Saddest Thing

1.6K 154 0
                                    

And that moment was so hard for me to breathe.

***

Sudah seminggu ini kami tidak saling berkontak--melalui telepon. Sepertinya dia marah besar dengan kejadian waktu itu sampai aku pun ikut marah dengan Theo dan tidak mau bertemu dengannya lagi. Padahal besok adalah ulang tahun Justin.

Ternyata susah juga menjalani hubungan jarak jauh. Tidak bisa seenaknya menyusul dia ke lokasinya. Tidak bisa langsung menatap suaranya, memegang tangan lembutnya, mendengar tawanya langsung. It's really hard for me and him. Tapi kami bertahan sampai sekarang.

Sedari tadi dikelas aku hanya diam melamuni Justin. Aku dikagetkan dengan suara temanku.
"Hey. Kulihat kau dari tadi melamun. Ada apa? Justin ya? Sudahlah, kalian pasti akan baik-baik saja." Motivasi dari Amanda membuatku tersenyum dan tidak melamun lagi. Dia sangat baik dan terbuka ketika aku ingin bercerita tentang Justin.

Dosen menyudahi kuliah hari ini dan semua siswa dikelas langsung keluar.
Aku berencana ke toko kue untuk membeli kue ulang tahun Justin. Namun langkahku terhenti karena suara yang sangat familiar memanggil namaku.

"Kau mau kemana? Mau aku temani?" Theo muncul disampingku. Lama-lama aku muak melihat mukanya.

"No, you don't have to. Kau tidak usah dekat-dekat denganhku lagi, oke?" Aku langsung berjalan meninggalkannya dan langsung ke toko kue.

Aku memilih berjalan kaki karena lokasinya tidak jauh dari kampusku. Selama perjalanan, pemandanganku hanya orang yang berlalu lalang dan mobil-mobil yang melintasi jalan. Sangat membosankan.

-

Sesampai dirumah, aku hanya duduk dimeja makan. Hari ini tidak ada yang memasaki ku, karena ibu sudah pulang lagi ke Canada. Dan karena aku pun malas makan, jadi aku tidak masak. Yang aku pikirkan sekarang ini adalah Justin. Sepertinya aku dan Justin saling menjaga gengsi untuk menghubungi duluan.

Apa aku harus menghubunginya duluan? No Caitlin, no. Tidak mungkin perempuan menghubungi laki-laki duluan? Tapi mau sampai kapan Cait? Pikiranku menjadi kacau karena memikirkan Justin.

Aku beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamar. Membaca lanjutan novel seri ketiga yang Justin berikan waktu itu. Ternyata cepat juga aku membaca sampai tak terduga sudah buku terakhir dan hanya beberapa bab lagi aku akan menyelesaikan novel ini.

Aku semakin kepikiran Justin. Like, i can't live without him. Aku berniat menghubungi Justin ketika nanti malam saat aku memberinya kejutan ulang tahun, melalui Skype.

Aku menutup buku dan mencoba untuk tidur karena nanti malam aku akan belajar untuk ujian besok. By the way, 2 minggu dari sekarang, aku dibanjiri dengan ujian tengah semester dari 12 mata kuliah.

-

Aku membuka mataku dan langsung melihat jam di handphone ku. Sudah jam 8 malam. Baiklah saatnya untuk belajar. Aku ke kamar mandi dulu untu mandi. Lalu sesudahnya aku belajar.

Aku berjalan ke meja belajar untuk membuka catatan dan mulai belajar. Aku mulai membaca namun sesekali aku melirik handphone ku, apakah ada notifikasi dari sosial media atau pesan masuk. Tidak ada sama sekali. Aku menjadi tidak fokus belajar dan mulai memainkan handphoneku.

Aku membuka aplikasi berita dan mencari nama Justin Bieber di kolom 'search'. Lalu muncullah berita tentang Justin. Aku tercengang saat melihat berita 'Justin Bieber's Early Birthday Celebration' aku meng-klik berita itu dan muncul artikel serta foto dari lokasi perayaan.

Sakit sekali hatiku membaca berita ini. Dia mengadakan perayaan ulang tahunnya yang cepat karena pada esoknya ada acara penghargaan Oscar. Oh lalu yang datang ke acara itu banyak sekali. Dari teman-temannya yang tidak aku kenal sampai yang paling aku kenal. Acara itu terlihat meriah dengan banyaknya foto Justin yang merokok dan meminum minuman alkohol.

Seriously Justin? You just did a super terrible mistake. You didn't even invite me? Am i still your girlfriend?

Aku menangis tersedu-sedu dan melempar handphone ku entah kemana.

------

(Finished) ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang