Setelah berhasil membuat sang istri dipenuhi gairah dan dengan gamblang menyatakan menginginkannya, ia pun membebaskan desakan hasratnya untuk kemudian memulai penyatuan diri mereka bergerak menciptakan ritme yang indah serasi dengan suara merdu mereka yang saling bersahutan meleguh dan mengerang memanggil nama masing masing hingga puncak kepuasan telah mereka capai bersama sama.

"Jalal/Jodha.....," leguh mereka bersamaan saat badai itu menghantam dan melunglaikan tubuh mereka bersamaan.

"Apa aku menyakitimu dan bayi kita, sayang?" Tanya Jalal sambil mengecup pundak telanjang Jodha. Saat ini Jodha berbaring membelakangi Jalal dan Jalalpun juga berbaring sembari memeluknya dengan erat. Dada Jalal dan punggung Jodha juga menempel dengan sangat erat.

"Bahkan si baby boo sangat menginginkan ayahnya sering sering mengunjunginya," sahut Jodha sambil mengelus telapak tangan Jalal yang menempel di perutnya.

"Baby boo atau mommy-nya?" Goda Jalal membuat Jodha memanyunkan bibirnya.

"Issh...kau ini," sahut Jodha mencebik.

"Oke...bukan baby boo atau mommynya yang ingin dikunjungi, tapi daddy-nya yang kebelet ingin mengunjungi keduanya," ucap Jalal membuat Jodha terkekeh geli.

"Hmmh, sayang.....,"

"Ya, cantik?" Sahut Jalal makin mempererat pelukanya.

"Apa kau masih tetap pada pendirianmu?" Tanya Jodha dengan sangat hati hati.

"Aku mengantuk, sayang. Sebaiknya kita beristirahat," ucap Jalal mengalihkan pembicaraan dan mulai mencoba menutup matanya.

Jodha menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lagi lagi Jalal menghindar. Ia benar benar hampir menyerah dengan semua usaha untuk membujuk Jalal menjenguk ayahnya.

"Jalal, please. Kali ini saja, hilangkanlah egomu untuk sejenak. Aku hanya meminta waktumu selama setengah jam untuk menemui beliau. Setelah itu kau boleh kembali memenangkan egomu itu," ucap Jodha berusaha kembali membujuknya.

"Keputusanku takkan berubah walaupun kau memohon hingga ratusan kali sekalipun," jawab Jalal melepaskan pelukannya ditubuh Jodha dan berbaring terlentang memandang ke langit langit kamarnya dengan wajah yang kaku.

"Sayang, coba pikirkan lagi keputusanmu itu. Coba kau bayangkan seandainya anak kita nanti tidak mau menemuimu saat kau sedang sakit. Bagaimana sakitnya perasaanmu saat itu?" Ucap Jodha membuat Jalal langsung menoleh dan menatap tajam kearahnya.

"Aku takkan menyakiti hati anakku hingga ia sampai tega tak ingin menemuiku disaat aku sedang sakit. Aku akan menghujaninya dengan kasih sayang hingga ia takkan pernah merasakan sakitnya penderitaanku selama ini. Dan aku juga takkan pernah menyakiti hati ibunya hingga ia takkan pernah berpikiran bahwa ayahnya bukanlah ayah yang baik dimatanya!" Ucap Jalal dengan pelan namun penuh penekanan.

"Maafkan aku, sayang. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa karena beliau lah kau terlahir didunia ini. Karena beliau lah aku bisa memiliki suami yang sangat mencintaiku seperti ini," sahut Jodha kini merebahkan kepalanya di dada Jalal. Ia pun seakan ikut merasakan kepedihan hati sang suami yang membuat hatinya membatu seperti ini.

"Tapi karena beliau jugalah aku kehilangan ibuku, sayang," sahut Jalal menghela nafas dengan berat.

"Sayang, kumohon. Sekali saja.... setidaknya anggaplah kau membalas jasanya karena telah menyelamatkan nyawaku," ucap Jodha mengeluarkan senjata terakhirnya berharap Jalal bisa tergerak hatinya.

"Hufth!! Kau benar benar keras kepala. Oke! Baiklah! Besok pagi kita pergi kerumah sakit," ucap Jalal akhirnya menyerah pada permohonan Jodha.

"Oh!! I love you so much my hubby!" Pekik Jodha sangat gembira dan mengecup bibir Jalal singkat kemudian kembali memeluk tubuh Jalal.

The Princess ActNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ