Part 13

789 62 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Berpelukan erat di balik jaketnya, menghangatkan diri di samping api yang begitu cerah dan mendengarkan dongeng tentang peri yang berkeliaran di malam hari."

Lukisan besar yang di penuhi bintang-bintang dan warna-warna serasi membuat Max merasa nyaman memandanginya. Setiap kali ia merasa sedih, hatinya akan terobati dengan hanya memandang lukisan yang ia beli beberapa tahun yang lalu.

Seperti musim dingin sebelumnya, Max akan diselimuti perasaan sedih berkepanjangan. Ia sangat tidak menyukai musim dingin. Sebab, begitu banyak yang dirindukannya. Tidak. Begitu banyak yang membuatnya terluka.

Max melipat kedua tangannya. Lengan kemejanya tertarik sampai siku, menampakkan lengan kokohnya. Denyut jantungnya berdentum-dentum di kepala, makin cepat dengan setiap detik yang berlalu. Di hadapannya, lukisan itu semakin membuatnya tenggelam kembali ke masa lalu. Masa lalu yang mengerikan. Dia menarik napas—berusaha sekuat mungkin untuk mengusir rasa aneh di dadanya.

Lukisan itu telah menjadi saksi bisu dimana Max menjadi pria yang sempurna. Karena, saat itu, di hari ulang tahun pernikahan mereka, Max akan menjadi seorang Ayah. Lukisan itu juga menjadi saksi bisu atas pengkhianatan Emma. Emma membawa pria selingkuhannya dan berbuat hal-hal yang seharusnya tidak dilakukannya.

Dan juga, lukisan itu sudah menyaksikan hancurnya hubungan Max dan Emma. Disaat, Emma masih ingin memperjuangkan rumah tangganya, akhirnya, menyerah ketika selembar surat perceraian datang kepadanya.

Pertemuan dan perpisahan. Indah sekaligus menyakitkan. Max benar-benar membenci musim dingin.

Max meraih ponselnya yang berdering. Max tidak langsung menjawabnya. Ia terus memandangi nama kekasihnya itu sambil terus berpikir. Sampai deringan itu berhenti, Max masih melamun.

Max tertawa getir setelah ruangan kembali senyap. Semakin lama ia memandangi nama wanita itu, semakin sulit untuk ia mengerti. Max merasa dirinya telah berbuat jahat. Max merasa telah membuat Claudia seperti mainannya. Dia ingin mencintai Claudia, namun, sekuat apapun ia berusaha, masa lalu berhasil membawanya, dan itu sungguh menyakitkan. Dia belum bisa menghapus Emma sepenuhnya dari hidupnya—meskipun dia sangat menginginkannya. Dia takut kalau ia membiarkan wanita lain masuk ke dalam dunia yang susah payah di bangunnya kembali, kemudian wanita itu kembali menghancurkan dunianya untuk kedua kalinya. Sungguh ia tidak akan sanggup. Dia tidak mau bermimpi buruk selamanya.

Max menghela kuat napasnya. Kepalanya terasa berat memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu dipikirkan lagi.

Tidak. Max, hadapailah kenyataan. Tidak seharusnya ia mengabaikannya. Wanita itu adalah kekasihnya, dan benar ia mencintai wanita itu.

Saat jarinya akan menekan tombol satu untuk panggilan cepat, nomor tidak dikenal muncul di layar ponselnya.

Hi, Max. Ini aku, Rosa. Kau memintaku untuk menghubungimu, tapi pulsaku tidak cukup untuk menelpon hehe...jadi, aku hanya bisa mengirim SMS. Terima kasih sudah mau menerimaku. Aku tidak akan terlambat besok!

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now