Hubungan Pangeran Sehun dan Luhan adalah yang tersulit untuk dicari kelemahannya. Sehun adalah pangeran yang posesif, dan Luhan terlalu mencintai Pangeran itu untuk menolak. Bersama-sama mereka membentuk suatu kombinasi yang unik, dua laki-laki muda berumur delapan belas, dengan gairah dan hormon yang masih membara, dan emosi yang tidak stabil.

Kembali kepada sang Raja dan Pangeran Mahkota, Chanho menunggu dengan sabar untuk ayahnya membalas kata-katanya. Jujur saja, ia menyayangi Chanyeol lebih dari ia menyayangi Kai dan Sehun. Tidak jelas apakah ini karena mereka terikat dalam satu jalinan takdir yang dinamakan 'kembar' atau karena faktor lainnya. Tapi sungguh, ia tidak mau Chanyeol terluka karena dirinya.

"Kurasa sudah waktunya, Chanho,"

Chanho menatap ayahnya bingung.

"Sudah waktunya kau mengambil takhta-ku."

Waktu berhenti bagi Chanho, dan ayahnya tidak menunjukkan wajah bercanda. Seolah-olah ia sedang membicarakan sebuah semut yang berjejer-jejer di dinding. Dan bagi Chanho, itu adalah segala-galanya. Takhta. Ia sampai lupa sudah berapa minggu yang ia lewatkan untuk bermain-main hanya untuk belajar. Tidak, ia bahkan sudah lupa apa itu bermain-main. Namun dibalik itu semua, ada satu hal yang ia sangat sesalkan dari menjadi calon pemegang tahkta, yaitu menjauh dari Chanyeol.

"A-Apa?"

"Kurasa semuanya sudah lelah." Raja tersenyum, menegakkan posisi duduknya. "Jangan salah paham. Ayah benar-benar sadar sekarang. Yang ayah maksudkan dari lelah adalah... kita bertiga, Chanho. Aku, kau, dan Chanyeol. Aku lelah jika harus bersikap seperti ini kepada anakku, terus-terusan mengabaikannya hanya demi melindungimu. Kau lelah karena terus-terusan berada dibawahku, memandang kedepan namun tidak tahu kemana harus menuju. Dan Chanyeol... kurasa sudah jelas mengenai dirinya. Aku tidak mau ini terus-terusan terjadi. Jika kau menaiki tahkta, maka semuanya akan bisa kembali normal. Benar, 'kan?"

Chanho membuka mulutnya, pupilnya sempat berlarian namun ia menjaganya karena teringat oleh kata-kata ayahnya. Seorang Raja tidak boleh menampakkan keraguan yang jelas. Ia benar-benar bisa melakukannya sejauh ini namun... ini semua terlalu tiba-tiba. Ia tidak bisa begitu saja mengemban tugas ayahnya yang sudah ia tata selama lebih dari dua puluh tahun. Itu terlalu tiba-tiba untuknya.

"Chanho-ya, aku tahu kau sangat, sangat menyayangi Chanyeol."

Chanho mengiyakan dengan hanya tatapan matanya.

"Bolehkah aku mengatakan ini?" Ayahnya terkekeh. "Kau terlihat sangat mirip dengan Chanyeol sekarang. Jika saja rambutmu berwarna merah seperti rambutnya, mungkin aku tidak tahu lagi sedang berhadapan dengan siapa. Karena kalian begitu miriplah, aku sangat takut. Ketika kalian lahir, pikiranku kosong. Karena apa? Aku takut jika aku harus membuang satu matahariku. Karena bagaimanapun kau terlahir lebih dulu, aku ingin melindungimu, memberikanmu tahkta, dan memimpin negeri ini. Kau tahu, Chanho? Aku tidak menyesal. Kau adalah Pangeran Mahkota yang sempurna, bijaksana, dan cerdas. Aku tidak lagi takut kalau-kalau besok aku pergi untuk selamanya. Ayah percaya padamu."

Chanho bereaksi seperti ia adalah bom atom yang meledak dalam lima menit.

"Cepat iyakan permintaanku. Aku mengajakmu kali ini memang untuk membicarakan ini. Aku bahkan memanggil seseorang untuk kita ajak berunding. Ia sedang menunggu di balkon sekarang. Kau tidak mau ia kedinginan, kan?"

Begitu putra sulungnya mengangguk, sang Raja tersenyum puas. Sambil memegangi bahu Chanho, ia memerintahkan seseorang di luar untuk membawa orang yang dimaksud masuk. Pintu segera terbuka, dan seorang wanita paruh baya berjubah putih anggun masuk ke dalam, dengan wajah yang tertutup dari hidung hingga dagu, dan kulit seputih pucat. Chanho mengerutkan dahinya, namun wanita itu dengan cepat bersujud.

[ChanBaek] Half BeatWhere stories live. Discover now