Part 14

800 58 9
                                    


Rosa terpaku pada foto-foto berbingkai indah yang terpajang di dinding ruang keluarga.

Guratan-guratan lembut diwajahnya terpancar keluar. Dia tersenyum ketika bayi mungil tertidur lelap di lengan besar milik Max. Disampingnya, Emma tersenyum memandangi malaikat kecil itu terlelap. Jelas sekali mereka adalah pasangan yang bahagia. Apalagi, ketika ia menoleh ke salah satu foto Max dan Emma. Pria itu merangkul dan mencium pipi wanita itu dengan sangat tulus.

Tapi, mengapa orang-orang membenci wanita itu? Termasuk Neva. Dia ingat sekali saat Neva memberitahukan bahwa Emma berselingkuh di belakang Max. Kenapa wanita yang terlihat tulus mencintai Max berani melakukan hal itu?

Rosa selalu yakin bahwa pernikahan adalah satu-satunya cinta abadi. Tapi, kini rasa itu mungkin salah.

Sabine berhasil membuyarkan lamunannya. Wajah lucu itu mendongak sambil menarik-narik jari kelingking Rosa.

Wajah Rosa menunduk untuk menatap gadis kecil itu sambil mengatur perasaannya yang beberapa detik lalu sulit dimengertinya. Perasaan sedih menyesakkan dadanya. Dia mengerjap sesaat pundaknya disentuh. Ia memutar badannya.

"Tante...tante. Paman sudah datang!"

Alex terkejut saat mengetahui wanita yang kini menjadi pengasuhnya adalah seseorang yang sangat dikenalnya. Dugaannya benar dan ia mulai khawatir.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Alex memastikan.

Rosa menyelipkan rambutnya dibalik telinga, lalu melanjutkannya "I-iya."

Alex mendecak. Wajahnya berubah datar. Ia melemparkan tatapan penuh curiga terhadap Rosa.

Peri itu merasa sedih sekaligus bingung saat Alex memandanginya dengan tatapan seolah ia sangat berbahaya. Tatapannya tidak sehangat waktu itu. Begitu dingin dan mengawasi.

"Tante...Sabine punya mainan baru. Ayo kita main."

Rosa menunduk dan mengangguk. " Panggil aku kalau kau perlu sesuatu." Dia tersenyum ke arah Alex. Namun, ekspresi pria itu masih sama.

"Aku rasa tidak." Gumamnya. Sebuah nada kebencian.

Rosa bergerak mundur. Jawaban dinginnya nyaris membuat Rosa tercekik. Rasanya sangat tidak wajar kalau menangis di hadapan pria itu, maka Rosa pergi dari hadapan Alex.

***

Alex terus mengwasi Rosa. Wanita itu terlihat polos dan gembira menghabiskan waktunya bermain bersama Sabine. Pertanyaan-pertanyaan tentang wanita itu terus berkelabat di kepalanya. Ia harus menyelidiki wanita itu. Dia yang hendak menghampirinya, tiba-tiba saja Rosa berbalik dan mendekat ke arahnya.

Rosa melangkahkan kakinya dengan keberanian penuh. Satu hari yang terbuang sia-sia sama saja dengan membuang kesempatannya menjadi manusia. Ia tidak boleh membiarkan kesempatan ini terbuang dengan percuma.

"Apa kau ingin sesuatu?" Rosa bertanya tanpa canggung.

Alex hanya menggeleng. "Kau..." ia menggantung kalimatnya sambil terus menyusun kata-kata yang tidak akan membuat wanita itu tersinggung nantinya. "Ngomong-ngomong kita belum berkenalan secara baik." kata Alex—mengganti pertanyaan.

Rosa mengulurkan tangannya "Namaku, Rosa."

Alex menjabat tangan wanita itu, "Alex." balasnya, meski nama wanita itu sudah tersebar dimana-mana.

Alex pelan-pelan mulai menyelidiki Rosa. "Bagaimana bisa kau mengenal Max?"

Pertanyaan yang aneh dan terlalu "Aku tidak sengaja bertemu dengannya di bandara beberapa hari yang lalu."

ROSANGELYNZWhere stories live. Discover now