Part 24

917 51 6
                                    



Sepanjang pria itu bercerita, Neva tak mendengarnya sama sekali. Perhatiannya terfokus pada sebuah papan bertuliskan angka-angka yang sebagiannya sudah di beri coretan bunga mawar. Papan itu sengaja dibawanya dari apartemen Rosa. Mereka singgah, lalu mengemasi baju-baju wanita itu yang belum sempat dibawa. Papan itu begitu membuatnya penasaran.

Benar. Jika Neva memikirkannya kembali memang semuanya terasa aneh. Rosa sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Apa semua ini berhubungan dengan penyamaran yang dilakukan wanita itu? Untuk apa ia mengganti namanya? Neva harus mempertanyakan semua itu.

"Hei!" Alex mengibaskan tangannya tepat di depan wajah Neva sehingga wanita itu menoleh.

"Huh?"

Alex mendesis. Sudut bibirnya terangkat. Ia menoleh dengan dahi yang mengerut. "Apa yang sedang kau pikirkan, sayang?"

Neva menggigit jarinya. Dimiringkan tubuhnya, lalu berkata dengan hati-hati "Alex, apakah Rosa pernah berbicara tentang sesuatu yang terdengar aneh?"

Dahi pria itu mengerut semakin dalam. Ia mencoba mengingat. Tatapannya yang terfokus pada jalanan bersalju itu tiba-tiba teringat sesuatu. "Tadinya, ini tidak terdengar aneh. Tapi, setelah dipikirkan sekarang—memang ada yang aneh."

"Apa itu?" Balas Neva cepat.

"Saat itu kami sedang berbincang di kafeku. Lalu, Rosa memberikanku syal dan uang. Dia bilang bahwa syal itu adalah bukti pertemanan kami yang nyata. Dia berkata bahwa ia tidak tahu apakah ia bisa tinggal disini lebih lama. Dia punya sebuah tujuan, aku tidak bertanya. Dan, yang lebih anehnya, Rosa memberikanku uang karena aku pernah membuatkannya sup di tengah malam. Aku ingat sekali kalau bukan dia yang kuberi sup pada malam itu. Dan kau bilang dia mengubah nama sebenarnya, bukan? "

Neva termangu untuk beberapa saat. "Untuk apa dia melakukan itu?"

"Sudahlah, mungkin dia punya alasan. itu privasinya. Jangan memikirkan hal yang aneh-aneh." Balas Alex sambil mengusap cepat kepala Neva.

Neva menoleh ke papan berwarna putih itu. Neva berpikir keras. Neva semakin yakin kalau ada sesuatu yang aneh. Ia teringat dihari pertama ia melihat wanita itu--dimana ia berusaha membuka pintu lift dengan tangannya sendiri, menelan permen karet, dan juga...dia tidak tahu cara menggunakan ponsel. Neva menggerutui dirinya. Kenapa ia baru tersadar dan peduli akan hal yang tidak masuk akal itu?

"Neva! Jangan dipikirkan lagi."

"Tidak. Aku hanya..." Ia menggaruk dagunya yang tidak gatal. Lalu melanjutkannya, "...Bisakah kita singgah ke toko di seberang sana? Aku ingin membeli beberapa kado." Neva menunjukkan sebuah toko dengan dinding yang sudah dihias aneka pernak-pernik natal.

***

Sesampainya dikediaman Max, Neva buru-buru menutup pintu mobil, lalu bergegas masuk sesaat Ruth membukakan pintu. Neva memberikan sapa pada Ruth lewat pelukan kilat. Sebelah tangannya yang menenteng kantong plastik itu diberikan pada Ruth. Wanita setengah baya itu mengeluarkan isi tersebut dan menaruhnya dibawah pohon natal—bersama kado-kado yang sudah terbungkus cantik.

Sambil membuka jaketnya, mata Neva mencari-cari keberadaan Rosa. "Apa kami datang terlambat Ruth?" Ia menoleh sebentar ke arah Alex yang mencium pipi Ruth. "Kenapa sepi sekali?"

"Rumah ini memang selalu sepi." Tukasnya. Ruth membawa mereka ke meja makan. "Makanan saja belum ada yang tersentuh."

Sesaat Ruth mengatakan itu, teriakan anak kecil yang sudah bisa ditebak itu menampakkan sosoknya dari tangga. Sabine berlari dengan tangan yang mengangkat bajunya yang kepanjangan itu. Pipi merahnya itu merekah sangat indah dengan balutan gaun perinya.

ROSANGELYNZDonde viven las historias. Descúbrelo ahora