Part 21

1.7K 84 8
                                    

Seira masih mondar mandir dengan cemas menunggu pemeriksaan sang dokter. Setelah memanggil ambulance, ia pun melarikan Jodha kerumah sakit setempat secepatnya. Berulang kali ia mencoba menghubungi ponsel Jalal namun hasilnya nihil. Ponsel Jalal tidak aktif.

"Aduh!! Kemana sih ini anak??? Istrinya pingsan malah susah dihubungin. Mana ponsel Jodha ketinggalan lagi. Bagaimana aku mau menghubungi manajernya?" Gerutu Seira masih mondar mandir di depan ruang tindakan.

"Permisi, nona. Apa nona kerabat dari pasien?" Sapa seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang tindakan.

"Iya dokter. Saya sepupunya. Bagaimana kondisi pasien, dok?" Tanya Seira terlihat cemas.

"Pasien hanya mengalami gejala anemia dikarenakan kondisi nya yang sedang mengandung saat ini. Sebaiknya ia dirawat disini selama beberapa hari sampai kondisinya benar benar pulih. Anda bisa menjenguknya sekarang. Kebetulan ia baru saja siuman dan saya juga sudah menjelaskan kondisinya kepada pasien sendiri," jelas sang dokter membuat Seira tersenyum sumringah. Ia pikir Jalal pasti akan sangat bahagia mendengar kabar baik ini.

"Jodha!!! Wuw!! Selamat ya," pekik Seira sambil memeluk Jodha yang kini masih terbaring lemah dengan wajah yang memucat.

"Terima kasih, Seir," jawab Jodha entah mengapa raut wajahnya tidak terlihat bahagia.

"Ada apa, Jo?" Tanya Seira kini duduk disamping tempat tidur Jodha.

"Tidak apa apa, Seir. Aku hanya masih sedikit pusing," jawab Jodha beralasan.

"Aku harus pergi dan memberitahu Jalal secepatnya," ucap Seira terlihat bersemangat.

"Jangan, Seir!" Tiba tiba Jodha mencegah niat Seira.

"Lho? Memangnya kenapa, Jo? Jalal harus tahu yang sebenarnya. Dia adalah ayah dari bayimu itu, Jo," ucap Seira memberi pengertian kepada Jodha.

"Dia tidak berhak akan bayi ini karena dia telah menceraikanku, Seir. Aku mohon jangan beritahukan ini sampai aku menandatangani surat itu," ucap Jodha justru membuat Seira tidak terima.

"Kalau kau menandatangani surat itu, berarti kau sama bodohnya dengan Jalal, Jo. Sekarang dengarkan aku, aku akan pergi menemui Jalal saat ini juga. Aku akan meminta penjelasan padanya mengenai surat itu. Rasanya ini begitu janggal ketika semalam ia begitu mencemaskanmu dan paginya ia akan menceraikanmu. Ini sesuatu yang tidak mungkin, Jo," jelas Seira yang kemudian hanya dibalas Jodha dengan tersenyum kecut.

"Lalu, kalau bukan Jalal, siapa lagi? Jelas jelas disitu ada tanda tangan Jalal," sahut Jodha sambil menunjuk sebuah amplop yang berisi surat cerai yang terbawa oleh Jodha karena tadi masih ia genggam saat ia jatuh pingsan.

"Bisa saja tanda tangan itu dipalsukan, Jo," jawab Seira mencoba meyakinkan Jodha.

"Tapi....,"

"Begini saja, berikan aku nomor telepon manajermu. Biar ia menemanimu disini sementara aku akan menemui Jalal diapartemennya," ucap Seira memotong ucapan Jodha. Sepertinya ia benar benar harus turun tangan akan masalah yang dialami oleh Jodha dan Jalal.

*************

"Kenapa kau lakukan ini padaku, Jo? Kenapa?" Jalal masih duduk terpekur diatas lantai menatap ke secarik kertas yang diterimanya pagi ini. Isi surat tersebut menyatakan bahwa Jodha menggugat cerai dirinya.

Ting tong....

Bel apartemennya kembali berbunyi. Dengan malas, Jalal hanya menatap kearah pintu dan masih enggan untuk beranjak membuka pintu tersebut.

"Jalal!! Cepat buka pintunya!!! Jalal!!!" Teriak Seira dari arah luar membuat Jalal kembali mendongakkan kepalanya menatap kearah pintu.

Dengan segera Jalal pun bangkit dan menghempaskan surat gugatan cerai itu keatas meja kemudian memutar knop pintu dan membukanya.

The Princess ActTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang