Canada

1.3K 143 2
                                    

One day you screaming you love me loud, the next day you're so cold.

***

Canada, i'm back. Setelah 3,5 tahun pergi untuk menuntut ilmu, aku kembali. Kembali ke negara ini. Sangat rindu sekali. Rindu dengan rumahku, kamarku, tetanggaku dan semua yang ada ditempat ini.

"Kamarmu tetap terjaga rapi, Cait," kata ibu ketika aku membuka pintu kamarku. Aku memasuki kamar yang berwarna ungu ini. Masih terdapat poster bergambar Justin yang menempel lekat di dinding. Aku hanya tersenyum melihat kamarku yang masih 'remaja'.

Aku mulai menyentuh poster Justin. Poster yang kubeli ketika kelas 3 SMA. Saat dia sedang tenar-tenarnya. Aku memandang wajahnya yang masih muda. Rambutnya masih berwarna cokelat.

"Kalau kau berjodoh dengannya, dia pasti akan kembali." Ibu menutup pintu dan aku duduk di ujung kasurku. Sama seperti perkataan Scooter waktu itu.

Aku berjalan mengitari kamarku. Aku mulai menyusun barang-barang yang kubawa dari Seattle.

-

"Apa kau akan langsung mencari pekerjaan?" Ayah bertanya ketika kami sedang makan malam bersama ayah dan ibu. Aku menggeleng.

"Sepertinya aku akan menganggur untuk sementara. Sekitar 3 bulan." Aku melahap lagi makanan yang dibuatkan oleh ibuku.

"Perusahaan ayah akan selalu menunggumu, Cait." Aku hanya mengangguk lalu kami sibuk dengan kegiatan kami, makan malam.

"Biarkan aku yang membersihkan meja," kataku ketika makan malam berakhir. Ayah dan ibu meninggalkan meja makan, lalu aku mulai mencuci piring kotor.

"Hey beautiful." Seseorang memelukku dari belakang. Aku langsung menyiku perutnya dan dia melepaskan pelukannya. What the fuck? Christian?

Aku langsung memeluknya dengan keadaan tangan basah. Dia membalas pelukanku. "It's been a long time, sister."

Aku memperhatikan wajah adikku yang berubah drastis. Dia semakin tampan. Aku mengelus pipinya lembut lalu dengan cepat aku mencubit pipinya. Dia hanya meringis kesakitan.

"Tunggu dikamarku sana." Dia berjalan meninggalkanku dan aku melanjutkan kegiatanku.

-

"Kau masih memajang poster dia?" Dia menunjuk poster Justin yang masih melekat setelah sekian tahun lamanya. Aku hanya mengangguk lalu sibuk dengan handphoneku.

"Bagaimana hubunganmu dan Justin? Semua orang menanyaimu. Dari tetangga kita sampai teman kuliahku." Aku hanya tertawa mendengarnya. Lalu aku terdiam.

"Kami sekarang hanya teman. Aku sudah tidak terlalu memikirkannya lagi." Yang sebenarnya dalam hatiku adalah aku masih memikirkannya.

"Bagaimana kuliahmu?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Melelahkan, namun mengasyikkan. Banyak gadis cantik." Christian tertawa dan aku memutar bola mataku.

"Kalau kau berjodoh dengannya, kau akan kembali padanya. Tenang saja." Christian keluar dari kamarku. Sepertinya kata-kata itu aneh sekali. Namun aku berdoa supaya Justin benar-benar menjadi jodohku.

***

"Kau sudah benar-benar di Stratford?" Tahu dari mana dia?

"Ya. Kau tahu dari mana?" Tanyaku penasaran.

"Dari ibuku. Ibuku tahu dari ibumu." Oh ... jadi begitu. "Apakah kau sudah be-"

"Tentu saja. Aku bertemu dengan kakek dan nenekmu. Mereka sehat. Mereka sibuk bertanya tentangmu," kataku datar.

"Cait, kau kenapa? Apa kau ada masalah? Kau bisa cerita denganku." What the hell? Sejak kapan kau menjadi peduli seperti ini? Terakhir kali aku mengecek, kau menjauh dariku.

"Ah tidak, aku hanya bingung akan bekerja dimana. I'll call you later, bye." Aku mematikan panggilan dan melemparkan handphoneku ke kasur. Kenapa kau bersikap dingin seperti ini, Caitlin? Kau seharusnya senang Justin memperhatikanmu lagi. Justin seperti memainkan perasanku.

Sekarang sudah bulan Januari. Ada waktu sampai Maret untukku memikirkan masa depanku. Akan kugunakan waktu ini sebaik-baiknya.

"Kau tadi sedang berbicara dengan Justin?" Christian membuka kamarku tanpa mengetuk. Aku hanya menaikkan alis kiriku. Lalu dia masuk.

"Kau seharusnya senang, kan? Kenapa mukamu tidak memperlihatkan itu?" Adikku ini banyak tanya sekali.

"Kau tahu, Christian, entah mengapa Justin seperti mempermaikan perasaanku. Ketika aku ingin dia kembali, dia menjauhiku. Ketika aku sudah mulai melupakannya, dia datang kembali. Aku pusing, Christian. Aku harus bagaimana?" Aku menghapus air mata yang turun seketika dari mataku.

Christian memelukku, "Semua terserah padamu, Cait. Sebetulnya aku tidak tahu harus memberi saran apa. Mungkin kau harus membiarkannya masuk kedalam hidupmu, sebagai teman."

------

Terima kasih para pembaca yang mau membaca cerita ini. Aku sangat menghargainya. Semoga kalian suka dan makin penasaran. Mohon memberikan vote apabila kalian suka, dan memberi saran apabila ada yang kurang bagus atau perlu diperbaiki.

Reeadmeee

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang