[8] SWEET TWINS

7.6K 757 25
                                    

Muram durja berganti, perasaan khawatir terselip. Cukup mudah memahami perasaan saudara kembar, Hinata bisa merasakan demikian kalau Sasuke sangat kesal padanya. Tahu bahwa ia salah, mengambil nekat sendirian mungkin akan menimbulkan sesuatu yang tidak terduga. Tetapi Hinata, menyebut ini adalah sebuah keberuntungan. Bahwa, dia merasa baik-baik saja.

"Oh ayolah ... mau sampai kapan kau mengabaikanku seperti ini, Kakak?" dia menggeram kesal, selama mereka berjalan kakak menuju apartemen, ekspresi mengesalkan itu membuat mata sakit memandang.

Tidak ada tanggapan, mendengar suara kesal itu membuat perempatan siku muncul di dahinya. Sasuke terus terang berdecak lidah sembari membuang muka kesal. Tidak mengindahkan bagaimana saat sang adik melempar tatapan peringatan.

Hinata menghela napas, berhenti di tengah jalan. Bahkan perlakuan ini tidak menyadari saudara kembarnya. Ia tidak takut meskipun berhenti di persimpangan jalan hanya memiliki satu lampu jalanan yang menyala. Melipat kedua tangan di depan dada, sembari menggembungkan pipi kesal.

Menyadari tidak ada suara langkah kaki selain dirinya, Sasuke berhenti sembari melirik dari ujung mata. Benar, adiknya tengah melakukan demonstrasi pada diri sendiri. Sifat keras kepala dan menyebalkan itu pasti muncul. "Ah ... benar-benar ...." dia menggaruk belakang kepalanya, dengan berat hati kembali mengambil langkah mundur untuk menghampiri adiknya.

"Baik, ini salahku," kata Sasuke. Tetapi pemuda itu tidak mendapatkan tanggapan selain kedua bola mata memutar bosan, kedua pipi itu bahkan masih menggembung. "Oh," dia tersentak saat melihat supermarket. "Mau aku traktir es krim, tidak?"

"Iya! Dua es krim cone untukku!"

Tidak ada yang bisa meluluhkan hati itu kecuali dibayar dengan satu es krim. Sasuke menatap datar, banyak sekali bunga-bunga bermekaran di wajah gadis itu. "Kau ini ...," dia menghela napas, mau tidak mau tetap mengabulkan. "Baiklah .., aku juga salah karena tidak memberi kabar. Lain kali ̶ ̶"

Kalimat itu terputus bukan karena disela, tetapi adiknya tidak ada lagi di hadapannya sekarang. Hinata sudah masuk ke dalam supermarket, tersenyum tanpa beban sembari melambaikan tangan.

◊◊◊◊

Duduk di kursi sembari memandang jendela merupakan hal yang bagus untuk menenangkan diri. Tetapi bagi Naruto, hal itu sama sekali tidak berpengaruh padanya. Tanpa alasan logis, pemuda pirang itu meminta bertukar tempat dengan Code.

Orang-orang yang menatapnya tidak bisa mengalihkan pandangan, sebab hampir setiap detik selalu berganti ekspresi. Tidak seperti biasanya pemuda itu tampak gelisah. Tahu bahwa bagaimana Naruto sering seperti cacing tengah menggeliat, tetapi kali ini pemuda itu sedikit berbeda.

"Hari ini kau terlihat lebih gila dari biasanya." Kiba tersentak, memperhatikan sebuah kotak bekal, tidak seperti Naruto yang ia kenal. Sebab pemuda itu tidak pernah sekali pun membawa bekal.

"Apa kau mendadak gila karena sebuah bekal? Apa yang salah dengan itu?" tidak dapat menahan diri, Kiba memberikan sebuah pukulan untuk menyadarkan Naruto. "Seharusnya kau senang, tidak semua orang bisa menikmati bekal buatan orang rumah. Dasar, kau ini!"

"Dia mendadak gila karena ibunya meminta bekal itu untuk diberikan kepada Hinata."

"Apa? Apa aku tidak salah dengar? Bagaimana bisa?" karena seingat Kiba, tim Sakura mengerjakan tugas di rumah Naruto. Jika benar Sasuke membawa gadis itu, baginya sungguh kelewat batas. Itu tindakan tidak baik, karena bagaimanapun prioritas utama mereka adalah tugas.

"Gadis itu datang karena ponsel mereka tertukar, tenang saja ... kami benar-benar mengerjakan tugas itu." padahal ia juga merasa kesal karena kedatangan gadis itu tiba-tiba, tetapi Sakura berusaha bersikap netral.

Sweet TwinsWhere stories live. Discover now