Part 23

3.5K 112 18
                                    

Medistra Hospital

Tiga hari setelah dirawat dirumah sakit dalam keadaan kritis, akhirnya Humayun Bheesma sadarkan diri walau masih dengan kondisi yang sangat lemah. Dengan sekuat tenaga ia berusaha berbicara pada Adam untuk memanggil pengacara pribadinya datang kerumah sakit saat itu juga.

"Permisi, tuan. Sesuai permintaan anda, saya sudah membawa tuan Hansen kemari," ucap Adam kepada Humayun yang masih terbaring lemah.

"Bagaimana keadaan anda tuan Humayun?" Sapa Hansen sang pengacara pribadi Humayun.

"Aku merasa sedikit membaik walau kutahu bahwa sepertinya waktuku sudah tidak akan lama lagi," sahut Humayun dengan suara yang begitu lirih.

"Sebaiknya tuan jangan berkata seperti itu. Kita tak akan pernah tahu berapa lama lagi waktu untuk kita berada di dunia ini," ucap Hansen sambil mengambil tempat duduk disamping tempat tidur Humayun.

"Ini saatnya aku menulis surat wasiatku, Hansen," ucap Humayun langsung kepada tujuannya mengapa ia memanggil sang pengacara. Ia merasa bahwa inilah saat yang tepat memberikan seluruh hartanya kepada orang yang memang berhak menerimanya.

"Baiklah, tuan. Sesuai keinginan anda," jawab Hansen sambil mengeluarkan selembar kertas bersegel yang akan digunakan sebagai bukti surat wasiat dari Humayun Bheesma.

Humayun pun mulai mendikte isi surat wasiatnya kepada sang pengacara. Setelah dirasa cukup dan sesuai dengan keinginannya, sang pengacara pun menyodorkan hasil tulisan itu untuk dibaca ulang oleh Humayun dan kemudian ditandatangani hingga surat tersebut menjadi sah dan tak dapat diganggu gugat.

Setelah semua urusan dan keinginan Humayun selesai, Hansen pun pamit undur diri untuk mengarsip surat wasiat Humayun ditempat yang aman.

"Tuan, apa tuan benar benar tidak ingin menghubungi tuan Kafhka? Setidaknya mengabarkan tentang keadaan anda?" Tanya Adam setelah sang pengacara pergi dari ruang perawatan Humayun.

"Tidak, Adam. Aku sadar bahwa terlalu banyak luka yang kuberikan untuk puteraku itu. Bahkan aku sadar selama ini aku telah mengambil jalan yang salah. Lihatlah sekarang, saat aku sekarat seperti ini, Stella dan anaknya tak pernah menampakkan batang hidungnya ke tempat ini," ucap Humayun merasakan dadanya yang begitu sesak menyesali perbuatannya.

"Mungkin mereka tahu bahwa mereka tidak mendapatkan apa apa dari anda, tuan," sahut Adam membuat Humayun menyunggingkan senyuman masam.

"Itu adalah hak Jalal. Bukan mereka. Akulah yang bersalah pada Jalal. Aku bukan ayah yang baik baginya, aku adalah ayah yang dengan tega merenggut kebahagiaan putranya sendiri," ucap Humayun tanpa terasa setitik air mata menetes dari pelupuk matanya.

"Semoga suatu saat tuan Kafhka bisa memaafkan dan kembali kerumah lagi, tuan," ucap Adam terdengar begitu mengiris hati Humayun.

"Semoga, Adam. Aku bisa pergi dengan tenang hanya setelah Jalal bisa memaafkanku," ucap Humayun sambil menutup matanya perlahan. Tanpa disangka sangka setelah itu, mata Humayun pun tidak terbuka lagi dan kondisinya kembali koma.

***********************

"Sayang, aku merindukanmu," bisik Jalal memeluk pinggang Jodha dari belakang saat Jodha baru saja hendak memejamkan matanya. Sudah tiga hari berlalu sejak usaha pertamanya gagal mengajak suaminya untuk menjenguk sang ayah. Jodha hampir menyerah membujuk sang suami yang begitu keras kepala dan teguh pada pendiriannya.

"Jalal....ouch....," pekik Jodha merasa geli ketika merasakan belaian tangan Jalal dipinggulnya.

Jodhapun menggeliat merasakan sentuhan tangan Jalal yang selalu membangkitkan hasratnya. Perlahan gaun tidurnya pun tersingkap bahkan akhirnya lolos dari tubuhnya akibat tangan nakal Jalal yang begitu hebat berkolaborasi dengan bibirnya yang mengecup setiap inchi tubuh Jodha yang membuat Jodha hanya bisa mendesah dan meliuk liukkan tubuhnya sementara Jalal semakin merasakan ada sesuatu yang mendesak dibawah sana yang meminta untuk segera dibebaskan.

The Princess ActTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang