Part 11

825 61 14
                                    



Pria berwajah seram dan bertubuh kekar sedang berdiri di depan pintu apartemen Neva sambil menggedor-gedor pintu dengan sangat keras.

"Kau harus datang malam ini juga! Kalau tidak, habislah kau!" teriaknya dengan nada mengancam.

Satu tendangan keras di pintu membuat Rosa yang sedang bersembunyi di balik pot bunga terkaget-kaget. Ia menggigit jari-jarinya ketakutan. Saat langkah cepat Thomas mendekat, ia langsung berpura-pura membersihkan tanah di pot bunga besar. Ia berusaha tidak membalas tatapan aneh Thomas yang tertuju padanya.

Saat dentingan pintu lift berbunyi dan pria itu menghilang dari hadapannya, dengan cepat Rosa berlari menuju apartemen Neva. Ia menggedor-gedor pintu dengan mata yang masih mengawasi pintu besi itu. "Ini aku, Rosa."

Beberapa detik berlalu, wanita itu membuka pintunya.

"Hey, sedang apa kau disini?" Tanya Neva sambil tersenyum.

"Bukankah kita janjian ketemu nanti malam?" Tanyanya lagi. Neva ingat sekali, kalau tadi pagi ia menelpon Rosa untuk mengajaknya makan malam diluar. Lebih tepatnya, dialah orang yang membuat Rosa malu dihadapan Max tadi pagi.

Rosa memandangi wajah temannya yang sama sekali tak ada rasa takut setelah mendengar ancaman dari pria menakutkan itu. Berbeda dengan dirinya, wajahnya pucat pasi karena mendengar suara menyeramkan itu. Terlebih lagi, ia habis berlari dari kafe Alex menuju apartemennya yang jaraknya cukup jauh.

Air putih yang diberikan Neva habis dengan sekali tegukan. Rosa mendesah lega. "Nikmat sekali."

"Kau seperti habis lari marathon saja." gumamnya.

Rosa memegang gelasnya sambil terus memperhatikan raut wajah Neva yang terlihat biasa-biasa saja. "Kau...tadi, mengenal pria itu, kan?" Tanyanya terbata-bata.

Neva terkekeh. "Jadi, kau melihatnya?'

Rosa mengangguk cepat. "Apa dia berbahaya? Apa kita harus memanggil polisi?"

"Sudahlah. Aku bisa mengatasinya sendiri. Kau tidak perlu khawatir." ucapnya penuh yakin.

Kenyataannya, ia sangat ketakutan. Ini pertama kalinya Thomas datang ke apartemennya sambil memakinya. Padahal, ia tidak pernah membuat kesalahan apapun.

***

Ia memandangi tubuh yang semakin hari semakin membaik itu di kasur kecilnya.

"Perjalanan kita masih panjang, Avril. Mulai hari ini, aku akan membuat Max menerimaku menjadi pengasuh anaknya. Nantinya, aku akan memikirkan cara lain untuk menepati janjiku pada Sabine."

Tubuhnya merosot dari kasur. Ia berlari menuju kamar mandi. Tubuhnya yang kedinginan menjadi hangat setelah mandi. Ia memilih untuk memakai celana jeans dan sweater berwarna putih. Saat akan mengenakan pakaian dalam, sebuah goresan panjang berwarna kecoklatan tergurat jelas dari dada sampai atas perutnya. Ia mencoba menyentuhnya dengan pelan. Selama ini, ia tidak terlalu memperhatikan bekas luka yang sangat jelas terlihat itu.

Dia merasa sedih sekaligus kasihan dengan Avril. Begitu banyak kesulitan yang sudah dilaluinya. Setelah ia mendapat pekerjaan, Rosa akan menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, saat ini, ia harus memusatkan perhatiannya agar mendapatkan Alex dalam dua bulan.

Jari-jarinya sedang sibuk menekan angka-angka di ponselnya. Dirinya seperti orang yang datang dari abad ke-15 mencari pangeran tampan di abad ke-21, namun, sialnya, ia terjebak di teknologi yang serba canggih.

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now