Justin benar-benar merasa terhanyut. Nafsu yang memercik dan rasa hangat yang membuncah dalam dirinya membuat Justin tergila-gila. Rasanya Justin berhasil berlabuh ke dalam titik kebahagiaan yang nyata. Rasanya Justin berhasil menemukan titik temu yang selama ini ia cari. Rasanya Justin berhasil mendarat dengan tepat ke dalam sebuah surga dunia yang begitu memabukkan. Rasanya Justin berhasil. Rasanya Justin merasa berhasil. Ini kebahagiaan, dan Justin berharap waktu terhenti selama sejenak agar ia terus merasakan kehabagiaan ini.

         Justin terengah di sela ciumannya. Tapi ia berusaha mengimbangi Shay tanpa peduli akan kebutuhan dirinya akan oksigen. Justin terlalu enggan melewatkan setiap satu inci pun untuk menyesap bibir Shay yang begitu ia sukai. Namun Shay menyadari keadaan Justin yang butuh bernapas. Perlahan ia menjauhkan wajahnya hingga pagutan rapat pada bibir mereka nyaris terlepas jika saja Justin tidak menahan pundak Shay.

        "Jangan." lenguh Justin tertahan. Bibirnya masih saling menyatu dengan bibir Shay. Ada getaran tersendiri mengaliri permukaan bibir Shay ketika Justin bergumam dan melenguh sambil menyatu dengan bibirnya. "Lakukan beberapa menit lagi, aku kehausan bibirmu."

        Shay menyeringai. Bibirnya masih saja saling bersentuhan dengan bibir Justin. Iris matanya mulai bergerak menatap iris hazel milik Justin yang tengah menatapnya dalam. Kilatan gelap bisa Shay lihat dalam mata bening itu, namun Shay juga tahu Justin berusaha menahannya. Well, berciuman lebih baik daripada bercinta. Shay tidak mau mengambil resiko yang besar jika ia melakukannya tanpa pengaman. Kecerobohannya kemarin sudah cukup menjadi peringatan.

          Maka dari itu, Shay kembali menekan tengkuk Justin hingga bibir mereka kembali berpagutan. Justin mulai menyesap rakus bilah bibir Shay. Rasanya Justin bak ingin menelan sesuatu yang lembab dan basah itu. Suara aneh dari pagutan bibir mereka sesekali terdengar dan jujur saja itu membuat Justin bergairah. Rasanya Justin..ingin meledak dalam gairah.

         Tapi semua itu seketika terhenti. Terhenti dalam sekejap ketika suara ponsel menginterupsi mereka. Justin mendecak tak terima ketika Shay melepas ciumannya dengan cepat lantas menoleh ke meja rias. Shay beranjak dan berniat meraih ponselnya yang tengah berdering di atas meja rias. Namun Justin menahannya dan memeluk pinggulnya dengan erat. Sontak Shay mendengus lantas beralih kembali ke arah Justin.

        "Justin.." rengut Shay. "Ada yang menelepon."

        "Apakah itu penting? Siapa orang sialan yang berani meneleponmu di saat kita sedang berciuman!?"

        Tiba-tiba Justin menjauhkan tubuhnya dari Shay. Shay menegang ketika Justin berderap cepat dan hendak meraih ponselnya. Oh, Tidak tidak! Bagaimana jika yang meneleponnya itu Vanessa? Shay tidak bisa bayangkan jika Vanessa histeris saat Justin mengangkat teleponnya lalu memaki dengan kata-kata kasarnya. Bagaimana jadinya nanti? Oh astaga. Dengan cepat Shay menyusul Justin dan langsung meraih ponselnya tepat di saat Justin nyaris meraih ponselnya. Tanpa memedulikan Justin yang kini tersentak tak terima, Shay buru-buru melihat ponselnya yang masih berdering.

        Lili

        Shay membelalakkan matanya.

        "Oh! Kau menyembunyikan sesuatu dariku!? Ada lelaki yang––"

        Shay langsung membungkam mulut Justin dengan telapak tangannya seraya memamerkan ponselnya pada Justin. Sehingga Justin dapat melihat nama Lili yang tertera dalam ponselnya. Seketika Justin berhenti bicara lantas terdiam begitu saja. Shay berjengit, perlahan ia menjauhkan telapak tangannya dari mulut Justin yang kini terbungkam lantas beralih mengetuk layar ponselnya dengan ragu.

SLUT [DITERBITKAN]Where stories live. Discover now