Part 8

874 58 6
                                    

ALEX

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ALEX

***


Matahari pagi menyembul dari balik tirai. Deru suara-suara kendaraan membangunkan peri tiu dari tidur lelapnya. Ia mendengus sambil menarik ujung selimut sampai menutupi wajah pucatnya. Cuaca dingin membuatnya ingin terus bersembunyi dibalik selimut sepanjang hari.

Namun, niat itu dikalahkan oleh suara berisik dari perut yang kelaparan. Rosa turun dari tempat tidurnya sambil menguap-nguap.

"Astaga!" Dia mengelus-elus dadanya. Ia terkejut ketika melihat sosok di cermin. Dia belum terbiasa. Ini kedua kalinya dia bercermin dan melihat dirinya sudah berbeda.

"Kau sebenarnya cantik. Hanya saja, kau tidak punya keberanian untuk menunjukkannya." Rosa menilai wajahnya sendiri. Lebih tepatnya, menilai wajah Avril.

Tirai jendela terbuka lebar, membiarkan udara pagi memasuki kamarnya. Dengan mata terpejam,ia menyambut musim dingin di pagi hari.

"Brr...dingin sekali." Rosa menutup jendelanya rapat-rapat. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur sambil terus mengusap kedua lengannya, karena kedinginan.

Dia mendengus ketika isi kulkas hanya ada air mineral dan bahan-bahan makanan yang sudah lama disimpan. Bau aneh dari kulkas membuat perutnya mual. Dia menutup kembali pintu kulkas, lalu melihat ke sekeliling ruangan—mencari apa saja yang bisa dikunyahnya.

"Sama sekali tidak ada yang bisa kumakan!" keluhnya sambil memegang perutnya. "Aku sangat lapar."

Cafe Alex!

Dia melangkah panjang menuju nakas. Ia merogoh tas kecilnya untuk mencari dompet. Ia menghitung-hitung jumlah uang yang dimilikinya sekarang. Sebenarnya, itu uang milik Avril. Jika dia mengambilnya, berarti ia mengambil yang bukan miliknya.

"Ah. Tidak...tidak!" Dia menepis segala asumsi-asumsi aneh dikepalanya. "Lagipula, saat ini sampai nanti, aku yang bertanggung jawab, jadi tak apa-apa jika aku memakai uangnya."

***

Melompat kecil menyusuri jalanan kota Paris dengan trench coat berwarna coklat muda. Hembusan angin musim dingin menerpa wajah pucatnya yang begitu riang. Dan tanpa disadarinya, orang-orang sedang meliriknya sambil berdecak kagum dari bibir mereka.

Dengan wajah yang tersipu, dia membalas tatapan-tatapan itu dengan sapaan. Hampir setiap orang yang beselisih dengannya, selalu ia sapa. Udara dingin tidak membuatnya memilih untuk naik bus ataupun taksi. Masalahnya, dia akan kebingungan jika harus naik kendaraan yang belum pernah dinaikinnya seumur hidupnya.

Langkahnya terhenti. Rosa mempercepat langkahnya sesampainya di kafe Alex, lalu bersembunyi dibalik tembok dekat bangunan kecil itu. Ia melihat pria yang dinantinya turun dari mobil. Seulas senyum terukir saat melihat pria itu tersenyum ramah pada beberapa pelanggan. Alex begitu memikat mata pengunjung kafe dengan sweaternya yang dipadukan dengan syal leher dengan motif yang seragam.

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now