Part 23

842 50 21
                                    


Rosa menatap kosong dinding berwarna klasik dihadapannya. Jantungnya berdegup kencang. Dia bisa merasakan dagu Max sedang bertopang pada pundaknya. Deru napas pria itu terdengar lembut dan hangat di telinganya. Max melingkarkan tangannya di pinggang Rosa. Sentuhan tangannya terasa sekali hingga ia bisa merasakan kehangatan itu dibalik selimutnya.

Apa yang dipikirkannya saat ini adalah; mengapa ia tidak keluar dari tubuh Avril? Kenapa dirinya tidak tercampak dari tubuh itu? Padahal dia sangat kelelahan.

Kegilaan yang dilakukannya semalam benar-benar membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Semuanya terjadi begitu saja. Rosa tidak memikirkan apa yang terjadi jika mereka melakukuan itu semua. Mereka hanyut dalam kegilaan semalam. Dan mungkin itu akan terulang kembali.

Namun, Rosa tidak ingin memikirkan perasaan cemburunya terhadap Avril saat ini. Dia sedang menikmati sebuah keindahan yang benar-benar indah. Betapa tidak! Seorang pria yang dicintainya kini sedang memeluknya sangat erat. Dia tidak akan pernah melepaskan pelukan itu.

***

Hingga pagi itu tiba, ketika ia ingin menyentuh punggung tangan Max, ponsel pria itu bergetar.

Telinganya mendengarkan baik-baik apa yang sedang dibicarakan Max dengan lawan bicaranya. Raut wajahnya berubah tegang. Disudut jendela dengan kaos lengan panjang dan celana tidurnya, Rosa mendengar nama Claudia diucapkan beberapa kali, namun ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mungkin saja, wanita itu berada di Paris dan sedang mengamuk.

Benar. Claudia berada di Paris. Menunggu Max. Diruang kerjanya dengan ekspresi wajah yang menyeramkan untuk dipandang berlama-lama.

Rosa meremas ujung selimut erat-erat. Jantungnya yang sedari tadi berdegup hebat seolah akan berhenti untuk saat itu juga. Apakah ia marah? Tidak. Lebih tepatnya, ia sangat ketakutan. Tanpa disadarinya, dia telah merusak suatu hubungan. Ia tidak berperilaku layaknya seorang peri yang selalu bahagia melihat suatu hubungan sepasang kekasih.

Max mematikan ponselnya. Ia masih menggenggam ponselnya. Pandangannya jatuh ke sebuah rumah tua yang tidak jauh dari penginapan yang ditempatinya. Dia sedang tidak mengagumi keunikan rumah bergaya klasik itu, melainkan, sedang berpikir. Berpikir bahwa ini akan semakin rumit.

"Max?" Rosa memanggilnya.

Max menoleh. Ia menatap kedua mata indah itu dari tempatnya berdiri. Lalu, ia tersenyum. Dia melangkahkan kakinya kearah Rosa yang tengah duduk diatas kasur.

"Apa sesuatu yang buruk yang sedang terjadi ?"

Udara tampak tersedot keluar dari ruangan selagi dia menarik napas, menantikan sebuah jawaban. Max tersenyum cerah, memamerkan deretan gigi putih rata yang membuat sejumlah gadis mendesah. Namun, mata hangatnya terlalu serius.

Max duduk di sisi kasur. Mengecup sebelah pipi Rosa yang memerah karenanya. "Selamat pagi, sayang."

Rosa tersipu dengan ciuman dan panggilan romantic itu. Tetapi, ia tidak ingin terbuai. Rosa kembali menuntut jawaban dari pria itu.

"Jawab pertanyaanku tadi!"

Dan Max menjawab dengan tawa di bibirnya, "Kau tidak perlu mencemaskanku." Jawabnya lembut. " Semuanya akan baik-baik saja."

"Jawabanmu membuatku semakin yakin bahwa segalanya sedang tidak baik-baik saja." Rosa hendak beringsut dari kasur, tetapi Max meraih tangannya lembut.

"Tunggu." Max membetulkan napasnya sejenak, "Aku masih ingin bersamamu. Aku butuh cukup energi sebelum mengatasi segalanya. Yang kubutuhkan saat ini hanya kau."

ROSANGELYNZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang