Part 25

939 57 41
                                    


Rambut panjangnya begitu indah dan bergelombang mengikuti langkah kakinya yang masuk ke sebuah kedai kopi. Ketukan sepatu hak tingginya membuat semua orang yang memandanginya ikut berdecak kagum. Pengunjung kedai kopi pagi itu seperti terhipnotis akan kecantikkan sosok wanita bertubuh ramping, dengan balutan pakaian musim dingin yang cantik.

Benar. Wanita yang sedang menunggu antrean itu bak bidadari yang baru saja jatuh. Kulitnya yang bening tanpa ada sedikitpun bercak-bercak hitam di wajahnya. Bibirnya yang membentuk selengkung senyuman itu membuat pria disampingnya tidak dapat berkedip barang sedetikpun. Dan tak jarang beberapa orang memotretnya.

Rosangelynz mendapatkan keinginannya. Walaupun, beberapa menit yang lalu ia harus menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, semuanya terbalaskan. Inilah yang diinginkannya sejak pertama kali ia mengetahui bumi. Ia ingin orang-orang dapat melihatnya. Memujinya. Mengaguminya. Dan mencintainya.

Tetapi, saat ini, dia tidak lagi membutuhkan perhatian dari makhluk bumi. Dia juga tidak memperdulikan para pengunjung yang sedang berdecak kagum akan pesonanya. Dia hanya ingin diperhatikan oleh satu orang saja. Seorang pria yang sedang dinantinya harus melihat wujudnya, dan meyakinkan pria itu bahwa dialah yang pantas untuk dicintai.

Dan seseorang yang daritadi ditunggunya, tiba.

Max membuka pintu dan dentingan bunyi lonceng di balik pintu membuat Rosa menoleh kebelakang. Pria itu melangkah dengan pasti menuju antrean. Max tidak memperhatikannya. Ia sibuk memperhatikan papan-papan menu yang tergantung diatas.

Beberapa detik tatapan pria itu jatuh padanya. Debaran itu seakan ingin membuatnya jatuh saat Max tersenyum kilat kearahnya. Akhirnya, Max dapat melihatnya. Pria itu menatapnya!

Namun, tatapan itu berbeda. Sangat berbeda dengan tatapan orang-orang yang mengagumi dirinya sejak tadi. Pria itu mulai mengernyitkan dahinya seakan ia sedang keheranan dengan wanita didepannya.

"Anda tidak ingin memesan?" Max akhirnya bersuara.

Rosa tersentak. Ia melirik kearah barista yang sudah tersenyum kearahnya. Seorang barista yang dulu pernah memujinya. Ia kembali menoleh kearah Max. Namun, pria itu malah sibuk dengan ponselnya.

Rosa memesan kopi kesukaannya. Sambil menunggu racikan kopinya selesai, ia berusaha melirik apa yang sedang dilakukan Max. Pria itu sedang menunggu seseorang menjawab telponnya. Suara itu begitu familiar ditelinganya. Ya, suara Sabine berteriak kegirangan. Terdengar suaranya yang manja agar dibelikkan kopi, tapi Max menolaknya dengan lembut. Lalu, hati Rosa semakin panas saat Max menanyakan keberadaan Avril.

Max begitu antusias menerima tantangan yang diberikannya hingga ia menyuruh putrinya untuk tidak membangunkannya.

"Nona Rosa? Pesanan anda sudah siap." Seru barista itu.

Rosa mengambil kopi itu sambil mengucapkan terima kasih padanya. Ia merogoh tas untuk mengambil uang.

"Nama anda mengingatkan saya dengan seseorang." Pikir barista itu.

Rosa mendongak. "Maaf?"

"Anda tahu pria yang dibelakang? Dia adalah kekasih dari seorang wanita bernama Rosa. Aku sangat beruntung bisa mengobrol dengan wanita bernama Rosa itu. Meskipun pemberitaan wanita itu selalu buruk, tapi dia tetap menjadi wanita favoritku dan akan selalu menjadi wanita tercantik di Paris." Tukas pria itu sambil mengacungkan jempolnya.

Rosa tersenyum tipis—berusaha menghargai percakapan diantara mereka, meskipun ia harus menahan rasa cemburu yang sedang menggebu di dadanya. Ia membalikkan badannya dan mendapatkan Max yang sedang tersenyum ramah kearahnya.

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now