48 - Trust

2.4K 268 26
                                    

Justin POV

"Gedungnya dimana?"

Ari menunjukkan tangannya mengarah ke sebuah gedung, "Yang itu."ujarnya. Gue mengangguk.

"Itu masih jauh loh, Ri. Yakin mau jalan?"tanya gue.

Ari mengangguk, "Yakin. Lagian itu ngga terlalu jauh, kok. Ngga usah lebay gitu, deh."kata Ari kembali meminum Soy Lattenya. Gue udah pernah nyobain Soy Lattenya Ari, dan rasanya ngga enak. Kenapa dia bisa suka, ya?

"Ya kan kamu mau photoshoot. Manatahu kalo keringetan, entar cantiknya hilang."ujar gue. Dan gue bisa melihat pipi Ari memerah kaya tomat terlalu matang.

Padahal gue ngga ada niat buat dia baper. Gue cuma belajar dari pengalaman-pengalaman gue pacaran dengan model. Sebelum photoshoot, mereka pasti bakal panik banget kalo keringetan. Katanya sih, make up-nya bakal luntur terus rambutnya langsung lepek ngga jelas. Tapi Ari kayanya santai-santai aja. Model yang lain mungkin udah sibuk make-up dari rumah, Ari malah kelihatannya bodo amat. Dia bahkan tadi cuma mandi, mengikat rambutnya, pakai sweater dan ripped jeans, terus berangkat.

"Oh iya, kemarin Mom nitip salam buat kamu,"ujar gue mengingat perkataan Mom kemarin. Kemarin gue hang out dengan Mom dan menceritakan tentang Ari ke Mom.

"Oh iya? Kemarin aku lihat foto kamu sama Mom kamu lagi menicure pedicure."kata Ari disertai dengan tawanya.

"Cowo juga harus menjaga kebersihan dan keindahan kukunya, oke? Jangan salahin aku kalo aku meni pedi juga,"ucap gue membela diri walaupun gue tetap ikut tertawa.

"Justin!"

Gue dan Ari menoleh bersamaan ke sumber suara yang memanggil nama gue. Kening gue berkerut saat melihat seorang ibu muda yang berlari dengan langkah pendek, membawa anaknya yang masih kecil di gendongannya.

"Can you please take a photo with my baby?"ujar ibu tersebut. Gue menoleh ke Ari yang tersenyum tipis.

"Sure!"ujar gue mengambil alih anak kecil lucu ini dari gendongan ibunya. Gue ngga ngerti kenapa banyak ibu-ibu yang senang banget ngasih anaknya ke gue. Biasanya kan emak-emaknya yang mau foto sama gue, akhir-akhir ini justru lebih banyak yang ngasih anaknya ke gue. Err... Whatever. Zaman sudah berubah, bung.

"Dia agak mirip sama kamu, J."kata Ari mengelus pelan rambut anak kecil ini.

Gue menatap Ari serius, "Sebenarnya... Ini anak aku, Ri."ujar gue serius.

"Ngga mungkin. Kamu masak telur aja ngga bisa, gimana caranya kamu bisa punya anak?"kata Ari memutar kedua bola matanya. Ibu anak ini malah tertawa. Dia mengambil foto gue dan anaknya yang ada di gendongan gue.

 Dia mengambil foto gue dan anaknya yang ada di gendongan gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku bisa masak, tau! Waktu itu cuma ngga sengaja!"bela gue. Gue ini chef yang handal. Cuma... Waktu itu lagi ada pertandingan basket yang seru banget. Gue yang tadinya mau masak telur, jadinya ngga konsentrasi gara-gara itu. Gue bukannya mecahin telur terus masukin ke wajan, gue malah masukin satu telur utuh ke dalam wajan yang udah berisi minyak panas. Gue malah panik sendiri. Dan bagian pintarnya, gue malah memecahkan telurnya pakai spatula. Tapi itu cuma sekali. Percaya sama gue, itu cuma sekali.

Text ➡ j.b & a.gWhere stories live. Discover now