Thirteen

1.7K 100 1
                                    


Rizky POV

Aku langkahkan kakiku menuju ballroom kembali, mencoba mencari Michelle yang selesai akad tadi langsung menghilang entah kemana. Kini perasaanku gelisah karena tak kunjung menemukannya. Apa mungkin dia sudah pergi?

Argh!

Kenapa telfonnya gak aktif? Ya tuhan, Michelle jangan buatku makin merasa bersalah. Mana tega aku membiarkannya menangis sendirian.

Gedung ballroom sudah sedikit sepi, mungkin orangtua dan keluargaku dan Anisa ada di kamar Hotel untuk sekedar istirahat menunggu sampai nanti malam. Dan entah kemana juga istriku saat ini, sejak kabur dari percakapan antara kami dan Mama, Anisa menghilang begitu saja.

Istri?

Hahaha rasanya lucu sekali memanggil Anisa dengan sebutan istriku. Mengingat seharusnya pernikahan tak terjadi diantara kami. Tapi jujur saja, melihat sikapnya yang bawel dan jutek, terkadang membuatku jengkel dan kian penasaran dengannya.

Tiba-tiba saja ingatanku kembali ke masa-masa SMP, dimana untuk pertama kalinya aku mencuri ciuman pertama Anisa. Memang saat itu aku keterlaluan mengerjainya, menciumnya di depan para peserta MOS bahkan teman-temanku ikut terkejut dengan hal yang kulakukan. Penyeselan itu pada akhirnya membuatku selalu merasa bersalah tiap kali tak sengaja bertemu dengannya, ya tentunya setelah kejadian itu Anisa sangat membenciku dan bahkan enggan memandangku. Semenjak itulah aku tak ingin menganggunya lagi, dan lebih memilih untuk menjauh darinya.

Pengecut? Bukan.

Aku hanya bingung harus minta maaf dengan cara apa, tapi mungkin tuhan berkata lain. Sekarang ini, setelah 9 Tahun lamanya akhirnya kami kembali dipertemukan dalam sebuah perjodohan. Perjdohan yang sama sekali bukan keinginan kami, ya kami tidak saling mencintai. Setelah pertemuan yang tak terduga ini, ternyata Anisa masih tetap membenciku. Tapi satu yang tak bisa kupungkiri, setelah 9 Tahun lamanya, kini dia terlihat lebih cantik dan menarik.

Bahkan bukan hanya itu, kulitnya yang putih, rambut bergelombang yang begitu indah, dan tentunya Badannya yang sexy dan proposional itu seakan begitu menarik. Bibirnya seolah begitu candu, bukan niatnya aku memanfaatkan keadaan karena kami sudah menikah, tapi melihat reaksinya tiap kali kami berciuman, begitu menggemaskan.

Hahaha aku tertawa merutukki khayalan liarku yang mulai berkelana.

Sebuah tepukan dibahu menganggetkanku, ku tolehkan kepala dan menemukan sosok yang sedari tadi ku cari-cari.

"Kamu nyariin aku ya?" tanya Michelle padaku.

Lihatlah matanya yang sembab itu, yatuhan pasti tadi dia pergi dan menangisiku. Tanpa aba-aba langsung ku bawa Michelle ke dalam dekapanku.

"Sorry" ucapku penuh penyesalan.

Dia hanya terdiam tapi kedua tangannya mengusap punggungku seolah mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Maafin aku juga tadi pergi tiba-tiba sampe kamu nyariin aku. Kamu jangan khawatir ya, aku gapapa kok. Ini kan demi kebaikan kita juga" jawabnya dengan senyum tulusnya.

"Aku janji bakal secepatnya selesain ini semua, dan kita gaperlu backstreet lagii. Aku bisa janjiin itu sama kamu" Dia mengangguk dalam pelukanku.

"Yaudah kita ngobrolnya jangan disini ya, kita ke kamar aku dan Anisa aja. Aku takut kalo ada yang liat pasti bahaya" ujarku sambil melepaskan pelukan.

Setelah perbincangan singkat itu, aku langsung membawa Michelle ke kamarku dan Anisa yang sebenarnya untuk tempat istirahatku dan Anisa. Tapi mana mungkin aku membiarkan Michelle sendirian diluar sana, sedangkan aku istirahat dengan tenangnya.

"Loh Rizky?" aku terpekik kaget mendapati mama Anisa yang tiba-tiba muncul berpapasan di lorong kamar hotel. Dengan cepat ku lepaskan genggaman tanganku dari Michelle.

"Ee..ehh..iya ma kenapa?" tanyaku gugup.

Astaga! Gimana mungkin aku ke-gap mertuaku bawa wanita lain ke kamar pengantin.

"Ini kamu sama siapa?"

Mampus! Jawab apa aku.

"Eh..emm..ini.. temennya Anisa ma! Iya temen Anisa, katanya dia mau ketemu sama Anisa gitu hehe" jawabku asal aja. Bodoamatlah yang penting aku ada alasan.

Sedangkan mertuaku hanya ber-oh ria dan manggut-manggut saja.

"Yaudah kalo gitu kita ketemu Anisa dulu ya ma" aku dan Michelle kembali berjalan menuju kamar.

***

10 Menit sudah aku mengetok pintu kamar, tapi tetap tak ada jawaban. Apa mungkin Anisa masih di area hotel? Apa dia belum masuk kamar? Atau jangan-jangan dia sudah di dalam tapi dia bunuh diri?

Aku kembali menggedor pintu kesekian kalinya, mecoba memastikan jangan sampai pikiranku tentang bunuh diri itu benar, bagaimana mungkin di hari pernikahanku aku dijadikan tersangka karena pengantin Wanitanya bunuh diri ditinggal suami. Michelle terus membujukku untuk pelan-pelan menggedor pintunya, tapi tetap saja aku penasaran karena tak ada jawaban sama sekali. Jangan sampai pintu ini ku dobrak ya.

"Duh..siapa sih gedor-gedor?! Ngantuk ta...u" seorang dengan penampilan rambut acak-acakan dengan kebaya yang masih terbalut sempurna ditubuhnya akhirnya muncul dari balik pintu.

"Hehehe ternyata lo toh, eh ada Michelle juga? Ayo masuk masuk, sorry tadi gue ketiduran. Jadi gadenger deh" jawabanya cengengesan.

"Iya gapapa ko nis" bukannya ikut kesal, Michelle justru tersenyum menanggapi Anisa yang masih cengengesan.

Tanpa menjawab perkataannya, aku menarik Michelle masuk ke dalam kamar dan langsung duduk di sofa.

"Gue kira lo tadi bunuh diri, makannya gabuka-buka pintunya" cibirku.

"Enak aja, gue masih waras kali. Gue ngantuk abisnya tadi dandannya harus dari pagi-pagi. Salah lo tuh ngadain akad nikah jam 8!" Anisa berubah ngamuk tiba-tiba. Mungkin dia salah minum obat

Perdebatan pun kembali terjadi antara Aku dan Anisa sampai akhirnya michelle angkat suara.

"Udah udah, kok malah kalian yang berantem sih? Hehe"

"Tau tuh pacar lo chelle, GAK WARAS! Hahaha" kurang ajar emang Anisa, awas aja nanti kalo michelle gak ada, aku pastiin Anisa gak bisa ngomong Ha Ha Ha.

"Oh ya chelle, em maaf ya g..gu..e gak masud...."

"Iya gapapa ko nis. Gue ngerti, jangan khawatir ya"

Duh, Michelle itu emang sabar dan lembut, beda kaya Anisa yang bawel dan gahar tapi cengeng. Reflek aku memeluk Michelle, dan menjulurkan lidah ke Anisa.

"Sayanggg, kamu tuh emang pacar paling pengertian. Gak kaya dia tuh galak" Hahaha emang enak aku mesra-mesraan depan Jomblo. Biar panas panas deh tuh.

Anisa masih berdiri di tempatnya dan memandangi aku dan Michelle. Raut wajahnya tiba-tiba berubah datar melihat kemesraan kami, tapi sedetik kemudian dia tersenyum dan melengos pergi ke dalam kamar mandi.

Apa mungkin dia menangis di dalam sana? Entahlah.

Aku dan Michelle masih asik bercanda dan berpelukan sampai akhirnya 5 Menit kemudian, Anisa keluar dengan dress tanpa lengan sebatas lutut. Kebaya yang tadi dikenakannya, kini berada di tangannya. Dia berjalan melewatiku menuju lemari lalu mengambil hanger dan menggantung kebaya tadi.

"Em..yaudah kalo gitu gue keluar dulu ya. Biar kalian leluasa" Anisa tersenyum ke arah kami, tapi raut wajahnya berubah. Ada apa dengannya? Tanpa mendengar jawabanku dan Michelle, sedetik kemudia tubuhnya sudah menghilang dari pandangku.

Apa dia cemburu dengan Michelle?

***

unexpected loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang