Past

1.4K 142 0
                                    

You used to call me on my cellphone.

***

"What the hell you think you did last night, Caitlin?" Justin membentakku melalui telepon saat aku baru tersadar dari tidur panjangku.

"What? What are you talking about? Ugh... my head hurts." Aku memegang kepalaku karena sakit bercampur pusing.

"Go get your pills. Minum sekarang." Aku langsung meminum obat yang sudah kulupakan selama hampir 1 minggu sesuai perintah Justin. Tidak terbayangkan sudah berapa kali aku pingsan dalam seminggu ini. Untung saja hal itu terjadi saat aku sedang dirumah.

"Apa yang kau pikirkan? Untuk apa kau pergi ke bar dengan lelaki itu?" Justin melanjutkan kata-katanya yang terputus saat aku meminum obat.

"Kenapa kau bertingkah seperti ini? Kau bertingkah seolah-olah aku bagian penting dalam hidupmu. Aku rasa ini bukan lagi urusanmu. Kita hanya teman. Tidak lebih." Aku membalas bentak Justin.

"Kau sudah berjanji, Caitlin. Kau berjanji didepan orang tuamu dan aku. Tolonglah. Jangan buat orang tuamu kecewa. Terutama aku." Aku mematikan panggilan dan mencoba untuk tidak menghiraukan ucapannya.

'Jangan buat orang tuamu kecewa. Terutama aku.' Kata-kata itu selalu terngiang di otakku. Apa aku membuatnya kecewa? Aku bukan siapa-siapa dia lagi. Hatiku menjadi bimbang. Aku seperti berada di pinggir jurang. Aku tahu sedalam apa jurang itu. Dan aku akan jatuh kalau aku melangkah kearah yang salah. Aku akan jatuh kalau aku masih memikirkan Justin. Aku harus berbalik arah agar aku tidak jatuh ke jurang.

***

"Welcome, all the internship. Perkenalkan, aku David, yang akan memandu kalian mengelilingi perusahaan ini. Mari ikut aku." Hari ini hari pertama aku magang. Bersama dengan 29 orang dari beberapa Universitas di Washington.

Kami diajak berkeliling perusahaan. Dimulai dari ruangan kantor lantai 3 sampai lantai 20. Melelahkan sekali.

Seseorang mencolekku dari samping. Lalu dia berbisik padaku. "Hey, kau benar Caitlin Beadles?" Aku hanya mengangguk dan mengalihkan pandanganku ke ruang kantor lantai 18.

"Oh God! Ini benar kau. Perkenalkan aku Samantha, Samantha Lane." Aku menjabat tangannya.

Pandanganku teralih pada seseorang didepan barisan yang sepertinya pernah kulihat. Rambut hitam pekatnya yang ditata rapi menggunakan pomade, postur tubuhnya yang kekar, dan bekas luka di belakang lehernya. Apa itu benar dia? Dia yang pernah singgah dihatiku saat di sekolah menengah pertama?

"Baiklah sekarang kita ada di lantai 20. Kalian akan mendapat pekerjaan masing-masing untuk 2 bulan kedepan. Setiap 3 orang dari jumlah kalian akan berada di bagian yang sama. Kalian bisa melihat dari tanda pengenal yang kalian pakai." Semua orang, termasuk aku langsung melihat tanda pengenal yang kami pakai. "Lihat warnanya, teman. Silahkan cari pasangan warna kalian."

Aku mulai mencari siapa pasanganku. Aku mendapatkan warna merah. Ah ketemu. Aku berkenalan dengannya. Namanya Daisy Johnson. Lalu kami berdua mencari lagi 1 orang yang akan tergabung dalam kelompok merah, sebutan yang konyol dariku.

Aku melihat lelaki ini. Lelaki yang mempunyai bekas luka dibelakang lehernya. Itu benar dia.

"Caitlin?" Dia terlihat terkejut. Begitu juga aku.

"Dan." Aku menyapanya balik.

"Ternyata kalian sudah kenal duluan? Baiklah jadi kita bertiga akan mempunyai pekerjaan yang sama. Sepertinya kita semua punya pekerjaan yang sama." Daisy menjelaskan panjang lebar. Namun aku tidak terlalu menghiraukannya.

Yang aku fokuskan sekarang ini adalah lelaki atau harus kusebut pria yang berada didepanku. Dan, Daniel Ryan. Ini seperti reuni saja.

"It's been a long time ago, Caitlin." Ucapnya lagi. Aku hanya menunduk.

"Yang mendapat warna merah, kalian dapat di lantai 18. Jingga, 17. Kuning, 16 Begitu seterusnya sampai lantai 10. Kalian langsung menuju lantai tersebut, oke?" Kami bertiga langsung turun ke lantai 18.

Selama 2 bulan kedepan, aku akan bertemu dengan Daniel. Masa laluku. Seperti halnya Justin dan Selena.

------

Maafkan keanehan cerita ini. Kalau kalian benar-benar menyimak, di bagian 'Again' disebutkan kalau Caitlin itu tidak pernah minum, mabuk, berbuat tidak baik. Sebenarnya itu alibi dia untuk memberi tahu pembaca kalau dia itu anak baik. Haha, maafkan karena banyaknya tugas, jadi sedikit bingung dengan cerita sendiri.

Terima kasih untuk membaca cerita ini. ❤

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang