

"Ya. Aku merasa seperti ada aura kebahagiaan di sekitarnya. Apa kau tahu sesuatu?"

"Jangan tanya aku. Bukankah kau teman terdekatnya? Kenapa tidak menanyakan langsung saja padanya?"

Aku mengerlingkan mataku pada gadis berambut hitam sebahu di sebelahku.

Sesaat kemudian ia menunduk sayu.

"Tapi... Bella tak mau memberitahukanya padaku."

Aku langsung mengiyakan dalam hati.

Tentu saja apa yang terjadi kemarin adalah rahasia kami berdua. Baik aku maupun Bella tak berniat untuk memberitahukanya pada orang lain.

Karena pastinya itu sangat memalukan. Selain itu kemungkinan mereka juga akan tahu hubunganku dengan Bella yang sebenarnya.

"Saat Bella merahasiakan sesuatu dariku, aku merasa seperti ditinggalkan. Padahal aku menganggapnya sebagai sahabatku. Apa hanya aku saja yang berpikiran seperti itu?"

Suara Nia terdengar berat.

Wajah muram disertai lenguhan panjang sudah cukup bagiku untuk mengetahui kalau gadis ini sedang tidak mood.

Aku mengerti betul perasaanya saat memposisikan diriku di posisinya saat ini. Saat sahabatmu merahasiakan sesuatu darimu sudah pasti akan membuatmu merasa sedih.

"Aku pikir tidak begitu. Saat kalian bersama, apa pernah Bella terlihat terganggu dengan kehadiranmu?"

Nia menggeleng pelan.

"Tidak sih... aku cuma melihat senyum ceria darinya."

"Kalau begitu artinya, dia juga menganggapmu sebagai teman yang berharga. Saat Bella merahasiakan sesuatu darimu, bukan berarti dia tidak menganggapmu sebagai temannya. Mungkin saja dia sedang mencari waktu yang tepat untuk menceritakannya padamu."

Gadis itu mengangkat wajahnya. Iris biru gelapnya seakan menjadi tempat keluarnya ratusan bintang kekaguman dari matanya.

"Mungkin benar katamu, Sena! Kalau begitu aku akan menunggu hari dimana dia akan menceritakanya padaku."

"Dan juga... kau tahu, tidak!? Bella itu sering sekali membicarakan tentang kebaikanmu."

Itu benar. Saat di rumah, Bella sering sekali menceritakan hal-hal baik dari Nia. Saking seringnya aku sampai hapal saat Bella bercerita, kata-kata yang digunakan, hingga ekspresi yang Bella tunjukan.

My Wife is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang